Minggu, 11 April 2010

Sahabatq ni Materi kul'

"PRAGMATIK"

Dr. Nengah Arnawa, M.Hum.

NIP. 131902177

PENDAHULUAN

* Chomsky membuat dikotomi linguistik menjadi competence ‘kompetensi’ dan performance ‘performansi

* Competence merupakan sistem abstrak suatu bahasa (gramatika) yang jika dikuasai memungkinkan seseorang dapat menggunakan bahasa itu (Saussure menyebut langue)

* Performance merupakan tindak berbahasa (nyata) yang didasarkan pada comptence dan dipengaruhi oleh faktor non lingustik : situasi, topik, partisipan, dll. (Saussure menyebut dengan parole). Sejalan dengan ini, Thomas (1995) mengatakan ‘People do not always or even usully what they mean. Speakers frequently mean much more than their words actully say’

* Kajian pragmatik bersangkut paut dengan penggunaan bahasa seperti yang diungkapkan Thomas sehingga lebih dekat pada performace / parole

* Sejak filsafat bahasa dikembangkan, kajian bahasa diarahkan pada dua unsur : bentuk dan makna. Kajian ini dikembangkan oleh Charles Morris (1946) menjadi :

Syntactics : kajian hubungan antara unsur-unsur bahasa

Semantics : kajian hubungan unsur-unsur bahasa dengan maknanya

Pragmatics : kajian unsur-unsur bahasa dengan pemakai(an) bahasa itu

* Berdasarkan trikotomi itu, secara umum pragmatik dinyatakan sebagai ‘Meaning in use or meaning in context. Jadi, speaker meaning and those who equate it with utterance interpretation. Secara lebih tegas, Parker (1986) mengatakan ‘Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate’

* Simpulan : Pragmatik merupakan telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan. Keterlibatan konteks dalam interpretasi makna inilah yang membedakan semantik dengan pragmatik. Semantik mengkaji makna bebas konteks, sedangkan pragmatik terikat konteks.

Perbedaan Kajian Struktural dengan Pragmatik

* Linguistik struktural memusatkan kajiannya pada bentuk-bentuk bahasa dengan mengabaikan makna.

* Linguistik struktural lebih menekankan kajiannya pada sistem abstrak suatu bahasa, sehingga ia gagal menjelaskan bentuk (kalimat) yang anomali, misalnya Mobil saya hanya gerobak.

* Pragmatik menelaah bentuk bahasa dengan mempertimbangkan satuan-satuan yang ‘menyertai’ sebuah ujaran : konteks lingual (co-text) maupun konteks ekstralingual : tujuan, situasi, pasrtisipan, dll.

* Dengan mempertimbangkan konteks ini, pragmatik dapat menjelaskan ‘maksud’ kalimat anomali yang tidak dapat dijelaskan linguistik struktural.

* Realitas bahasa adalah tidak ada bahasa yang monolitik sehingga setiap bahasa memiliki variasi dalam penggunaan. Linguistik struktural tidak mampu menjelaskan mengapa variasi itu terjadi.

* Linguistik struktural menelaah bahasa dari sisi bentuk secara internal sedangkan pragmatik menalaah bentuk bahasa secara eksternal

Ruang Lingkup Pragmatik

* Berdasarkan konsep dasar itu, lingkup pragmatik :

Variasi bahasa

Tindak berbahasa

Implikatur percakapan

Teori deiksis

Praanggapan

Prinsip kerja sama

Prinsip kesopanan

Parameter pragmatik

Pragmatik dalam pengajaran bahasa

Variasi bahasa

* Bahasa mempunyai bentuk sesuai dengan situasi dan keadaan. Berdasarkan faktor penentunya, ada 4 kelompok variasi:

Regional variety : variasi bahasa yang dipakai pada daerah tertentu

Social variety : variasi bahasa yang disebabkan perbedaan strata sosial, sehingga menghasilkan ‘ragam bahasa golongan’

Functional variety : variasi bahasa akibat fungsi penggunaan bahasa itu. Variasi ini muncul karena faktor : tujuan, setting, partisipan, media, topik, dll.

Temporal / Chronological variety : variasi bahasa yang disebabkan perbedaan kurun waktu (diakronis) dalam perjalanan bahasa itu.

* Regional variety dipelajari dalam dialektologi, social variety dipelajari dalam sosiolinguitik, temporal / chronological variety dipelajari dalam linguistik historis. Jadi, yang menjadi kajian pragmatik hanya variasi fungsional (funtional variety).

* Secara fungsional, variasi bahasa dibedakan menjadi :

Frozen : ragam bahasa beku yang tidak boleh diubah, seperti: mantra, undang-undang, naskah negara, dll

Formal : ragam bahasa resmi yang digunakan dalam situasi resmi kenegaraan, pendidikan, dll.

