Perlunya Wiweka Dalam Era Modernisasi
Oleh: I Wayan Yasa, Werdhi Agung Sulut
Segala keberhasilan yang dicapai oleh manusia melalui usahanya yang maksimal kadang kala membawa manusia itu lupa terhadap hakekatnya, sehingga sering terjadi kekhawatiran dikalangan umat beragama bahwa kemajuan tekhnologi adalah merupakan penyebab-penyebab kemunduran kegiatan umat beragama. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena kurang siapnya diri kita untuk menghadapi kemajuan-kemajuan tersebut yang dihadapkan kepada kita maka daripada itu kita sebagai umat Hindu dituntut agar mampu meningkatkan kwalitas baik mental maupun spiritual.
Ilmu pengetahuan adalah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, yang dapat menghasilkan tekhnologi moderen adalah merupakan dorongan alami manusia untuk berkembang dan untuk meningkatkan hidup yang lebih baik lagi.
Untuk mencapai kemajuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tidak mungkin dapat dicapai hanya dengan kecerdasan otak saja. Selain kecerdasan otak dan keterampilan, agama sangat memegang peranan penting dalam modernisasi dan industrialisasi dengan membekali sikap mental yang berupa ketekunan, kesungguhan yang penuh disiplin, berani bertanggung jawab, jujur dan berani menghadapi tantangan kehidupan. Berbicara masalah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan agama Hindu yang terlebih dahulu kita harus ketahui adalah mengenai sumber-sumbernya.
Adapun yang dikatakan sebagai sumber-sumber ilmu pengetahuan menurut ajaran agama Hindu adalah Weda yang merupakan kitab suci agama Hindu. Dalam usaha untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita sebagai umat Hindu pada khususnya generasi muda yang merupakan pewaris dan penerus diharapkan mampu untuk meningkatkan sumber daya manusia, agar kita tidak ketinggalan dalam mengikuti arus industrialisasi dan modernisasi dalam dunia moderen.
Dengan kemajuan tekhnologi yang sangat pesat ini, maka dalam usaha untuk mendapatkan pengetahuan itu akan lebih mudah. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersedianya media masa yang cukup moderen sehingga memudahkan bagi kita untuk dengan cepatnya dapat mengetahui beberapa kejadian.
Dalam ajaran agama Hindu dikatakan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan ada tiga cara yaitu:
1. Dengan cara Pretyaksa Premana yaitu cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara mengadakan pengamatan langsung di tempat kejadian.
2. Dengan cara Anumana Premana yaitu cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan melihat gejala-gejala yang ada.
3. Agama Premana yaitu cara untuk mendapatkan pengetahuan dengan cara mempelajari kitab suci dan mendengarkan petunjuk-petunjuk dan orang yang dapat dipercaya kebenarannya.
Pengetahuan yang kita miliki pada umumnya berasal dari orang lain atau akibat pengaruh dari luar diri kita. Pengetahuan itu dapat timbul dari hasil pendengaran dan belajar dari orang lain, karena semakin sering kita mau mendengar dan belajar dari orang lain maka semakin banyaklah pengetahuan pada diri kita.
Bergaul adalah merupakan suatu proses belajar, karena orang lain yang kita ajak bergaul adalah penuntun kita, oleh karenanya mendengarkan nasehat-nasehat orang yang memperhatikan cara orang adalah merupakan suatu keharusan.
Kita sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan bahkan sering berbuat salah seperti : kurang sopan, melukai perasaan orang lain, menyinggung perasaan dan sebagainya. Di mana perbuatan seperti itu sering kali timbul dengan tanpa disadari dan dengan tidak disengaja.
Perbuatan seperti itu sering kita disadarkan oleh orang lain karena orang lain dengan bermacam cara mencoba menunjukkan kesalahan-kesalahan kita. Tidak sedikit orang bila kesalahannya ditunjukkan oleh orang lain akan menjadi marah dan penasaran, bahkan timbul menjadi dendam dan benci karena sifat-sifat yang demikian itu adalah merupakan sifat yang umum yang ada pada manusia. Namun sifat yang umum seperti itu kiranya tidak dapat dibenarkan adanya, sebab dengan adanya orang mau menunjukkan kekeliruan kita itu kita akan menyadari bahwa apa yang kita perbuat itu adalah keliru dan salah bahkan kita harus berterima kasih atas petunjuk dan nasehat-nasehatnya agar kita lebih cepat dapat memperbaiki sikap dan tingkah laku dalam melakukan akfifitas selanjutnya.
Akan tetapi hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan orang lain dan mengada-ada bahkan menjelek-jelekkan orang lain, hal seperti itu biasanya terjadi karena adanya persaingan baik persaingan bisnis maupun persaingan dalam etos kerja dalam usaha untuk meniti karier. Dan yang lebih sering terjadi adalah usaha seseorang untuk menjelek-jelekkan orang lain dengan tujuan untuk menutupi kesalahan-kesalahan dalam dirinya.
Kita sebagai umat manusia sudah sepatutnyalah untuk menerima saran-saran baik dari mana dan dari siapapun datangnya, namun dalam menerima saran-saran tersebut kita harus bersikap waspada dan menggunakan wiweka.
Janganlah kita beranggapan bahwa saran-saran yang benar itu hanya datangnya dari orang-orang yang pandai dan berpendidikan tinggi saja, melainkan orang yang bodoh pun dan berpendidikan rendah bisa memberikan saran-saran yang benar. Hal ini terbukti bahwa tidak sedikit orang-orang pandai yang saran-sarannya dapat mencelakakan orang lain, oleh karena itu kita harus tetap meningkatkan kewaspadaan dan berhati-hati. Tidak sedikit orang yang celaka karena kurang bersikap hati-hati baik dalam berpikir berkata dan berbuat, jika kita salah dalam berpikir, berkata dan berbuat maka akan menimbulkan dosa. Dari ketiga hal tersebut di atas yang paling menentukan adalah pikiran/manah, karena segala sesuatu yang akan diperbuat dan diucapkan awalnya bersumber dari pikiran.
Dalam kitab suci Sarasamuccaya 80 dikatakan sebagai berikut:
Apan ikang manah ngaranya,
ya ika witning indriya,
maprewertti ta ya ring çubha açubha karma,
matangnyan ikang manah juge prihen kahrtanya sekareng.
Artinya: Sebab yang disebut pikiran itu, adalah sumbernya nafsu, ialah yang menggerakkan perbuatan yang baik ataupun yang buruk; oleh karena itu pikiranlah yang segera patut diusahakan pengekangannya.
Dari uraian yang tersebut di atas sudah jelaslah bahwa bila seseorang dapat mengendalikan pikirannya, maka ia akan dapat mengendalikan perkataan dan perbuatannya sehingga dapat mengurangi dosa.
Selasa, 17 Mei 2011
Minggu, 08 Mei 2011
SASTRA MAUTAMA
SASTRA MAUTAMA
Sadurung sang surya endag
Sabilang semeng nyantos saniscara
Manabdabang raga jagi kasekolah
Ngulati paplajahan mangda wikan teken satra
Wikan ring sajeroning kauripan
Ngamargiang suadarma ring kauripan
Duaning….
Tanpa sastra sejroning palajahan
Pastika nenten tatas indik kauripan
Ngamargiang sajeroning suadarman
Tata susila kaagamaan
Patut kauningin
Tan bina kadi sang surya lan bulan
Sahananing sastra mautama
Nyuryanin sakancan genah
Ngewetuang galang manah liang
Sebet hilang ati girang
Ngamargiang suadarma dados sisia
Olih: I Made Juliadi Supadi, Nime: 2007.II.2.0019, No: 11, Kelas: VA
Sadurung sang surya endag
Sabilang semeng nyantos saniscara
Manabdabang raga jagi kasekolah
Ngulati paplajahan mangda wikan teken satra
Wikan ring sajeroning kauripan
Ngamargiang suadarma ring kauripan
Duaning….
Tanpa sastra sejroning palajahan
Pastika nenten tatas indik kauripan
Ngamargiang sajeroning suadarman
Tata susila kaagamaan
Patut kauningin
Tan bina kadi sang surya lan bulan
Sahananing sastra mautama
Nyuryanin sakancan genah
Ngewetuang galang manah liang
Sebet hilang ati girang
Ngamargiang suadarma dados sisia
Olih: I Made Juliadi Supadi, Nime: 2007.II.2.0019, No: 11, Kelas: VA
Kamis, 05 Mei 2011
Pura Lempuyang Luhur
Pura Lempuyang Luhur
Hutan yang menghampar hijau berbalut awan tipis dan udara segar khas pegunungan sungguh membangkitkan ketakjuban yang begitu mendalam. Inilah kesan yang tertinggal ketika kami mengunjungi Pura Lempuyang Luhur yang berdiri kokoh di puncak bukit Gamongan, desa Purahayu, kecamatan Abang, Kabuaten Karangasem, Bali. Pura yang termasuk Sad Kahyangan Jagat ini (enam Pura besar di Bali) memiliki panorama alam yang sangat indah dan menawan. Selain menikmati keindahan vegetasi dan kesejukan hawa pegunungan, sepanjang pendakian pun anda dapat menikmati keindahan gunung Agung yang mempesona.
Menurut catatan sejarah, Pura Lempuyang Luhur merupakan tempat berstananya Dewa Içwara yang berada di timur penjuru mata angin Bali. Dewa Içwara atau Bhatara Agnijaya (Hyang Gnijaya) merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bhatara Agnijaya yang disebut juga Dewa Asthadhipalaka ini disejajarkan fungsi serta peranannya dengan Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Indra dan Dewa Shambu. Nama Sang Hyang Agnijaya yang merupakan putra dari Sang Hyang Parameçwara (maksudnya sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa) juga disebutkan di dalam Lontar Dewa Purana Bangsul.
Wayan Lara pemandu lokal menyebutkan bahwa ada sejumlah tahapan yang wajib dilalui oleh para pemedek (umat) maupun wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Lempuyang Luhur. Tahapan ini diawali dari Pura Penataran Agung Lempuyang yang memiliki bangunan dengan arsitektur khas Bali, kemudian Pura Telaga Mas dan Pura Telaga Sawang, kedua pura ini diyakini memiliki fungsi penyucian bagi umat atau wisatawan yang akan menuju puncak. Tahapan selanjutnya adalah Pura Lempuyang Madya, Pura Puncak Bisbis, Pasar Agung Lempuyang dan akhirnya Pura Lempuyang Luhur sebagai puncak dari rangkaian perjalanan. Hal menarik yang sekaligus menjadi keistimewaan Pura Lempuyang Luhur ini adalah tirta (air suci) yang berada di dalam serumpunan bambu yang tumbuh di area Pura Luhur tersebut
Hutan yang menghampar hijau berbalut awan tipis dan udara segar khas pegunungan sungguh membangkitkan ketakjuban yang begitu mendalam. Inilah kesan yang tertinggal ketika kami mengunjungi Pura Lempuyang Luhur yang berdiri kokoh di puncak bukit Gamongan, desa Purahayu, kecamatan Abang, Kabuaten Karangasem, Bali. Pura yang termasuk Sad Kahyangan Jagat ini (enam Pura besar di Bali) memiliki panorama alam yang sangat indah dan menawan. Selain menikmati keindahan vegetasi dan kesejukan hawa pegunungan, sepanjang pendakian pun anda dapat menikmati keindahan gunung Agung yang mempesona.
Menurut catatan sejarah, Pura Lempuyang Luhur merupakan tempat berstananya Dewa Içwara yang berada di timur penjuru mata angin Bali. Dewa Içwara atau Bhatara Agnijaya (Hyang Gnijaya) merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Bhatara Agnijaya yang disebut juga Dewa Asthadhipalaka ini disejajarkan fungsi serta peranannya dengan Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Indra dan Dewa Shambu. Nama Sang Hyang Agnijaya yang merupakan putra dari Sang Hyang Parameçwara (maksudnya sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa) juga disebutkan di dalam Lontar Dewa Purana Bangsul.
Wayan Lara pemandu lokal menyebutkan bahwa ada sejumlah tahapan yang wajib dilalui oleh para pemedek (umat) maupun wisatawan yang ingin mengunjungi Pura Lempuyang Luhur. Tahapan ini diawali dari Pura Penataran Agung Lempuyang yang memiliki bangunan dengan arsitektur khas Bali, kemudian Pura Telaga Mas dan Pura Telaga Sawang, kedua pura ini diyakini memiliki fungsi penyucian bagi umat atau wisatawan yang akan menuju puncak. Tahapan selanjutnya adalah Pura Lempuyang Madya, Pura Puncak Bisbis, Pasar Agung Lempuyang dan akhirnya Pura Lempuyang Luhur sebagai puncak dari rangkaian perjalanan. Hal menarik yang sekaligus menjadi keistimewaan Pura Lempuyang Luhur ini adalah tirta (air suci) yang berada di dalam serumpunan bambu yang tumbuh di area Pura Luhur tersebut
Lokasi:
Tista, Abang, Indonesia
Telaga Waja
Lokasi:
Telaga Waja adalah sungai yang terletak di Desa Rendang, Kecamatan Rendang. Sungai ini sangat bagus untuk kegiatan arung jeram. Airnya jernih dan banyak lekuk dengan bebatuan besar sepanjang aliran sungai. Kegiatan arung jeram ini akan menguji nyali Anda untuk menaklukan tantangan alam ini.
Fasilitas:
Beberapa fasilitas penunjang pariwisata tersedia di tempat ini, seperti hotel-hotel kecil dan restoran.
Deskripsi:
Telaga Waja adalah sungai yang terletak di Desa Rendang, Kecamatan Rendang. Sungai ini sangat bagus untuk kegiatan arung jeram. Airnya jernih dan banyak lekuk dengan bebatuan besar sepanjang aliran sungai. Kegiatan arung jeram ini akan menguji nyali Anda untuk menaklukan tantangan alam ini.
Pemandangan sepanjang sisi sungai sangat mengagumkan dengan udaranya yang sejuk. Bagi mereka yang ingin mencoba tantangan arung jeram Telaga Waja akan menghadapi tingkat II dan tingkat III, juga bersebelahan dengan tingkat IV. Di tengah perjalanan, Anda akan menyaksikan air terjun yang mengagumkan.
Telaga Waja merupakan sungai yang memiliki aliran air yang tetap kontras dengan sungai Ayung yang dalam dan “tajam”. Ekspedisi Telaga Waja dimulai dari lembah terbuka Desa Rendang.
Anda dapat menyaksikan keindahan pemandangan di dibawah aliran air terjun jernih yang menakjubkan. Di kejauhan, anak-anak desa bermain di sungai dan para petani bekerja di sawah.
Titik awal arung jeram adalah Desa Rendang, sementara titik akhirnya di Desa Muncan. Pada titik akhir Anda bisa mandi untuk membersihkan badan. Selanjutnya Anda dapat menikmati sarapan pagi sambil menyaksikan pemandangan Bali yang mengagumkan dari restoran
Telaga Waja adalah sungai yang terletak di Desa Rendang, Kecamatan Rendang. Sungai ini sangat bagus untuk kegiatan arung jeram. Airnya jernih dan banyak lekuk dengan bebatuan besar sepanjang aliran sungai. Kegiatan arung jeram ini akan menguji nyali Anda untuk menaklukan tantangan alam ini.
Fasilitas:
Beberapa fasilitas penunjang pariwisata tersedia di tempat ini, seperti hotel-hotel kecil dan restoran.
Deskripsi:
Telaga Waja adalah sungai yang terletak di Desa Rendang, Kecamatan Rendang. Sungai ini sangat bagus untuk kegiatan arung jeram. Airnya jernih dan banyak lekuk dengan bebatuan besar sepanjang aliran sungai. Kegiatan arung jeram ini akan menguji nyali Anda untuk menaklukan tantangan alam ini.
Pemandangan sepanjang sisi sungai sangat mengagumkan dengan udaranya yang sejuk. Bagi mereka yang ingin mencoba tantangan arung jeram Telaga Waja akan menghadapi tingkat II dan tingkat III, juga bersebelahan dengan tingkat IV. Di tengah perjalanan, Anda akan menyaksikan air terjun yang mengagumkan.
Telaga Waja merupakan sungai yang memiliki aliran air yang tetap kontras dengan sungai Ayung yang dalam dan “tajam”. Ekspedisi Telaga Waja dimulai dari lembah terbuka Desa Rendang.
Anda dapat menyaksikan keindahan pemandangan di dibawah aliran air terjun jernih yang menakjubkan. Di kejauhan, anak-anak desa bermain di sungai dan para petani bekerja di sawah.
Titik awal arung jeram adalah Desa Rendang, sementara titik akhirnya di Desa Muncan. Pada titik akhir Anda bisa mandi untuk membersihkan badan. Selanjutnya Anda dapat menikmati sarapan pagi sambil menyaksikan pemandangan Bali yang mengagumkan dari restoran
Taman Ujung Soekasada.
Taman Ujung Soekasada.
Salah satu tempat wisata cantik yang ada di Bali Timur (Karangasem) adalah Taman Ujung Soekasada.Taman Soekasada Ujung merupakan salah satu situs kerajaan, berlokasi di dekat pantai di desa Tumbu, kecamatan Karangasem yang dikembangkan sebagai salah satu kawasan pariwisata kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 10 dari kota Amlapura , ke arah selatan, 30 menit dari kawasan pariwisata Candidasa, dan kira-kira 2 jam jaraknya dari kota Denpasar.
Taman Soekasada Ujung dibangun pada tahun 1919 pada masa pemerintahan Raja I Gusti Bagus Jelantik ( 1909 – 1945 ) yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1921. Taman ini dipergunakan sebagai tempat peristirahatan raja selain Taman Tirtagangga, dan juga diperuntukkan sebagai tempat menjamu tamu-tamu penting seperti raja-raja atau kepala pemerintahan asing yang berkunjung ke kerajaan Karangasem.
Dalam areal Taman Soekasada Ujung terdapat beberapa bangunan juga kolam besar dan luas. Ada 3 ( tiga ) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utama berada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “Bale Kapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal. Selanjutnya dari entrance bale ini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga. Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.
Taman Soekasada Ujung dikembangkan sebagai obyek wisata budaya karena kemegahan dan kekhasan bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur Bali dan Eropa. Kondisinya yang rusak berat akibat letusan Gunung Agung – gunung terbesar di Bali – pada tahun 1963 semakin diperparah lagi dengan terjadinya gempa hebat di tahun 1976 yang meninggalkan puing-puing bangunan, namun tidak meninggalkan kesan megahnya. Untuk mengembalikan kemegahan Taman Soekasada Ujung, maka pada tahun 2001-2003 Pemerintah Kabupaten Karangasem memanfaatkan dana bantuan Bank Dunia membangun kembali Taman Soekasada Ujung dengan tujuan untuk mengembalikan keberadaannya kepada bentuk semula demi melestarikan warisan budaya yang menjadi kebanggaan Karangasem.
Dalam areal Taman Soekasada Ujung terdapat beberapa bangunan juga kolam besar dan luas. Ada 3 ( tiga ) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utama berada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “Bale Kapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal. Selanjutnya dari entrance bale ini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga. Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.
Sesuai predikatnya sebagai Taman Air Kerajaan atau The Water Palace, maka Taman Soekasada Ujung memiliki 3 ( tiga ) buah kolam besar dan luas. Di tengah kolam I di sisi paling utara terdapat bangunan utama yang disebut “Bale Gili” yang dihubungkan oleh jembatan menuju arah selatan.
Di tengah-tengah kolam ini terdapat patung-patung dan pot-pot bunga. Di sebelah barat kolam I, di tempat yang agak tinggi terdapat bangunan berbentuk bundar, yang disebut “Bale Bunder” yang difungsikan sebagai tempat untuk menikmati keindahan taman dan panorama alam di sekitarnya. Di sebelah barat laut Bale Bunder, pada areal terasering yang tinggi terdapat bangunan persegi empat panjang yang disebut “Bale Lunjuk”. Ada sekitar 107 anak tangga menuju bangunan ini dari arah timur. Di tengah kolam II di sisi selatan kolam I terdapat bangunan yang disebut “Bale Kambang”. Bangunan ini dahulu berfungsi sebagai tempat jamuan makan untuk para tamu kerajaan. Di sebelah timur kolam II terdapat kolam III yang disebut Kolam Dirah dan merupakan kolam pertama yang dibuat oleh Raja Karangasem. Di areal sebelah utara taman, di tempat yang tinggi terdapat patung “warak” ( badak ) dan juga patung “banteng” yang dari mulut kedua patung tersebut air memancur keluar menuju kolam. Dan sekitar 250m di sebelah utara taman ini tedapat sebuah pura bernama “Pura Manikan” yang juga dibangun oleh Raja Karangasem.
Dikutip dari berbagai sumber
Salah satu tempat wisata cantik yang ada di Bali Timur (Karangasem) adalah Taman Ujung Soekasada.Taman Soekasada Ujung merupakan salah satu situs kerajaan, berlokasi di dekat pantai di desa Tumbu, kecamatan Karangasem yang dikembangkan sebagai salah satu kawasan pariwisata kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 10 dari kota Amlapura , ke arah selatan, 30 menit dari kawasan pariwisata Candidasa, dan kira-kira 2 jam jaraknya dari kota Denpasar.
Taman Soekasada Ujung dibangun pada tahun 1919 pada masa pemerintahan Raja I Gusti Bagus Jelantik ( 1909 – 1945 ) yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1921. Taman ini dipergunakan sebagai tempat peristirahatan raja selain Taman Tirtagangga, dan juga diperuntukkan sebagai tempat menjamu tamu-tamu penting seperti raja-raja atau kepala pemerintahan asing yang berkunjung ke kerajaan Karangasem.
Dalam areal Taman Soekasada Ujung terdapat beberapa bangunan juga kolam besar dan luas. Ada 3 ( tiga ) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utama berada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “Bale Kapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal. Selanjutnya dari entrance bale ini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga. Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.
Taman Soekasada Ujung dikembangkan sebagai obyek wisata budaya karena kemegahan dan kekhasan bangunan yang merupakan perpaduan antara arsitektur Bali dan Eropa. Kondisinya yang rusak berat akibat letusan Gunung Agung – gunung terbesar di Bali – pada tahun 1963 semakin diperparah lagi dengan terjadinya gempa hebat di tahun 1976 yang meninggalkan puing-puing bangunan, namun tidak meninggalkan kesan megahnya. Untuk mengembalikan kemegahan Taman Soekasada Ujung, maka pada tahun 2001-2003 Pemerintah Kabupaten Karangasem memanfaatkan dana bantuan Bank Dunia membangun kembali Taman Soekasada Ujung dengan tujuan untuk mengembalikan keberadaannya kepada bentuk semula demi melestarikan warisan budaya yang menjadi kebanggaan Karangasem.
Dalam areal Taman Soekasada Ujung terdapat beberapa bangunan juga kolam besar dan luas. Ada 3 ( tiga ) buah pintu masuk atau gerbang menuju areal taman. Gerbang utama berada pada ketinggian di sisi barat sebagai entrance yang disebut “Bale Kapal” karena dulunya bangunan ini dibuat menyerupai sebuah kapal. Selanjutnya dari entrance bale ini pengunjung menuju areal taman dengan menuruni ratusan buah anak tangga. Dari tempat inilah keseluruhan areal taman dapat dinikmati.
Sesuai predikatnya sebagai Taman Air Kerajaan atau The Water Palace, maka Taman Soekasada Ujung memiliki 3 ( tiga ) buah kolam besar dan luas. Di tengah kolam I di sisi paling utara terdapat bangunan utama yang disebut “Bale Gili” yang dihubungkan oleh jembatan menuju arah selatan.
Di tengah-tengah kolam ini terdapat patung-patung dan pot-pot bunga. Di sebelah barat kolam I, di tempat yang agak tinggi terdapat bangunan berbentuk bundar, yang disebut “Bale Bunder” yang difungsikan sebagai tempat untuk menikmati keindahan taman dan panorama alam di sekitarnya. Di sebelah barat laut Bale Bunder, pada areal terasering yang tinggi terdapat bangunan persegi empat panjang yang disebut “Bale Lunjuk”. Ada sekitar 107 anak tangga menuju bangunan ini dari arah timur. Di tengah kolam II di sisi selatan kolam I terdapat bangunan yang disebut “Bale Kambang”. Bangunan ini dahulu berfungsi sebagai tempat jamuan makan untuk para tamu kerajaan. Di sebelah timur kolam II terdapat kolam III yang disebut Kolam Dirah dan merupakan kolam pertama yang dibuat oleh Raja Karangasem. Di areal sebelah utara taman, di tempat yang tinggi terdapat patung “warak” ( badak ) dan juga patung “banteng” yang dari mulut kedua patung tersebut air memancur keluar menuju kolam. Dan sekitar 250m di sebelah utara taman ini tedapat sebuah pura bernama “Pura Manikan” yang juga dibangun oleh Raja Karangasem.
Dikutip dari berbagai sumber
Taman Tirtagangga
Taman Tirtagangga merupakan salah satu obyek wisata yang terletak di desa Ababi, kecamatan Abang, Karangasem. Jaraknya sekitar 5 km ke arah utara dari kota Amlapura dan dibangun pada tahun 1948 oleh Raja Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem.
Sebelum dibangun, taman ini merupakan areal mata air besar dan masyarakat menyebutnya dengan embukan, artinya mata air. Mata air ini difungsikan oleh pnduduk dari desa-desa sekitarnya sebagai tempat mencari air minum dan tempat pesiraman atau penyucian Ida Betara ( para dewa ), oleh karena itu mata air itu disakralkan oleh penduduk setempat.
Dari mata air inilah kemudian Raja Karangasem mendapat ide untuk membangun sebuah taman terlebih karena alamnya didukung oleh udara yang sejuk, yang kemudian diberi nama Taman Tirtagangga. Sama halnya dengan Taman Soekasada Ujung, maka Taman Tirtagangga memiliki keterikatan kuat dengan Puri Agung Karangasem.
Dalam areal Taman Tirtagangga terdapat beberapa kolam besar yang difungsikan sebagai kolam ikan dan tempat permandian. Air yang mengalir melalui pancuran-pancuran besar dan kecil yang keluar dari mulut patung-patung di kolam ini berasal dari sumber mata air sehingga terasa sejuk dan menyegarkan. Di tempat ini terdapat menara air mancur dan patung teratai bertingkat yang membagi dua buah kolam besar.
Pada masa kini Taman Tirtagangga berfungsi secara religius, sosial, dan juga sebagai hiburan. Secara religius, mata air di tempat tersebut dimanfaatkan sebagai air suci bagi masyarakat sekitarnya di samping sebagai tempat untuk upacara Dewa Yadnya dan Metirtayatra.
Sumber Foto : www.karangasemtourism.com
Sebelum dibangun, taman ini merupakan areal mata air besar dan masyarakat menyebutnya dengan embukan, artinya mata air. Mata air ini difungsikan oleh pnduduk dari desa-desa sekitarnya sebagai tempat mencari air minum dan tempat pesiraman atau penyucian Ida Betara ( para dewa ), oleh karena itu mata air itu disakralkan oleh penduduk setempat.
Dari mata air inilah kemudian Raja Karangasem mendapat ide untuk membangun sebuah taman terlebih karena alamnya didukung oleh udara yang sejuk, yang kemudian diberi nama Taman Tirtagangga. Sama halnya dengan Taman Soekasada Ujung, maka Taman Tirtagangga memiliki keterikatan kuat dengan Puri Agung Karangasem.
Dalam areal Taman Tirtagangga terdapat beberapa kolam besar yang difungsikan sebagai kolam ikan dan tempat permandian. Air yang mengalir melalui pancuran-pancuran besar dan kecil yang keluar dari mulut patung-patung di kolam ini berasal dari sumber mata air sehingga terasa sejuk dan menyegarkan. Di tempat ini terdapat menara air mancur dan patung teratai bertingkat yang membagi dua buah kolam besar.
Pada masa kini Taman Tirtagangga berfungsi secara religius, sosial, dan juga sebagai hiburan. Secara religius, mata air di tempat tersebut dimanfaatkan sebagai air suci bagi masyarakat sekitarnya di samping sebagai tempat untuk upacara Dewa Yadnya dan Metirtayatra.
Sumber Foto : www.karangasemtourism.com
Minggu, 01 Mei 2011
Ramayana
Ramayana dari bahasa Sansekerta (??????) R?mâya?a yang berasal dari kata R?ma dan Aya?a yang berarti “Perjalanan Rama”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata.
Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.
Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.
Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:
1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda
Daftar kitab
Wiracarita Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Urutan kitab menunjukkan kronologi peristