Selasa, 17 Mei 2011

Perlunya Wiweka Dalam Era Modernisasi

Perlunya Wiweka Dalam Era Modernisasi
Oleh: I Wayan Yasa, Werdhi Agung Sulut

Segala keberhasilan yang dicapai oleh manusia melalui usahanya yang maksimal kadang kala membawa manusia itu lupa terhadap hakekatnya, sehingga sering terjadi kekhawatiran dikalangan umat beragama bahwa kemajuan tekhnologi adalah merupakan penyebab-penyebab kemunduran kegiatan umat beragama. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena kurang siapnya diri kita untuk menghadapi kemajuan-kemajuan tersebut yang dihadapkan kepada kita maka daripada itu kita sebagai umat Hindu dituntut agar mampu meningkatkan kwalitas baik mental maupun spiritual.

Ilmu pengetahuan adalah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, yang dapat menghasilkan tekhnologi moderen adalah merupakan dorongan alami manusia untuk berkembang dan untuk meningkatkan hidup yang lebih baik lagi.

Untuk mencapai kemajuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan kecerdasan otak saja. Selain kecerdasan otak dan keterampilan, agama sangat memegang peranan penting dalam modernisasi dan industrialisasi dengan membekali sikap mental yang berupa ketekunan, kesungguhan yang penuh disiplin, berani bertanggung jawab, jujur dan berani menghadapi tantangan kehidupan. Berbicara masalah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan agama Hindu yang terlebih dahulu kita harus ketahui adalah mengenai sumber-sumbernya.

Adapun yang dikatakan sebagai sumber-sumber ilmu pengetahuan menurut ajaran agama Hindu adalah Weda yang merupakan kitab suci agama Hindu. Dalam usaha untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita sebagai umat Hindu pada khususnya generasi muda yang merupakan pewaris dan penerus diharapkan mampu untuk meningkatkan sumber daya manusia, agar kita tidak ketinggalan dalam mengikuti arus industrialisasi dan modernisasi dalam dunia moderen.

Dengan kemajuan tekhnologi yang sangat pesat ini, maka dalam usaha untuk mendapatkan pengetahuan itu akan lebih mudah. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersedianya media masa yang cukup moderen sehingga memudahkan bagi kita untuk dengan cepatnya dapat mengetahui beberapa kejadian.

Dalam ajaran agama Hindu dikatakan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan ada tiga cara yaitu:
1. Dengan cara Pretyaksa Premana yaitu cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara mengadakan pengamatan langsung di tempat kejadian.
2. Dengan cara Anumana Premana yaitu cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan melihat gejala-gejala yang ada.
3. Agama Premana yaitu cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara mempelajari kitab suci dan mendengarkan petunjuk-petunjuk dan orang yang dapat dipercaya kebenarannya.

Pengetahuan yang kita miliki pada umumnya berasal dari orang lain atau akibat pengaruh dari luar diri kita. Pengetahuan itu dapat timbul dari hasil pendengaran dan belajar dari orang lain, karena semakin sering kita mau mendengar dan belajar dari orang lain maka semakin banyaklah pengetahuan pada diri kita.

Bergaul adalah merupakan suatu proses belajar, karena orang lain yang kita ajak bergaul adalah penuntun kita, oleh karenanya mendengarkan nasehat-nasehat orang yang memperhatikan cara orang adalah merupakan suatu keharusan.

Kita sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan bahkan sering berbuat salah seperti : kurang sopan, melukai perasaan orang lain, menyinggung perasaan dan sebagainya. Di mana perbuatan seperti itu sering kali timbul dengan tanpa disadari dan dengan tidak disengaja.

Perbuatan seperti itu sering kita disadarkan oleh orang lain karena orang lain dengan bermacam cara mencoba menunjukkan kesalahan-kesalahan kita. Tidak sedikit orang bila kesalahannya ditunjukkan oleh orang lain akan menjadi marah dan penasaran, bahkan timbul menjadi dendam dan benci karena sifat-sifat yang demikian itu adalah merupakan sifat yang umum yang ada pada manusia. Namun sifat yang umum seperti itu kiranya tidak dapat dibenarkan adanya, sebab dengan adanya orang mau menunjukkan kekeliruan kita itu kita akan menyadari bahwa apa yang kita perbuat itu adalah keliru dan salah bahkan kita harus berterima kasih atas petunjuk dan nasehat-nasehatnya agar kita lebih cepat dapat memperbaiki sikap dan tingkah laku dalam melakukan akfifitas selanjutnya.

Akan tetapi hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan orang lain dan mengada-ada bahkan menjelek-jelekkan orang lain, hal seperti itu biasanya terjadi karena adanya persaingan baik persaingan bisnis maupun persaingan dalam etos kerja dalam usaha untuk meniti karier. Dan yang lebih sering terjadi adalah usaha seseorang untuk menjelek-jelekkan orang lain dengan tujuan untuk menutupi kesalahan-kesalahan dalam dirinya.

Kita sebagai umat manusia sudah sepatutnyalah untuk menerima saran-saran baik dari mana dan dari siapapun datangnya, namun dalam menerima saran-saran tersebut kita harus bersikap waspada dan menggunakan wiweka.

Janganlah kita beranggapan bahwa saran-saran yang benar itu hanya datangnya dari orang-orang yang pandai dan berpendidikan tinggi saja, melainkan orang yang bodoh pun dan berpendidikan rendah bisa memberikan saran-saran yang benar. Hal ini terbukti bahwa tidak sedikit orang-orang pandai yang saran-sarannya dapat mencelakakan orang lain, oleh karena itu kita harus tetap meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati. Tidak sedikit orang yang celaka karena kurang bersikap hati-hati baik dalam berpikir berkata dan berbuat, jika kita salah dalam berpikir, berkata dan berbuat maka akan menimbulkan dosa. Dari ketiga hal tersebut di atas yang paling menentukan adalah pikiran/manah, karena segala sesuatu yang akan diperbuat dan diucapkan awalnya bersumber dari pikiran.

Dalam kitab suci Sarasamuccaya 80 dikatakan sebagai berikut:
Apan ikang manah ngaranya,
ya ika witning indriya,
maprewertti ta ya ring çubha açubha karma,
matangnyan ikang manah juge prihen kahrtanya sekareng.

Artinya: Sebab yang disebut pikiran itu, adalah sumbernya nafsu, ialah yang menggerakkan perbuatan yang baik ataupun yang buruk; oleh karena itu pikiranlah yang segera patut diusahakan pengekangannya.

Dari uraian yang tersebut di atas sudah jelaslah bahwa bila seseorang dapat mengendalikan pikirannya, maka ia akan dapat mengendalikan perkataan dan perbuatannya sehingga dapat mengurangi dosa.

Minggu, 08 Mei 2011

SASTRA MAUTAMA

SASTRA MAUTAMA

Sadurung sang surya endag
Sabilang semeng nyantos saniscara
Manabdabang raga jagi kasekolah
Ngulati paplajahan mangda wikan teken satra
Wikan ring sajeroning kauripan
Ngamargiang suadarma ring kauripan

Duaning….
Tanpa sastra sejroning palajahan
Pastika nenten tatas indik kauripan
Ngamargiang sajeroning suadarman
Tata susila kaagamaan
Patut kauningin

Tan bina kadi sang surya lan bulan
Sahananing sastra mautama
Nyuryanin sakancan genah
Ngewetuang galang manah liang
Sebet hilang ati girang
Ngamargiang suadarma dados sisia


Olih: I Made Juliadi Supadi, Nime: 2007.II.2.0019, No: 11, Kelas: VA

Kamis, 05 Mei 2011

Pura Lempuyang Luhur

Pura Lempuyang Luhur
Hutan yang menghampar hijau berbalut awan tipis dan udara segar khas pegunungan sungguh membangkitkan ketakjuban yang begitu mendalam. Inilah kesan yang tertinggal ketika kami mengunjungi Pura Lempuyang Luhur yang berdiri kokoh di puncak bukit Gamongan, desa Purahayu, kecamatan Abang, Kabuaten Karangasem, Bali. Pura yang termasuk Sad Kahyangan Jagat ini (enam Pura besar di Bali) memiliki panorama alam yang sangat indah dan menawan. Selain menikmati keindahan vegetasi dan kesejukan hawa pegunungan, sepanjang pendakian pun anda dapat menikmati keindahan gunung Agung yang mempesona.

Menurut catatan sejarah, Pura Lempuyang Luhur merupakan tempat berstananya Dewa Içwara yang berada di timur penjuru mata angin Bali. Dewa Içwara atau Bhatara Agnijaya (Hyang Gnijaya) merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bhatara Agnijaya yang disebut juga Dewa Asthadhipalaka ini disejajarkan fungsi serta peranannya dengan Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Indra dan Dewa Shambu. Nama Sang Hyang Agnijaya yang merupakan putra dari Sang Hyang Parameçwara (maksudnya sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa) juga disebutkan di dalam Lontar Dewa Purana Bangsul.
Wayan Lara pemandu lokal menyebutkan bahwa ada sejumlah tahapan yang wajib dilalui oleh para pemedek (umat) maupun wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Lempuyang Luhur. Tahapan ini diawali dari Pura Penataran Agung Lempuyang yang memiliki bangunan dengan arsitektur khas Bali, kemudian Pura Telaga Mas dan Pura Telaga Sawang, kedua pura ini diyakini memiliki fungsi penyucian bagi umat atau wisatawan yang akan menuju puncak. Tahapan selanjutnya adalah Pura Lempuyang Madya, Pura Puncak Bisbis, Pasar Agung Lempuyang dan akhirnya Pura Lempuyang Luhur sebagai puncak dari rangkaian perjalanan. Hal menarik yang sekaligus menjadi keistimewaan Pura Lempuyang Luhur ini adalah tirta (air suci) yang berada di dalam serumpunan bambu yang tumbuh di area Pura Luhur tersebut

Telaga Waja

Lokasi:
Telaga Waja adalah sungai yang terletak di Desa Rendang, Kecamatan Rendang. Sungai ini sangat bagus untuk kegiatan arung jeram. Airnya jernih dan banyak lekuk dengan bebatuan besar sepanjang aliran sungai. Kegiatan arung jeram ini akan menguji nyali Anda untuk menaklukan tantangan alam ini.

Fasilitas:
Beberapa fasilitas penunjang pariwisata tersedia di tempat ini, seperti hotel-hotel kecil dan restoran.

Deskripsi:
Telaga Waja adalah sungai yang terletak di Desa Rendang, Kecamatan Rendang. Sungai ini sangat bagus untuk kegiatan arung jeram. Airnya jernih dan banyak lekuk dengan bebatuan besar sepanjang aliran sungai. Kegiatan arung jeram ini akan menguji nyali Anda untuk menaklukan tantangan alam ini.

Pemandangan sepanjang sisi sungai sangat mengagumkan dengan udaranya yang sejuk. Bagi mereka yang ingin mencoba tantangan arung jeram Telaga Waja akan menghadapi tingkat II dan tingkat III, juga bersebelahan dengan tingkat IV. Di tengah perjalanan, Anda akan menyaksikan air terjun yang mengagumkan.

Telaga Waja merupakan sungai yang memiliki aliran air yang tetap kontras dengan sungai Ayung yang dalam dan “tajam”. Ekspedisi Telaga Waja dimulai dari lembah terbuka Desa Rendang.

Anda dapat menyaksikan keindahan pemandangan di dibawah aliran air terjun jernih yang menakjubkan. Di kejauhan, anak-anak desa bermain di sungai dan para petani bekerja di sawah.

Titik awal arung jeram adalah Desa Rendang, sementara titik akhirnya di Desa Muncan. Pada titik akhir Anda bisa mandi untuk membersihkan badan. Selanjutnya Anda dapat menikmati sarapan pagi sambil menyaksikan pemandangan Bali yang mengagumkan dari restoran

Taman Ujung Soekasada.

Taman Ujung Soekasada.

Salah satu tempat wisata cantik yang ada di Bali Timur (Karangasem) adalah Taman Ujung Soekasada.Taman Soekasada Ujung merupakan salah satu situs kerajaan, berlokasi di dekat pantai di desa Tumbu, kecamatan Karangasem yang dikembangkan sebagai salah satu kawasan pariwisata kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 10 dari kota Amlapura , ke arah selatan, 30 menit dari kawasan pariwisata Candidasa, dan kira-kira 2 jam jaraknya dari kota Denpasar.
Taman Soekasada Ujung dibangun pada tahun 1919 pada masa pemerintahan Raja I Gusti Bagus Jelantik ( 1909 – 1945 ) yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1921. Taman ini dipergunakan sebagai tempat peristirahatan raja selain Taman Tirtagangga, dan juga diperuntukkan sebagai tempat menjamu tamu-tamu penting seperti raja-raja atau kepala pemerintahan asing yang berkunjung ke kerajaan Karangasem.
Dalam areal Taman Soekasada Ujung terdapat beberapa bangunan juga kolam besar dan luas. Ada 3 ( tiga ) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utama berada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “Bale Kapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal. Selanjutnya dari entrance bale ini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga. Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.

Taman Soekasada Ujung dikembangkan sebagai obyek wisata budaya karena kemegahan dan kekhasan bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur Bali dan Eropa. Kondisinya yang rusak berat akibat letusan Gunung Agung – gunung terbesar di Bali – pada tahun 1963 semakin diperparah lagi dengan terjadinya gempa hebat di tahun 1976 yang meninggalkan puing-puing bangunan, namun tidak meninggalkan kesan megahnya. Untuk mengembalikan kemegahan Taman Soekasada Ujung, maka pada tahun 2001-2003 Pemerintah Kabupaten Karangasem memanfaatkan dana bantuan Bank Dunia membangun kembali Taman Soekasada Ujung dengan tujuan untuk mengembalikan keberadaannya kepada bentuk semula demi melestarikan warisan budaya yang menjadi kebanggaan Karangasem.

Dalam areal Taman Soekasada Ujung terdapat beberapa bangunan juga kolam besar dan luas. Ada 3 ( tiga ) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utama berada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “Bale Kapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal. Selanjutnya dari entrance bale ini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga. Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.

Sesuai predikatnya sebagai Taman Air Kerajaan atau The Water Palace, maka Taman Soekasada Ujung memiliki 3 ( tiga ) buah kolam besar dan luas. Di tengah kolam I di sisi paling utara terdapat bangunan utama yang disebut “Bale Gili” yang dihubungkan oleh jembatan menuju arah selatan.

Di tengah-tengah kolam ini terdapat patung-patung dan pot-pot bunga. Di sebelah barat kolam I, di tempat yang agak tinggi terdapat bangunan berbentuk bundar, yang disebut “Bale Bunder” yang difungsikan sebagai tempat untuk menikmati keindahan taman dan panorama alam di sekitarnya. Di sebelah barat laut Bale Bunder, pada areal terasering yang tinggi terdapat bangunan persegi empat panjang yang disebut “Bale Lunjuk”. Ada sekitar 107 anak tangga menuju bangunan ini dari arah timur. Di tengah kolam II di sisi selatan kolam I terdapat bangunan yang disebut “Bale Kambang”. Bangunan ini dahulu berfungsi sebagai tempat jamuan makan untuk para tamu kerajaan. Di sebelah timur kolam II terdapat kolam III yang disebut Kolam Dirah dan merupakan kolam pertama yang dibuat oleh Raja Karangasem. Di areal sebelah utara taman, di tempat yang tinggi terdapat patung “warak” ( badak ) dan juga patung “banteng” yang dari mulut kedua patung tersebut air memancur keluar menuju kolam. Dan sekitar 250m di sebelah utara taman ini tedapat sebuah pura bernama “Pura Manikan” yang juga dibangun oleh Raja Karangasem.

Dikutip dari berbagai sumber

Taman Tirtagangga

Taman Tirtagangga merupakan salah satu obyek wisata yang terletak di desa Ababi, kecamatan Abang, Karangasem. Jaraknya sekitar 5 km ke arah utara dari kota Amlapura dan dibangun pada tahun 1948 oleh Raja Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem.

Sebelum dibangun, taman ini merupakan areal mata air besar dan masyarakat menyebutnya dengan embukan, artinya mata air. Mata air ini difungsikan oleh pnduduk dari desa-desa sekitarnya sebagai tempat mencari air minum dan tempat pesiraman atau penyucian Ida Betara ( para dewa ), oleh karena itu mata air itu disakralkan oleh penduduk setempat.

Dari mata air inilah kemudian Raja Karangasem mendapat ide untuk membangun sebuah taman terlebih karena alamnya didukung oleh udara yang sejuk, yang kemudian diberi nama Taman Tirtagangga. Sama halnya dengan Taman Soekasada Ujung, maka Taman Tirtagangga memiliki keterikatan kuat dengan Puri Agung Karangasem.

Dalam areal Taman Tirtagangga terdapat beberapa kolam besar yang difungsikan sebagai kolam ikan dan tempat permandian. Air yang mengalir melalui pancuran-pancuran besar dan kecil yang keluar dari mulut patung-patung di kolam ini berasal dari sumber mata air sehingga terasa sejuk dan menyegarkan. Di tempat ini terdapat menara air mancur dan patung teratai bertingkat yang membagi dua buah kolam besar.

Pada masa kini Taman Tirtagangga berfungsi secara religius, sosial, dan juga sebagai hiburan. Secara religius, mata air di tempat tersebut dimanfaatkan sebagai air suci bagi masyarakat sekitarnya di samping sebagai tempat untuk upacara Dewa Yadnya dan Metirtayatra.

Sumber Foto : www.karangasemtourism.com

Minggu, 01 Mei 2011

Ramayana

Ramayana dari bahasa Sansekerta (??????) R?mâya?a yang berasal dari kata R?ma dan Aya?a yang berarti “Perjalanan Rama”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata.

Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.

Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.

Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:

1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda

Daftar kitab

Wiracarita Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Urutan kitab menunjukkan kronologi peristiwa yang terjadi dalam Wiracarita Ramayana.
Nama kitab Keterangan
Balakanda Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
Ayodhyakanda Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita dan Lakshmana karena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
Aranyakanda Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayu dengan Rawana.
Kiskindhakanda Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur Kerajaan Alengka.
Sundarakanda Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun jembatan Situbanda yang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
Yuddhakanda Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang Rama dengan pasukan rakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
Uttarakanda Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.