Consultatif (ragam usaha) : ragam bahasa yang dipakai dalam lingkungan kerja suatu organisasi.

Casual (ragam santai) : ragam bahasa yang dipakai pada situasi tidak resmi

Intimate (ragam akrab) : digunakan untuk teman sebaya tetang topik yang tidak resmi, misalnya bermain-main, rekreasi, dll.

Tindak Berbahasa (Speech Acts)

* Apakah tindak berbahasa itu ?

Ø Dalam buku How To Do Things With Words (1962), Austin mengatakan bahwa dalam mengucapkan sesuatu, seseorang tidak hanya mengatakan sesuatu tetapi juga melakukan sesuatu. Misalnya : Saya akan bayar bulan depan (berjanji)

Ø Tindakan yang dilakukan dengan menggunakan ujaran disebut tindak bahasa / tindak tutur / tindak ujar (speech acts)

Tindak bahasa merupakan pokok bahasan pragmatik yang paling relevan untuk pengajaran bahasa karena tujuan pengajaran bahasa adalah memberikan keterampilan penggunaan bahasa dalam berbagai aktivitas dan situasi kepada pembelajar.

Pemunculan kajian tindak berbahasa dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa ungkapan / ekspresi bahasa dapat dimengerti hanya dalam kaitan dengan kegiatan / situasi yang menjadi konteks ungkapan / ekspresi bahasa itu.

Secara analitik, Austin membedakan bahwa sebuah ujaran dapat dilihat dari tiga hal : lokusi (locutionary act), ilokusi (illocutionary act), dan perlokusi (perlocutionary act).

Tindak lokusi (locutionary act):

Ø Tindak tutur untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something).

Ø Mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam satu ungkapan (hubungan subjek – predikat)

Ø Dilakukan penutur hanya untuk menyampaikan informasi tanpa tendensi melakukan sesuatu

Ø Analisis dilakukan bebas konteks (analisis gramatikal).

Tindak ilokusi (illocutionary act) = propositional act:

Ø Tindak tutur yang selain digunakan untuk mengatakan sesuatu tetapi juga digunakan untuk melakukan sesuatu (the act of doing something) : berjanji, bertanya, menawarkan, dll. Misalnya : Terima kasih, saya tidak merokok (menolak)

Ø Identifikasi tindak ilokusi harus mempertimbangkan partisipan dan konteks yang melatari sebuah ujaran.

Ø Dinyatakan dengan verba tindak ujar (speech act verb)

Ø Tindak ilokusi bagian sentral untuk memahami tindak tutur

Tindak perlokusi (perlocutionary act):

Ø Hasil atau efek pada pendengar yang ditimbulkan oleh ujaran sesuai dengan konteks penggunaannya (the act of affecting someone)

Ø Efek itu dapat disengaja atau tidak disengaja oleh penutur. Misalnya, Rumahnya jauh (pendengar diharapkan maklum).

* Mengapa tindak berbahasa perlu dipelajari ?

Mengucapkan sesuatu merupakan pelibatan diri dalam bentuk tingkah laku yang taat kaidah.

Semua komunikasi bahasa melibatkan tindak bahasa. Kalimat yang terucapkan merupakan pelaksanaan tindak berbahasa. Mengucapkan sebuah kalimat dalam kondisi tertentu adalah tindak berbahasa.

Tindak ujar merupakan unit minimal komunikasi bahasa.

Suatu bahasa mungkin memiliki keterbatasan kosa kata dan gramatikal tetapi tidak ada halangan bagi penutur bahasa itu untuk mengungkapkan maksud. Ini prinsip tindak ujar.

Tindak berbahsa yang diungkapkan dalam sebuah kalimat merupakan fungsi kalimat itu.

Setiap orang dapat menggunakan gramatikal / kosa kata secara ‘unik’ tetapi konteks penggunaannya mendukung maksud ujaran tersebut.

* Relevansi tindak bahasa pada pengajaran bahasa

Tujuan pengajaran bahasa (sampai SLTA) untuk memberikan keterampilan penggunaan bahasa (BI, BA, BD) sesuai dengan konteks penggunaannya.

Pengajaran gramatika ditata secara struktural sering mengabaikan makna dalam suatu tindak komunikasi; siswa cenderung menghafal kaidah gramatikal tetapi gagal menggunakannya dalam tindak berbahasa (komunikasi)

Pengajaran bahasa dilakukan dengan pendekatan komunikatif sehingga semua unsur gramatikal ditelaah dalam konteks riil penggunaan bahasa

Pengajaran bahasa ‘secara pragmatik’ berimplikasi kepada :

* Menerangkan hakikat penggunaan bahasa

* Mengembangkan silabus / kurikulum

* Mengembangkan buku ajar

Referensi dan tindak berbahasa

Perhatikan ujaran berikut ini !

    1. Putu membaca setiap pagi.
    2. Apakah Putu membaca setiap pagi ?
    3. Tu, membacalah setiap pagi !
    4. Andaikan Putu membaca setiap pagi.

Ø Ujaran 1 – 4 memiliki referen yang sama (Putu) dan predikat sama (membaca) tetapi mengekpresikan tindak ujar yang berbeda.

Ø Ini membuktikan bahwa dapat dibedakan antara referen dan predikasi dengan arti tindak ujar :

Ø Kalimat (1) menyatakan

Ø Kalimat (2) menanyakan

Ø Kalimat (3) memerintahkan

Ø Kalimat (4) mengandaikan

Analisis tindak berbahasa

* Tindak berbahasa dianalisis secara hierarkis, seperti berikut

tindak perlokusi

tindak ilokusi

tindak denotasi

tindak lokusi

tindak ucap

Kebenaran sebuah tindak ujar sangat tergantung pada beberapa kondisi :

1. Kejujuran

2. Kondisi persiapan ( apakah keadaan tindak berbahasa dan partisipan sesuai sehingga tindak ujar dapat terlaksana secara baik (sukses)

3. Kondisi pelaksanaan (apakah tindak berbahasa itu telah dilaksanakan secara wajar)

4. Kondisi pemenuhan (efek perlokusi yang ditetapkan)

Tuturan Performatif dan Konstantif

* Austin (dalam buku How to Do Things with Words) menjelaskan bahwa tuturan dapat digunakan untuk :

1. mengatakan sesuatu : Rabut saya hitam; Hidung saya satu.

2. melakukan sesuatu : Atas rahmat TYME, seminar

  • Tuturan yang digunakan untuk (1) disebut tuturan konstantif (constantive) dan untuk (2) disebut tuturan performatif (performative)
  • Tuturan performatif tidak mengandung nilai benar salah. Validitas tuturan performatif tergantung pd fecility conditions:
      1. Orang dan situasi harus sesuai
      2. Tuturan itu harus diujarkan penutur dan ditanggapi petutur secara sungguh-sungguh.
      3. Penutur dan petutur harus bersungguh-sungguh untuk melakukan tindakan itu.
  • Serale (murid Austin), memperluas syarat validitas itu menjadi
      1. Penutur + petutur memiliki niat sungguh-sungguh
      2. Penutur hrs yakin bhw petutur melakukan tindakan yang dimaksud
      3. Penutur yakin ia mampu melakukan tindakan itu
      4. Tuturan berupa merujuk pada waktu yang akan datang (future) dan bukan yang sudah terjadi (past)
      5. Tindakan itu dilakukan penutur + petutur, bukan oleh orang lain

Jenis-Jenis Tindak Tutur

* Pengklasifikasian jenis tindak tutur didasarkan atas (1) re-levansi modus dengan fungsi, dan (2) hubungan kata dengan maksud penggunaannya.

* Berdasarkan (1), dihasilkan jenis tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.

Tindak tutur langsung, apabila modus kalimat bersesuaian dengan fungsi kalimat itu.

* Berdasarkan modusnya, kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat berita, tanya, dan perintah

* Modus kalimat berita untuk menginformasikan sesuatu, kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu

Tindak tutur tidak langsung, apabila modus kalimat tidak sesuai dengan fungsi kalimat itu; misalnya kalimat berita untuk menyuruh seseorang, dll.

* Berdasarkan (2), dihasilkan jenis tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal

Tindak tutur literal, apabila makna kata yang digunakan bersesuaian dengan maksud kalimat tersebut; misalnya Sejak hargaBBM dinaikkan pemerintah, harga kebutuhan pokok pun semakin mahal.

Tindak tutur tidak literal, apabila makna kata yang digunakan tidak bersesuaian dengan maksud kalimat tersebut, misl. Suaramu bagus tetapi tidak layak masuk dunia rekaman.

* Berdasarkan indikator (1) dan (2), tidak tutur dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Tindak tutur langsung – literal

2. Tindak tutur tidak langsung – literal

3. Tindak tutur langsung – tidak literal

4. Tindak tutur tidak langsung – tidak literal

  • Tindak tutur langsung literal

Ø Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diujarkan dengan modus dan makna yang sama dengan maksud ujaran tersebut.

Contoh : Orang itu sangat pandai.

Jam berapa sekarang ?

Ambilkan buku itu !

  • Tindak tutur tidak langsung literal

Ø Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak bersesuaian maksud pengujarannya, tetapi makna kata pembentuk ujaran itu sesuai dengan maksud ujaran tsb.

Contoh : Lantai ini kotor (maksud : menyuruh membersihkan)

Ada penghapus ? (maksud : menyuruh mengambil)

  • Tindak tutur langsung tidak literal

Ø Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur dengan modus ujaran yang sesuai dengan maksud ujaran, tetapi makna kata pembentuk ujaran itu tidak sama dengan maksud ujaran tersebut.

Contoh : Prestasi belajarmu lumayan bagus, ada lima mata kuliah mendapat nilai E dan dua lainnya D.

Kembalilah merokok kalau ingin masuk rumah sakit !

  • Tindak tutur tidak langsung tidak literal

Ø Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak tutur dengan modus dan makna kata yang tidak sesuai dengan maksud ujaran.

Contoh : Suara radiomu tidak kedengaran (mkd: suara radio itu

terlalu keras dan disuruh memperkecil volume)

Apakah dilarang siswa berambut pendek di sekolahmu ?

(mkd : potong rambutmu)

Fungsi komunikatif tindak tutur

* Searle (1981) mengklasifikasi fungsi tindak tutur menjadi : asertif, direktif, komisif, dan ekspresif.

1. Tindak tutur asertif : ekspresi ujaran untuk menyatakan sesuatu (proposisi) sehingga petutur memiliki kepercayaan yang sama dengan penutur. Verba tindak ujar asertif : menegaskan, menduga, menyatakan, mengakui, menuntut, mendeklarasikan, membantah, menunjukkan, mempertahankan, mengemukakan, mengatakan, mengajukan, dll.

2. Tindak tutur direktif : ekspresi ujaran sedemikian rupa sehingga petutur melakukan sesuatu sesuai dengan maksud penutur. Bagi petutur, ekspresi ujaran direktif sebagai alasan untuk bertindak atau bersikap. Verba tindak ujar direktif : meminta, menanyakan, memerintah, melarang, menasihati, menyetujui, dll.

3. Tundak tutur komisif : ekspresi ujaran untuk menyatakan kepastian atau kesungguhan penutur untuk melakukan sesuai pada waktu yang akan datang. Verba tindak ujar komisif : berjanji dan menawarkan.

4. Tindak tutur ekspresif : ekspresi ujaran penutur untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada petutur. Verba tindak ujar ekspresif : meminta maaf, mengucapkan terima kasih, mengucapkan belasungkawa, dll.

Presuposisi, implikatur, dan entailment

* Presupposition (presuposisi) sering pula disebut praanggapan.

* Praanggapan adalah penyimpulan dasar mengenai konteks berbahasa yang membuat suatu ujaran bermakna (atau tidak bermakna) bagi penerima / pendengar ujaran itu dan membantu penutur menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakai untuk mengungkapkan makna / pesan.

Contoh : 1. Menteri binaraga mengeluarkan larangan bagi wanita

untuk menekuni olahraga itu.

2. Wanita Indonesia itu membeli burung itu.

Agar kalimat (1) bermakna (dimengerti) harus ada anggapan bahwa ada menteri binaraga dan ada wanita menekuni olahraga itu. Agar kalimat (2) bermakna harus ada anggapan (a) ada seorang wanita Indonesia, dan (b) ada seekor burung

Praanggapan semacam anggapan / pengetahuan latar belakang yang membuat suatu ujaran, tindakan, teori mempunyai makna atau masuk akal. Contoh :

1. John menulis surat kepada Harry = John dan Harry tidak buta

huruf

2. John mengatakan Harry terampil = ironi bila ternyata Harry

merusakkan sesuatu

3. Adolf menyapa pembantu dengan tuan = salah sangka

* Konsep praanggapan berawal dari falsafah tentang rujukan yang dikemukakan Gottlob Frege. Filosof ini menyatakan :

1. Frase / klausa waktu yang merujuk mengandung anggapan bhw frase / klausa tsb mempunyai rujukan nyata.

2. Sesuatu kalimat dan peniadaannya mempunyai praanggapan yang sama

3. Agar suatu pernyataan dapat dinyatakan benar atau tidak benar, praanggapannya haruslah haruslah benar / terpenuhi.

  • Jadi, prasyarat yang memungkinkan suatu pernyataan benar atau tidak benar disebut praanggapan atau simpulan pragmatic

TEORI PRAANGGAPAN PRAGMATIK

Ø Teori praanggapan pragmatik berpijak pada dua konsep dasar : kewajaran (appropriatness / fecility) dan pengetahuan bersama (mutual knowledge / common ground). Teori umum ini dijabarkan dalam pandangan berikut ini.

1. Ujaran A berpraanggapan pragmatik B jika A diungkapkan secara sungguh-sungguh dengan maksud B dan pendengar juga beranggapan B.

2. Suatu pernyataan berpraanggapan pragmatik B kalau pembicara percaya bahwa pendengar juga berpraanggapan B.

Implikatur

* Konsep implikatur digunakan untuk menerangkan perbedaan yang sering terjadi antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan (dimaksudkan).

* Implikatur sebuah tuturan tidak merupakan bagian dari tuturan yang mengimplikasikan, sehingga tidak merupakan konsekuensi mutlak.

Contoh :

1. Ali sekarang memelihara kucing.

2. Hati-hati menyimpan daging.

Tuturan (2) bukan bagian tuturan (1). Tuturan (2) muncul akibat inferensi dari latar belakang pengetahuan tentang kucing

* Oleh karena tidak ada hubungan, maka sangat mungkin sebuat tuturan mengimplikasikan tuturan lain yang tidak terbatas jumlahnya.

Kegunaan Konsep Implikatur

    1. Memungkinkan pejelasan fungsional yang bermakna atas fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.
    2. Memberikan penjelasan yang eksplisit tentang ucapan yang berbeda dengan maksud dan pemakai mengerti perbedaan itu.
    3. Menyederhanakan pemerian semantik dari hubungan antarklausa.
    4. Dapat menjelaskan metafora, tautologi

Entailment

Perbeda dengan implikatur, entailment merupakan hubungan mutlak dari suatu tuturan. Contoh : Ali membunuh Joni; entailmentnya : Joni mati.

Entailment merupakan ‘pengartian’ dari suatu tuturan. Contoh : Ulfa Dwiyanti seorang janda (ent. Ulfa Dwiyanti pernah menikah).

KALIMAT ANALITIS, KONTRADIKTIF, DAN SINTETIS

Ø Kalimat analitis adalah kalimat yang kebenarannya terletak pada kata-kata yang digunakan. Contoh : Pensil adalah alat tulis; Rumah adalah tempat tinggal.

Ø Kalimat kontradiktif adalah kalimat yang salah karena maknanya bertentangan dengan kata-kata yang digunakan. Contoh : Ayam binatang mamalia. Boing adalah alat angkutan darat.

Ø Kalimat sintesis adalah kalimat yang kebenarannya tergantung pada fakta-fakta luar bahasa. Contoh, Tetangga saya memelihara burung kakatua.

Prinsip Kerja Sama

* Bahasa salah satu alat berkerja sama dan aktivitas sosial. Grice merumuskan 4 maksim (aturan) kerja sama :

1. Maksim kuantitas : setiap perserta memberikan informasi secukupnya. Maknsim ini terdiri dari 2 aturan khusus :

a. Buat ujaran anda seinformatif yang diperlukan

b. Jangan buat ujaran anda lebih informatif dari yang diperlukan

2. Maksim kualitas : setiap peserta wajib mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim ini terdiri atas 2 aturan khusus:

a. Jangan katakan apa yang anda anggap salah

b. Jangan katakan sesuatu yang tidak didukung dengan bukti yang cukup

3. Maksim relevansi : setiap peserta harus mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan topik. Maksim ini terdiri atas satu aturan khusus, yakni perkataan anda harus relevan.

4. Maksim cara mengatur bagaimana sesuatu itu diungkapkan. Ungkapan harus jelas. Maksim ini terdiri dari 4 aturan khusus :

a. Hindari ketidakjelasan / kekaburan ungkapan

b. Hindari kedwimaknaan

c. Katakan secara singkat

d. Katakan secara teratur

Prinsip Kesopanan

* Pada hubungan interpersonal diperlukan prinsip kesopanan (politness principle), yang terdiri dari beberapa maksim :

1. Maksim kebijaksanaan (tact maxim). Maksim ini diungkapkan dengan tuturan imposif ‘mengagumkan’ dan komisif, yakni meminimalkan kerugian pada orang lain atau memaksimalkan keuntungan pada orang lain. Semakin panjang konstruksi semakin sopan tuturan itu. Tuturan tidak langsung lebih sopan daripada tuturan langsung. Memperbesar keuntungan pada orang lain = memperbesar kerugian pada diri sendiri (paradoks pragmatik)

2. Maksim penerimaan. Maksim ini mewajibkan penutur untuk memperbesar kerugian pada diri sendiri atau mengurangi keuntungan diri sendiri.

3. Maksim kemurahan : memaksimalkan rasa hormat pada orang lain dan mengurangi rasa hormat pada diri sendiri.

4. Maksim kerendahan hati : meminimalkan ketidakhormatan pada orang lain dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri

5. Maksim kecocokan : setiap penutur dan petutur wajib memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka.

6. Maksim kesimpatian : setiap penutur wajib memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya.

* Terkait dengan prinsip kerja sama dan kesopanan itu, ada tiga parameter pragmatik yang perlu diperhatikan :

1. Tingkat jarak sosial antara penutur dengan petutur, yang ditentukan oleh, antara lain : jenis kelamin, umur, latar belakang sosiokultural.

2. Tingkat status sosial yang didasarkan atas kedudukan asimetrik antara penutur dengan petutur dalam suatu konteks pertuturan.

3. Tingkat peringkat tindak tutur yang didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lain, misalnya saat meminjam uang, saat meminjam buku, dll.

DEIKSIS

Ø Deiksis : kata yang rujukannya berpindah-pindah

Ø Jenisnya ada 5 :

a. Deiksis orang : persona 1, 2, 3

b. Deiksis tempat : lokasi / ruang, seperti : di sini, di sana dll.

a. Deiksis waktu : jarak waktu : sekarang, kemarin, nanti

b. Deiksis wacana : merujuk pada bagian tertentu dalam wacana, yakni anafora merujuk pada bagian yang sudah disebutkan dan katafora merujuk pada bagian yang akan disebutkan

c. Deiksis sosial : merujuk pada perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang ada pada peserta (bandingkan dengan speech levels) beliau, bapak; umah, jero, puri, griya, dll.

Pragmatik dan Pengajaran Bahasa

* Tujuan pengajaran bahasa di SD – SLTA adalah agar para siswa terampil menggunakan bahasa (daerah / Indonesia / asing) untuk kepentingan komunikasi.

* Kasus 1:

(1) Pak, jam berapa upacara … dimulai ?

(2) Malam gelap sekali, bayangan …….

Murid menjawab (1) dengan mau dan (2) tidak kelihatan

Kunci jawaban (1) bendera dan tidak ada

Guru menyalahkan jawaban murid !?

* Pembelajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik harus mengembalikan pada kebutuhan pelajar yang sesuai dengan perkembangannya.

* Pendekatan Struktural dan Pendekatan Pragmatik

Dalam pendekatan struktural, anak-anak diajari sejumlah kaidah gramatikal untuk ‘dihafalkan’ dan hampir tidak pernah diajarkan bagaimana menggunakan kaidah itu dalam berbahasa (aktif reseptif / aktif produktif)

Dalam pendekatan pragmatik, gramatika diajarkan secara operasional dalam realitas tindak berbahasa. Pembahasan unsur gramatikal tertentu dikaitkan dengan konteks penggunaannya.

Kasus 2 : (1) Sudah jam berapa sekarang ?

(2) Sudah jam sepuluh.

Pendekatan struktural memandang kalimat (1) adalah kalimat interogatif dan kalimat (2) adalah deklaratif. Bagaimana kalau kalimat (1) dan (2) diujarkan oleh ibu kos yang mengelola pemondokan mahasiswi ketika ada tamu pria ?

Kasus 3. ihwal kaliamt elips.

(1) berenang

(2) Ali

(3) ke pasar

Kaum struktural mengklaim : (1) predikat, (2) subjek, (3) bukan subjek dan bukan predikat karena bukan verba dan nomina.

Bagaimana kalau :

(1) Berenang (kesukaan Iwan)

(2) (Dia bernama) Ali

(3) (Ibu) ke pasar.

Ihwal kalimat majemuk

Kasus 4 :

(1) Karena ia sakit, rapat tidak berlangsung

(2) Si Umi sakit sebab itu ia tidak sekolah

Kalimat (1) disebut KMB, kalimat (2) disebut KMS padahal keduanya memiliki hubungan sebab akibat.

Pokok bahasan prgamatik yang bukan pragmatik


a. membaca

b. kosa kata

c. struktur

d. menulis

e. prgmatik

Pengajaran Tata Bahasa dalam Konteks

* Tentang tata bahasa dalam belajar behasa, terdapat dua pandangan berbeda :

1. Sekelompok orang yang berpendapat belajar bahasa adalah belajar tata bahasa sebagai pegangan berbahasa

2. Sekelompok lainnya berpandangan bahwa belajar tata bahasa membuat orang tidak berani berbahasa.

* Pandangan itu hendaknya diarahkan kepada persoalan “Bagaimana sebaiknya tata bahasa itu diajarkan ?” Jawabnya, tata bahasa harus diajarkan secara kontekstual (pragmatik ) !

* Sejarah singkat pengajaran bahasa :

Menurut Stern (1986) pengajaran bahasa dibagi menjadi 4 periode :

      1. Periode I : 1880 – Perang Duni I

Penekanan pada bahasa tulis beralih ke bahasa lisan

Muncul IPA (International Phonetic Assotiation)

Memasukkan bahasa-bahasa modern ke dalam pendidikan

      1. Periode II : Perang Duni I – 1940

Muncul kesadaran pentingnya pengajaran bahasa

Metode yang gencar digunakan adalah pengajaran bahasa lewat membaca (reading approach)

Pengajaran kosa kata dimulai dari yang mudah dan frekuensi pemakaiannya tinggi ke yang sulit serta frekuensi pemakaiannya rendah

Penggunaan tes dalam belajar bahasa.

      1. Periode III : Perang Dunia II – 1970

Pengajaran bahasa dirasakan amat penting untuk kepentingan memenagkan perang

Pengajaran bahasa dipengaruhi linguistik struktural dan psikologi behavior

Pengajaran bahasa dilakukan dengan audiolingual dengan pola latihan (drill), latihan pola kalimat (pattern practice), muncul lab bahasa

      1. Periode IV : 1970 – 1980-an

Pada periode ini, pengajaran bahasa ditekankan pada rancangan isi kurikulum, bangun silabus.

Pengajaran tidak berpusat pada guru tetapi pada kebutuhan siswa (sesuai dengan keadaan siswa)

Pengajaran mengutamakan keterampilan berkomunikasi dan sambil jalan memperbaiki kesalahan struktur dan pengucapan

Simpulan : Pengajaran bahasa pada periode I – III menekankan pda form sedangkan pada IV function

Pengajaran Tata Bahasa

Hingga tahun 1970-an pengajaran bahasa diartikan pengajaran struktur bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dll) sehingga belajar bahasa dimaknai sebagai kegiatan menghafalkan kaidah-kaidah suatu bahasa.

Setelah tahun 1970-an pengajaran bahasa diarahkan kepada kemampuan berkomunikasi (sekecil apapun modal siswa). Model ini berpengaruh pada penyajian dan penataan buku ajar

Tata bahasa tetap dianggap perlu, tetapi harus dikemas dalam konteks penggunaan bahasa

Wilkins dan Widdowson mencoba ‘mengwinkan’ pengajaran tata bahasa dengan fungsi dengan label pendekatan functional – notional.

Kelemahan pendekatan struktural dan fungsional adalah keduanya mengajarkan bahasa secara terkotak-kotak (tidak global). Pada pendekatan struktural, bahasa ditampilkan sebagai serentetan butir-butir gramatikal sedangkan pada pendekatan fungsional bahasa disajikan berdasarkan butir-butir fungsi komunikasi. Komunikasi merupakan strategi dan kreativitas realisasi bahasa dalam konteks penggunaannya.

Pengajaran Tata Bahasa dalam Konteks

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan :

      1. Menyertakan konteks pada setiap ‘butir’ bahasa yang diajarkan
      2. Memberikan peluang agar siswa kreatif
      3. Membekali siswa dengan berbagai strategi ‘merangkai’ kalimat

Contoh : Buatlah kalimat dengan bahan :

(a) Kepalanya tidak pecah

(b) Ia memakai helm.

PRAGMATIK SEBAGAI PENDEKATAN PENGAJARAN BAHASA

* Pengajaran bahasa di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan kompetensi komunikatif pada para pembelajar. Sebagai ‘mode’ pengajaran bahasa, penganut pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan struktural telah gagal total.

* Keberhasilan pengajaran bahasa bergantung pada dua faktor utama, yakni : linguistik dan non-linguistik; sehingga strategi pembelajaran yang berhasil diterapkan pada satu kelompok belum tentu berhasil pada kelompok lain karena situasinya berbeda.

* Apakah yang dimaksud kompetensi komunikatif ? Kompetensi (competence) penguasaan sistem / kaidah bahasa yang benar-benar dihayati, yang memungkinkan kita mengenal struktur lahir dan struktur batin untuk membedakan kalimat yang benar dan salah dan untuk mengerti kalimat-kalimat yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Performansi (performance) adalah kemampuan membuat kalimat yang benar dan jelas yang mungkin belum pernah kita dengar sebelumnya. Kompetensi komunikatif dimaknai sebagai kemampuan pemakai bahasa untuk dapat menggunakan bahasa yang secara sosial dapat diterima (benar) dan memadai (Harimurti, 2001).

* Rivers (1971) mengatakah bahwa kompetensi komunikatif adalah interaksi linguistik dalam bahasa sasaran, yakni kemampuan untuk memungsikan kaidah gramatikal dalam setting yang betul-betul komunikatif. Hymes (1972) mengatakah bahwa selain variabel linguistik (gramatikal) kompetensi komunikatif juga menyangkup aturan-aturan sosial. Kompetensi komunikatif merupakan kemampuan memetakan kaidah linguistik dan sosial serta mengimplementasikannya dalam tindak berbahasa. Konsep-konsep ini yang melahirkan pendekatan pragmatik dalam pengajaran bahasa.

* Pendekatan pragmatik (komunikatif) menekankan ‘kebermaknaan’ yakni pilihan bentuk (ekspresi) untuk menyatakan maksud sesuai dengan faktor penentu kmunikasi.

* Bagamaimana penerapannya di kelas ?

Dalam percakapan, guru wajib menjelaskan situasi sosiolinguistik dan konteks budaya dan psikologis yang membingkai penggunaan bahasa. Penekanan diberikan kepada kewajaran pilihan ekspresi bahasa dalam setiap setting yang dirancang guru. Guru dapat mengubah-ubah variabel sosiolinguistik, budaya, dan psikologis sehingga siswa terlatih merumuskan pilihan bentuk yang sesuai.

* Dalam pengajaran membaca, guru diharapkan dapat memilih materi bacaan yang sesuai dengan tingkat perkembangan murid. Siswa dilatih untuk dapat memahami makna atau isi bacaan yang tersirat di balik bentuk-bentuk bahasa yang tersurat. Dalam pengajaran membaca, yang perlu diperhatikan adalah pengetahuan latar belakang yang berperan sebagai konteks. Tanya jawab dilakukan untuk mengetahui pemahaman isi bacaan, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Siswa dilatih memahami penggunaan ungkapan, idiom, gaya bahasa dll dalam bacaan.

* Dalam pengajaran mengarang. Mengarang pengungkapan gagasan dalam bentuk tertulis. Mengarang merupakan ‘bayangan’ dari kegitan membaca. Dalam mengarang, variabel konteks dan ko-teks menjadi pertimbangan pilihan bentuk bahasa. Perhatian guru diarahkan kepada kesesuaian bentuk (ekspresi) bahasa yang digunakan dalam karangan. Untuk itu hal-hal berikut ini perlu dilatih :

Kemampuan mengembangkan logika

Melatih dan mengembangkan imajinasi

Merangkai kata menjadi kalimat

Merangkai kalimat menjadi paragraf

Merangkai pargraf menjadi wacana

* Dalam pengajaran kosa kata. Kata merupakan symbol atas makna. Hubungan kata dengan maknanya tidaklah tunggal. Makna suatu kata sangat tergantung pada ko-teks dan konteksnya. Guru melatih siswa untuk menggunakan kosa kata, istilah, idiom, ungkapan, dll sesuai ko-teks dan konteks. Konteks kosa kata besa dalam bentuk asosiasi semantik, kolokasi, relasi semantik, dll.

* Ciri Pendekatan komunikatif :

Mengutamakan kebermaknaan (bukan bentuk dan struktur bhs)

Belajar bahasa = belajar berkomunikasi (materi diajarkan secara integrated)

Sasaran pengajaran keterampilan menggunakan bahasa secara lancar sesuai dengan konteksnya

Dapat menggunakan bahasa secara efektif

Materi disusun berdasarkan petimbangan isi dan fungsi serta disusun secara menarik

Variasi bahasa merupakan konsep sentral dalam meteri dan metodologi

Keanekaragaman alat sesuai kebutuhan

Penerjemahan dilakukan hanya bila diperlukan

Bahasa ibu dapat digunakan secara terbatas

Dialog diarahkan pada fungsi-fungsi komunikatif dan tidak dihafal

Tidak mengutamakan pengucapan yang asli tetapi pengucapan yang dapat dipahami

Drill dapat diberikan secara periferal

Pelajaran membaca dan menulis dapat diajarkan sejak awal

Bahasa dihasilkan secara trial-error berulang-ulang oleh siswa

Guru mendorong siswa untuk menggunakan bahasa yang dipelajari, baik kuantitas maupun kualitas.

Siswa dapat berinteraksi dengan orang lain melalui pendekatan proses kelompok sosial.

Bagaimana mengevaluasi ?

* Dalam pengajaran bahasa secara struktural, tes bahasa dibuat secara discrete point (terpisah-pisah) karena pengajaran unsur bahasa dilakukan secara terpisah.

* Dalam metode audiolingual tesnya berupa oral drill dan praktek pola kalimat dengan pijakan pada operant conditioning

* Dalam pendekatan pragmatik. Pendekatan ini mementingkan proses (rule formation process). Siswa diharapkan aktif, guru hanya pemberi informasi. Tes bahasa bercirikan : interaction, unpredictability, context, purpose, performace, authenticity, behavior-based. Tes dirancang secara integrated point. Syarat lain : situasi hidup bermakna dan otentik, motivasi, kebebasan bentuk bahasa, mengundang kritik atas kesalahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar