Retorika (rethoric) secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berbicara. Kini lebih dikenal dengan nama Public Speaking. Dewasa ini retorika cenderung dipahami sebagai “omong kosong” atau “permainan kata-kata” (“words games”), juga bermakna propaganda (memengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku orang lain).
Teknik propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling (pemberian julukan buruk, labelling theory), Glittering Generalities (kebalikan dari name calling, yakni penjulukan dengan label asosiatif bercitra baik), dan Eufemism (penghalusan kata untuk menghindari kesan buruk atau menyembunyikan fakta sesungguhnya).
Gaya Bahasa Retorika
1. Metafora (menerangkan sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal dengan
mengidentifikasikannya dengan sesuatu yang dapat disadari secara langsung, jelas dan
dikenal, tamsil);
2. Monopoli Semantik (penafsir tunggal yang memaksakan kehendak atas teks yang
multi-interpretatif);
3. Fantasy Themes (tema-tema yang dimunculkan oleh penggunaan kata/istilah bisa
memukau khalayak);
4. Labelling (penjulukan, audiens diarahkan untuk menyalahkan orang lain),
5. Kreasi Citra (mencitrakan positif pada satu pihak, biasanya si subjek yang berbicara);
6. Kata Topeng (kosakata untuk mengaburkan makna harfiahnya/realitas sesungguhnya);
7. Kategorisasi (menyudutkan pihak lain atau skenario menghadapi musuh yang terlalu
kuat, dengan memecah-belah kelompok lawan);
8. Gobbledygook (menggunakan kata berbelit-belit, abstrak dan tidak secara langsung
menunjuk kepada tema, jawaban normatif-diplomatis);
9. Apostrof (pengalihan amanat dengan menggunakan proses/kondisi/pihak lain yang
tidak hadir sebagai kambing hitam yang bertanggung jawab kepada suatu masalah).
Retorika Dakwah
Retorika Dakwah dapat dimaknai sebagai pidato atau ceramah yang berisikan pesan dakwah, yakni ajakan ke jalan Tuhan (sabili rabbi) mengacu pada pengertian dakwah dalam QS. An-Nahl:125:
“Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang
baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik…”
Ayat tersebut juga merupakan acuan bagi pelaksanaan retorika dakwah. Menurut Syaikh
Muhammad Abduh, ayat tersebut menunjukkan, dalam garis besarnya, umat yang
dihadapi seorang da’i (objek dakwah) dapat dibagi atas tiga golongan, yang masing-
masingnya dihadapi dengan cara yang berbeda-beda sesuai hadits: “Berbicaralah kepada
manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka”.
a. Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat
tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan
hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akan mereka.
b. Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan
mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil
dengan mau’idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-
ajaran yang mudah dipahami.
c. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat.
Retorika Islam
Retorika dakwah sendiri berarti berbicara soal ajaran Islam. Dalam hal ini, Dr. Yusuf Al-
Qaradhawi dalam bukunya, Retorika Islam (Khalifa, 2004), menyebutkan prinsip-prinsip
retorika Islam sebagai berikut:
1. Dakwah Islam adalah kewajiban setiap Muslim.
2. Dakwah Rabbaniyah ke Jalan Allah.
3. Mengajak manusia dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik.
4. Cara hikmah a.l. berbicara kepada seseorang sesuai dengan bahasanya, ramah,
memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan, serta gerakan bertahap.
Secara ideal, masih menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, karakteristik retorika Islam a.l.
1. Menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan material.
2. Memikat dengan Idealisme dan Mempedulikan Realita.
3. Mengajak pada keseriusan dan konsistensi, dan tidak melupakan istirahat dan berhibur.
4. Berorientasi futuristik dan tidak memungkiri masa lalu.
5. Memudahkan dalam berfatwa dan menggembirakan dalam berdakwah.
6. Menolak aksi teror yang terlarang dan mendukung jihad yang disyariatkan.
(www.romeltea.com).*
Referensi : dari berbagai sumber. Bahasan lengkap versi saya tentang Public Speaking
tertuang dalam buku “Lincah Menulis Pandai Bicara”, terbitan Nuansa Bandung, e-mail:
ynuansa@telkom.net.*
ttp://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=47548
Memahami Retorika dalam Dialektika Komunikasi
Oleh : Muhammad Khairil*
PEPATAH klasik mengingatkan bahwa “berbicaralah, supaya saya dapat melihat dan mengenal
anda”. Pepatah tersebut dipertegas oleh Martin Luther bahwa “siapa yang pandai bicara maka
dialah manusia. Sebab berbicara adalah kebijaksanaan dan kebijaksanaan adalah berbicara”.
Bicara menunjukkan bangsa, bicara juga mengungkapkan apakah anda orang terpelajar atau
kurang ajar. Quintillianus mengatakan bahwa “tidak ada anugerah yang lebih indah, yang
diberikan oleh para dewa selain keluhuran berbicara”.
“Ilmu bicara” dikenal sebagai retorika. Retorika berarti seni untuk berbicara baik (Kunst, gut zu
reden atau Art bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan
teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik dan dipergunakan
dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya dituntut berbicara
lancer, namun lebih pada kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, padat, jelas
dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang
tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat.
Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan
kesanggupan berbicara. Itu berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas
supaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat waktu dan efektif karena apa gunanya
berbicara kalau tidak membawa efek. Dalam konteks ini sebuah pepatah mengungkapkan bahwa
“Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara seperti halnya
orang yang menebak banyak belum tentu penebak yang baik dan benar”.
Dalam pemaknaannya, retorika diambil dari bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Sedangkan Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya Modern Rhetoric mendefenisikan retorika sebagai the art of using language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif. Hampir senada dengan hal tersebut Aristoteles mengartikan retorika sebagai The art of persuasion.
Perspektif retorika tentang komunikasi antarpersonal menyatakan bahwa konsep dan prinsip
tradisonal retorika untuk mempengaruhi masyarakat, sama baiknya diterapkan pada komunikasi
yang akrab dan antarpersonal. Substansi retorika bertujuan fungsional. Menurut Harold Barrett
(1996) bahwa pemakai retorika berusaha “agar efektif, untuk mendapatkan jawaban, menjadi
orang, dikenali, didengarkan, dishahihkan, dimengerti dan diterima”. Tujuan interaksi retoris
merupakan dasar bersama tempat menjalin hubungan secara sukses. Orang-orang dalam
komunikasi antarpersonal, (masih menurut Barret) harus berusaha keras supaya efektif dan etis,
setiap saat menunjukkan penghargaan terhadap keberadaan orang lain, penghargaan terhadap
nilai intrinsic mereka sebagai manusia.
Secara substansial terdapat beberapa faktor situasional yang mempengaruhi proses komunikasi
dan persepsi seseorang dalam interaksi antarpersonalnya yaitu pertama, deskripsi verbal adalah
penggambaran secara langsung tentang seseorang. Ketika seseorang menceritakan bahwa
“wanita itu tinggi, putih, cerdas, rajin, lincah dan kritis” maka sudah terbayang bahwa wanita itu
cantik, bahagia, humoris dan pandai bergaul (pada saat membayangkan maka deskripsi verbal
telah berlangsung).
Kedua, Proksemik yaitu studi tentang penggunaan jarak dalam penyampaian pesan. “ Ketika
Saudara menghadap seorang pejabat lalu Ia mempersilakan saudara duduk pada kursi yang
tersedia sementara Ia duduk jauh dari saudara bahkan dihalangi oleh meja lebar maka saudara
mempersepsikan bahwa pejabat tersebut sebagai orang yang tidak begitu terbuka sehingga
saudara lebih berhati-hati berbicara dengannnya. Ketiga, Kinesik adalah ekspresi sikap dan
gerak tubuh seseorang. Untuk memperjelas tentang kinesik, maka silakan pembaca jawab
pertanyaan, bagaimana pendapat dan penilaian saudara ketika seseorang berbicara terpatah-
patah, kedua telapak tangannya saling meremas dan diletakkan di atas kedua paha yang
dirapatkan? (Jawaban pembaca merupakan persepsi yang didasarkan atas kinesik).
Keempat, Paralinguistik yaitu cara bagaimana seseorang mengucapkan lambang-lambang
verbal, meliputi tinggi rendahnya suara, tempo bicara dan proses bagaimana menyampaikan
pesan. Tempo bicara yang lambat, ragu-ragu, dan tersendat-sendat akan dipahami sebagai
ungkapan rendah diri atau “kebodohan”. Kelima, artifaktual yaitu meliputi segala macam
penampilan mulai dari potongan rambut, kosmetik yang dipakai, baju, tas, kendaraan dan atribut-
atribut lainnya. Persepsi bahwa seseorang kaya karena Ia mengendari mobil mewah, potongan
rambut yang rapi, menggunakan jas dan berbagai atribut parlente lainnya (padahal tahukah
saudara bahwa ia hanya seorang supir!).
Semua orang merindukan bisa menjelaskan sesuatu dengan baik, namun tidak semua bisa
melakukannya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu yang dipelajari, keterbatasan
kesungguhan untuk melatih diri, dan keterbatasan dari kegigihan serta semangat. Itulah hal yang
terkadang membuat kualitas dalam penyampaian sesuatu tidak meningkat.
Kemampuan menyampaikan ide hampir sama pentingnya dengan ide itu sendiri. Artinya sebuah
ide yang baik, menarik dan penting ternyata akan kurang bermakna jika disampaikan oleh
seseorang yang kemampuan komunikasinya terbatas. Sebaliknya, ide yang sederhana bahkan
kurang penting akan terkesan luar biasa jika disampaikan dengan teknik komunikasi yang baik.
Peningkatan penyajian informasi dalam dialektika retoris-etis antarpersonal dapat dilakukan
melalui pemaparan fakta yaitu pernyataan yang menunjukkan bahwa sesuatu itu benar. Ada tiga
kriteria yang dijadikan tolak ukur yaitu pertama relevancy adalah fakta yang diungkapkan
bermanfat atau relevan dengan kepentingan pembicara dan pendengar. Kedua, Sufficiency yaitu
fakta dapat mendukung gagasan utama dalam pembicaraan. Ketiga atau yang terakhir adalah
Plausibility yaitu sumber-sumber fakta harus dapat dipercaya nilai kebenarannya.
Sebagai refleksi akhir dalam tulisan ini mengingat kembali tentang seorang kopral kecil, veteran
Perang Dunia II berhasil naik menjadi kaisar Jerman. Dalam bukunya Main Kampf dengan tegas
Hitler mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya berbicara. Ich
Konnte reden, ungkapnya. Lebih lanjut Ia mengungkapkan bahwa Jede Grosse Bewegung Auf
Dieser Erde Verdankt ihr Wachsen den grosseren rednern und nicht den grossen schreibern
(setiap gerakan besar di dunia ini dikembangkan oleh ahli-ahli pidato dan bukan oleh jago-jago
tulisan).
* Muhammad Khairil, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Untad dan Saat ini Sedang Menempuh Program Pascasarjana (Doktoral/S3) Ilmu Komunikasi di Universitas Padjdjaran Bandung.
edwi.dosen.upnyk.ac.id/KULIAH%202%20RETORIKA.doc
Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain, bukanlah sekadar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif), menghibur (rekreatif), dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilahretorika. Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika seringkali disamakan dengan istilahpidato. Pada kesempatan ini, kita akan sama-sama membicarakan dan berlatih bagaimana kita harus mempersiapkan dan melakukan pidato, agar pidato kita itu memiliki daya tarik, informatif, rekreatif, dan persuasif.
PENGERTIAN PIDATO
Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh pidato yaitu seperti pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya.
Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik.
Tujuan Pidato
Pidato umumnya melakukan satu atau beberapa hal berikut ini
1. Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela.
2. Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain.
3. Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain
senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.
JENIS-JENIS PIDATO
Berdasarkan pada ada tidaknya persiapan, sesuai dengan cara yang dilakukan
waktu persiapan, kita dapat membagi jenis pidato kedalam empat macam, yaitu:
impromtu, manuskrip, memoriter, dan ekstempore.
Pidato impromtu adalah pidato yang dilakukan secara tiba-tiba, spontan, tanpa
persiapan sebelumnya. Apabila Anda menghadiri sebuah acara pertemuan, tiba-tiba Anda dipanggil untuk menampaikan pidato, maka pidato yang Anda lakukan disebut impromtu. Bagi juru pidato yang berpengalaman, impromtu memiliki beberapa keuntungan: (1) Impromtu lebih dapat mengungkapkan perasaan pembicara yang sebenarnya, karena pembicara tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikannya, (2) Gagasan dan pendapatnya dating secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup, dan (3) Impromtu memungkinkan Anda terus berpikir. Tetapi bagi juru pidato yang masih “hijau”, belum berpengalaman, keuntungan-keuntungan di atas tidak akan tampak, bahkan dapat mendatangkan kerugian sebagai berikut: (1) Impromtu dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah, karena dasar pengetahuan yang tidak memadai, (2) Impromtu mengakibatkan penyampaian yang tersendat-sendat dan tidak lancar, (3) gagasan yang disampaikan bisa “acak-acakan” dan ngawur, dan (4) Karena tiadanya persiapan, kemungkinan “demam panggung” besar sekali. Jadi, bagi yang belum berpengalaman, impromtu sebaiknya dihindari daripada Anda tampak “bodoh” di hadapan orang lain.
Pidato Manuskrip adalah pidato dengan naskah. Juru pidato membacakan naskah pidato
dari awal sampai akhir. Di sini lebih tepat jika kita menyebutnya”membacakan pidato” dan bukan “menyampaikan pidato”. Pidato manuskrip perlu dilakukan jika isi yang disampaikan tidak boleh ada kesalahan. Misalnya, ketika Anda diminta untuk melaporkan keadaan keuangan DKM, berapa pemasukan, dari mana saja sumbernya, dan berapa pengeluaran serta untuk apa uang dikeluarkan, Anda perlu menuliskannya dalam bentuk naskah dan baru kemudian membacakannya.
Pidato manuskrip tentu saja bukan jenis pidato yang baik walaupun memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut: (1) Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan arti yang tepat dan pernyataan yang gamblang, (2) Pernyataan dapat dihemat, karena manuskrip dapat disusun kembali, (3) Kefasihan bicara dapat dicapai karena kata-kata sudah disiapkan, (4) Hal-hal yang ngawur atau menyimpang dapat dihindari, dan (5) Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak.
Namun demikian, ditinjau dari proses komunikasi, pidato manuskrip kerugiannya cukup berat: (1) Komunikasi pendengar akan akan berkurang karena pembicara tidak berbicara langsung kepada mereka, (2) Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik karena ia lebih berkonsentrasi pada teks pidato, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku, (3) Umpan balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek atau memperpanjang pesan, dan (4) Pembuatannya lebih lama.
Pidato Memoriter adalah pidato yang ditulis dalam bentuk naskah kemudian dihapalkan
kata demi kata, seperti seorang siswa madrasah menyampaikan nasihat pada acara imtihan. Pada pidato jenis ini, yang penting Anda memiliki kemampuan menghapalkan teks pidato dan mengingat kata-kata yang ada di dalamnya dengan baik. Keuntungannya (jika hapal), pidato Anda akan lancar, tetapi kerugiannya Anda akan berpidato secara datar dan monoton, sehingga tidak akan mampu menarik perhatian hadirin.
Pidato Ekstempore adalah pidato yang paling baik dan paling sering digunakan oleh
juru pidato yang berpengalaman dan mahir. Dalam menyampaikan pidato jenis ini, juru pidato hanya menyiapkan garis-garis besar (out-line) dan pokok-pokok bahasan penunjang (supporting points) saja. Tetapi, pembicara tidak berusaha mengingat atau menghapalkannya kata demi kata.Out- line hanya merupakan pedoman untuk mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Keuntungan pidato ekstempore ialah komunikasi pendengar dan pembicara lebih baik karena pembicara berbicara langsung kepada pendengar atau khalayaknya, pesan dapat fleksibel untuk diubah sesuai dengan kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan. Pidato jenis ini memerlukan latihan yang intensif bagi pelakunya.
Jenis-jenis pidato juga dapat diidentifikasi berdasarkan tujuan pokok pidato yang
disampaikan. Berdasarkan tujuannya, kita mengenal jenis-jenis pidato:pidato
informatif, pidato persuasif, dan pidato rekreatif. Pidato informatif adalah pidato
yang tujuan utamanya untuk menyampaikan informasi agar orang menjadi tahu tentang sesuatu. Pidato pesuasif adalah pidato yang tujuan utamanya membujuk atau mempengaruhi orang lain agar mau menerima ajakan kita secara sukarela bukan sukar rela. Pidato rekreatif adalah pidato yang tujuan utamanya adalah menyenangkan atau menghibur orang lain. Namun demikian, perlu disadari bahwa dalam kenyataannya ketiga jenis pidato ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling melengkapi satu sama lain. Perbedaan di antara ketiganya semata-mata hanya terletak pada titik berat (emphasis) tujuan pokok pidato.
Berdasarkan pada sifat dari isi pidato, pidato dapat dibedakan menjadi :
1. Pidato Pembukaan, adalah pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau
mc.
2. Pidato pengarahan adalah pdato untuk mengarahkan pada suatu pertemuan.
3. Pidato Sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan waktu yang terbatas secara bergantian.
4. Pidato Peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang yang berpengaruh untuk
meresmikan sesuatu.
5. Pidato Laporan, yakni pidato yang isinya adalah melaporkan suatu tugas atau kegiatan.
6. Pidato Pertanggungjawaban, adalah pidato yang berisi suatu laporan
pertanggungjawaban.
TAHAP PERSIAPAN PIDATO
Sebelum berpidato, berdakwah, atau berceramah, kita harus mengetahui lebih
dulu apa yang akan kita sampaikan dan tingkah laku apa yang diharapkan dari khalayak
kita; bagaimana kita akan mengembangkan topik bahasan. Dengan demikian, dalam tahap persiapan pidato, ada dua hal yang harus kita lakukan, yaitu: (1) Memilih Topik dan Tujuan Pidato dan (2) Mengembangkan Topik Bahasan.
1. Memilih Topik dan Tujuan Pidato
Seringkali kita menjadi bingung ketika harus mencari topik yang baik, seakan- akan dunia ini kekeringan bahan pembicaraan, seakan-akan kita tidak memiliki keahlian apa-apa. Jangan bingung, karena sebenarnya setiap orang memiliki keahlian masing- masing, hanya kita seringkali tidak menyadarinya. Mang Endang mungkin tidak dapat berbicara tentang hukum waris dengan baik, tetapi Mang Endang dapat dengan lancar berbicara tentang cara memperbaiki mobil yang rusak. Pak Haji Holis mungkin akan sangat lancar berbicara tentang hukum waris, tetapi hampir pasti beliau akan gagap jika diminta menjelaskan bagaimana caranya memperbaiki mobil yang mogok. Inilah yang disebut keahlian spesifik. Setiap orang punya potensi untuk ahli di bidangnya masing- masing. Hal yang akan menjadi masalah bagi seseorang ketika harus berpidato adalah jika orang itu memaksakan diri berbicara tentang persoalan yang tidak dikuasainya, hal yang tidak dipahaminya (Numawi kitu, ulah maksakeun anjeun nyarios anu urang
nyalira henteu ngartos kana naon anu dicarioskeun!).
Untuk membantu Anda menemukan topik bahasan dalam pidato, Profesor Wayne N.
Thompson menyusun sitematika sumber topik sebagai berikut:
o
Pengalaman Pribadi:
o
Perjalanan
o
Tempat yang pernah dikunjungi
o
Wawancara dengan tokoh
o
Kejadian luar biasa
o
Peristiwa lucu
o
Kelakukan atau adat yang aneh
o
Hobby dan Keterampilan: Cara melakukan sesuatu, Cara bekerja sesuatu
o
Peraturan dan tata cara
o
Pengalaman Pekerjaan dan Profesi
o
Pekerjaan tambahan
o
Profesi Keluarga
o
Masalah Abadi
o
Agama
o
Pendidikan
o
Masalah kemasyarakatan
o
Persoalan pribadi
o
Kejadian Khusus: Perayaan atau peringatan khusus (Misalnya, Maulud
Nabi)
o
Peristiwa yang erat kaitannya dengan peringatan
o
Minat Khalayak: Pekerjaan, Rumah tangga, Kesehatan dan penampilan
o
Tambahan ilmu
Kriteria Topik yang Baik
Untuk menentukan topik yang baik, kita dapat menggunakan ukuran-ukuran sebagai
berikut:
Topik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan Anda
Topik yang paling baik adalah topik yang memberikan kemungkinan Anda lebih tahu daripada khalayak, Anda lebih ahli dibandingkan dengan kebanyakan pendengar. Jika Anda merupakan orang yang paling tahu tentang tata cara sholat yang baik dibandingkan dengan orang lain, maka berpidatolah dengan tema atau topik itu; sebaliknya jika Anda tidak begitu paham tentang tata cara sholat yang baik, jangan pernah Anda memaksakan diri untuk berbicara tentang masalah itu.
Topik harus menarik minat Anda
Topik yang enak dibicarakan tentu saja adalah topik yang paling Anda senangi atau topik yang paling menyentuh emosi Anda. Anda akan dapat berbicara lancar tentang kaitan berpuasa dengan ketentraman hati, sebab Anda pernah merasa tidak tenang ketika pernah tidak berpuasa secara sengaja di bulan ramadhan.
Topik harus menarik minat pendengar
Dalam berdakwah atau berpidato, kita berbicara untuk orang lain, bukan untuk diri kita sendiri. Jika tidak ingin ditinggalkan pendengar atau diacuhkan oleh hadirin, Anda harus berbicara tentang sesuatu yang diminati mereka. Walaupun hal-hal yang menarik perhatian itu sangat tergantung pada situasi dan latar belakang khalayak/hadirin, namun hal-hal yang bersifat baru dan indah, hal-hal yang menyentuh rasa kemanusiaan, petualangan, konflik, ketegangan, ketidakpastian, hal yang berkaitan dengan keluarga, humor, rahasia, atau hal-hal yang memiliki manfaat nyata bagi hadirin adalah topik-topik yang akan menarik perhatian.
Topik harus sesuai dengan pengetahuan pendengar
Betapapun baiknya topik, jika tidak dapat dicerna oleh khalayak, topik itu bukan saja tidak menarik tetapi bahkan akan membingungkan mereka. Oleh karena itu, sebelum Anda menentukan topik dakwah, ketahuilah terlebih dahulu bagaimana rata-rata tingkat pengetahuan pendengar yang menjadi khalayak sasaran pidato Anda. Gunakanlah bahasa, gaya bahasa, dan istilah-istilah yang dimengerti oleh hadirin, bukan istilah-istilah yang hanya dipahami oleh Anda (meskipun istilah itu
kerens ekali).
Topik harus jelas ruang lingkup dan pembatasannya
Topik yang baik tidak boleh terlalu luas, sehingga setiap bagian hanya memperoleh ulasan sekilas saja, atau “ngawur”. Misalnya, Anda memilih topik Agama, tetapi kita tahu agama itu luas sekali. Agama bisa menyangkut moralitas, sistem kepercayaan, cara beribadat, dan lain-lain. Agar topik kita jelas, ambilah misalnya tentang cara beribadat, lebih jelas lagi ambilah topik tentang sholat yang
khusu’, dan seterusnya.
Topik harus sesuai dengan waktu dan situasi
Maksudnya, kita harus memilih topik pidato atau topik dakwah yang sesuai dengan waktu yang tersedia dan situasi yang terjadi. Jika Anda diberikan waktu untuk berbicara selama 10 menit, janganlah Anda memilih topik yang terlalu luas yang tidak mungkin dijelaskan dalam waktu 10 menit. Jika Anda harus berbicara di hadapan para santri yang rata-rata usianya belum akil baligh, janganlah Anda
memilih topik dakwah tentang tata cara hubungan suami-istri, bicaralah tentang
kebersihan sekolah, misalnya.
Topik harus dapat ditunjang dengan bahan yang lain
Jika Anda memilih topik tentang Hadits Shahih danDhoif, lengkapi bahan pembicaraan Anda dengan sumber-sumber rujukan (bisa berupa: kitab, buku, atau perkataan ulama) yang sesuai.
Merumuskan Judul Pidato
Hal yang erat kaitannya dengan topik adalah judul. Bila topik adalah pokok bahasan yang akan diulas, maka judul adalah nama yang diberikan untuk pokok bahasan itu. Seringkali judul telah dikemukakan lebih dahulu kepada khalayak, karena itu judul perlu dirumuskan terlebih dahulu. Judul yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
relevan, propokatif, dan singkat.Relevan artinya ada hubungannya dengan pokok-
pokok bahasan;Pr opokatif artinya dapat menimbulkan hasrat ingin tahu dan antusiasme pendengar;Singkat berarti mudah ditangkap maksudnya, pendek kalimatnya, dan mudah diingat.
Menentukan Tujuan Pidato
Ada dua macam tujuan pidato, yakni: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum pidato biasanya dirumuskan dalam tiga hal:memberitahukan (informatif),
mempengaruhi (persuasif), dan menghibur (rekreatif). Tujuan khusus ialah tujuan yang
dapat dijabarkan dari tujuan umum. Tujuan khusus bersifat kongkret dan sebaiknya dapat
diukur tingkat pencapaiannya atau dapat dibuktikan segera.
Hubungan antara topik judul, tujuan umum, dan tujuan khusus dapat dilihat pada contoh-
contoh di bawah ini:
Topik : Faedah memiliki sifat pemaaf
Judul : Pemaaf Sumber Kebahagiaan
Tujuan Umum : Informatif (memberi tahu)
Tujuan Khusus: Pendengar mengetahui bahwa:
Sifat dendam menimbulkan gangguan jasmani dan rohani
Sifat pemaaf menimbulkan ketentraman jiwa dan kesehatan
2. Teknik Mengembangkan Pokok Bahasan
Bila topik yang baik sudah ditemukan, kita memerlukan keterangan untuk menunjang topik tersebut. Keterangan penunjang (supporting points) dipergunakan untuk memperjelas uraian, memperkuat kesan, menambah daya tarik, dan mempermudah pengertian.
Ada enam macam teknik pengembangan bahasan dalam berpidato:
Penjelasan. Penjelasan adalah memberikan keterangan terhadap istilah atau kata-kata
yang disampaikan. Memberikan penjelasan dapat dilakukan dengan cara memberikan pengertian atau definisi. Misalnya, istilah Iman kepada Allah Anda jelaskan dengan kalimat: “Iman adalah rasa percaya dan yakin akan kebenaran adanya Allah di
dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan melaksanakan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya.”
Contoh. Contoh adalah upaya untuk mengkongkretkan gagasan, sehingga lebih
mudah untuk dipahami. Contoh dalam pidato dapat berupa cerita yang rinci yang disebutilustrasi. Untuk memberikan contoh tetantang kesabaran, misalnya Anda menggunakan cerita tentang kesabaran Nabi Ayub dalam menghadapi cobaan Allah melalui penyakit kulit yang dideritanya.
Analogi. Analogi adalah perbandingan antara dua hal atau lebih untuk menunjukkan
persamaan atau perbedaannya. Ada dua macam analogi: analogi harfiyah dan
analogi kiasan. Analogi harfiyah (literal analogy) adalah perbandingan di antara
objek-objek dari kelompok yang sama, karena adanya persamaan dalam beberapa aspek tertentu. Misalnya, membandingkan manusia dengan monyet secara biologis. Analogi kiasan adalah perbandingan di antara objek-objek di antara kelompok yang tidak sama.
Testimoni. Testimoni ialah pernyataan ahli yang kita kutip untuk menunjang
pembicaraan kita. Pendapat ahli itu dapat kita ambil dari pidato seorang ahli, tulisan di surat kabar, acara televisi, dan lain-lain, termasuk kutipan dari kitab suci, hadits, dan sejenisnya.
Statistik. Statistik adalah angka-angka yang dipergunakan untuk menunjukkan
perbandingan kasus dalam jenis tertentu. Statistik diambil untuk menimbulkan kesan yang kuat, memperjelas, dan meyakinkan. Misalnya, untuk melukiskan betapa bokbroknya akhlak generasi muda di Indonesia, Anda menggunakan kalimat, “Wahai
saudara-saudara, menurut hasil penelitian, saat ini lebih dari 65 persen remaja di
Indonesia telah melakukan hubungan seks sebelum nikah…”
Perulangan. Perulangan adalah menyebutkan kembali gagasan yang sama dengan
kata-kata yang berbeda. Perulangan berfungsi untuk menegaskan dan mengingatkan
kembali.
Teknik Menyusun Pesan Pidato
H.A. Overstreet, seorang ahli ilmu jiwa untuk mempengaruhi manusia, berkata, “let your speech march”. Suruh pidato Anda berbaris tertib seperti barisan tentara dalam suatu pawai. Pidato yang tersusun tertib (well-organized) akan menciptakan suasana yang
favorable, membangkitkan minat, memperlihatkan pembagian pesan yang jelas, sehingga
memudahkan pengertian, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran secara logis. Pengorganisasian pesan dapat dilihat menurut isi pesan itu sendiri atau dengan mengikuti proses berpikir manusia. Yang pertama kita sebut organisasi pesan (messages organization) dan yang kedua disebut pengaturan pesan (message arrangement).
Organisasi Pesan
Organisasi pesan dapat mengikuti enam macam urutan (sequence), yaitu: deduktif,induktif,kronologis,logis,spasial, dantopikal. Urutan deduktif dimulai dengan menyatakan dulu gagasan utama, kemudian memperjelasnya dengan keterangan penunjang, penyimpulan, dan bukti. Sebaliknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan perincian-perincian dan kemudian menarik kesimpulan. Jika Anda menyatakan dulu mengapa perlu menghentikan kebiasaan merokok, lalau menguraikan alasan-alasannya, Anda menggunakan urutan deduktif. Tetapi bila Anda menceritakan
sekian banyak contoh dan pernyataan dokter tentang akibat buruk merokok dan kemudian Anda menyimpulkan bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan, maka Anda menggunakan urutan induktif.
Dalam urutan kronologis, pesan disusun berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa.
Dalam urutan logis, pesan disusun berdasarkan sebab ke akibat atau dari akibat ke sebab. Bila Anda menjelaskan proses kekufuran dari sebab-sebabnya lalu ke gejala-gekalnya, maka Anda mengikuti urutan logis dari sebab ke akibat..
Dalam urutan spasial, pesan disusun berdasarkan tempat. Cara ini dipergunakan jika
pesan berhubungan dengan subjek geografis atau keadaan fisik lokasi..
Dalam urutan topikal, pesan disusun berdasarkan topik pembicaraan: klasifikasinya, dari yang penting ke yang kurang penting, dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dikenal ke yang asing.
Pengaturan Pesan
Bila pesan sudah terorganisasi dengan baik, kita masih perlu menyesuaikan organisasi pesan ini dengan cara berpikir khalayak pendengar. Urutan pesan yang sejalan dengan proses berpikir manusia disebut oleh Alan H. Monroe sebagaimotivat ed
sequence (urutan bermotif). Menurut Monroe, ada lima tahap urutan bermotif:perhatian
(attention), kebutuhan (needs), pemuasan (satisfaction), visualisasi (visualization),
dan tindakan (action).
Dengan demikian, pidato yang baik dan efektif adalah pidato yang sejak awal mampu membangkitkan perhatian khalayak pendengar, mampu membuat pendengar merasakan adanya kebutuhan tertentu, memberikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan tersebut, dapat menggambarkan dalam pikirannya penerapan usul yang dianjurkan kepadanya, dan akhirnya mampu menggerakkan khalayak untuk bertindak sesuai anjuran kita.
Misalnya, kita akan mengajak seseorang untuk memotong rambutnya yang gondrong.
Anda memuali pembicaraan dengan melontarkan perkataan: “Lihat rambutmu!!! Kutu-
kutu bergelantungan dengan bebasnya…” Anda sedang memasuki tahap perhatian. Lalu
Anda berkata lagi, “Kutu-kutu itu tentu membuat kepalamu gatal dan kamu pasti tidak
bisa tidur nyenyak…” Anda tengah berada pada tahap membangkitkan kebutuhan.
“Memotong rambut itu mudah dan murah, cukup dengan uang Rp 3.000 atau bahkan
gratis…” Anda masuk pada tahap pemuasan. “Jika kamu tetap membiarkan rambutmu jabrig begitu dan membebaskan kutu-kutu menyedot darahmu, kamu tampak seperti orang kurang waras dan mustahil gadis-gadis di desa ini akan tertarik kepadamu…, tapi jika kamu cepat memotong dan merapihkan rambutmu, kutu-kutu itu akan segera mengucapkan selamat tinggal pada kepalamu dan gadis-gadis cantik akan mengucapkan selamat datang arjunaku…” Anda sudah masuk pada tahap visualisai. “Ayo, cukurlah rambutmu sekarang…!!!” Anda melakukan tahap tindakan.
Membuat Garis-garis Besar Pidato
Garis-garia besar (out-line) pidato merupakan pelengkap yang amat berharga bagi pembicara yang berpengalaman dan merupakan keharusan bagi pembicara yang belum berpengalaman. Garis besar pidato ibarat peta bumi bagi komunikator yang akan memasuki daerah kegiatan retorika. Peta ini memberikan petunjuk dan arah yang akan
dituju. Garis besar yang salah akan mengacaukan “perjalanan” pembicaraan, dan garis
besar yang teratur akan menertibkan “jalannya” pidato.
Garis-garis besar pidato yang baik terdiri dari tiga bagian:pengantar,isi, dan
penutup. Dengan menggunakan urutan bermotif dari Alan H. Monroe, kita dapat
membaginya menjadi lima bagian: perhatian, kebutuhan, pemuasan, visualisasi, dan tindakan. Perhatian ditempatkan pada pengantar; kebutuhan, pemuasan, dan visualisasi kita tempatkan pada isi; dan tindakan kita tempatkan pada penutup pidato
contoh pidato sederhana
Yang terhormat Bapak Kepala Sekolah, Bapak dan Ibu Guru, serta teman-teman yang saya
cintai.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala rahmat-Nya pada hari ini kita dapat berkumpul bersama guna mengadakan acara
perpisahan sekolah.
Para hadirin yang saya hormati, ijinkan saya mewakili teman-teman untuk menyampaikan
sepatah dua patah kata dalam rangka perpisahan ini.
Selama bersekolah, kami sebagai siswa sangat bangga dan berterima kasih dengan semua guru yang telah mengajar di sekolah ini, yang dengan sangat baik, tidak pernah pilih kasih dalam mendidik, sangat sabar dan tidak kenal lelah dalam membimbing kami. Berkat jerih payah semua guru, kami pun dapat lulus dari SMP ini.
Mudah-mudahan semua guru yang bertugas mengajar di sekolah ini dapat diberikan
kesehatan yang baik dan diberi kebahagiaan selalu.
Juga untuk teman2 semua. Sungguh berat rasanya berpisah dengan kalian semua, karena kita
sudah bersama2 selama 3 tahun ini. Tapi tetap saya juga mendoakan teman2 semua dapat
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, baik ke SMA, ke SMK, ke STM maupun institusi
pendidikan lainnya untuk dapat mencapai cita2 yang selama ini diangan2kan.
Akhir kata, saya mau mengucapkan sukses selalu buat teman2, doa saya menyertai teman2
semua..
Jumat, 19 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar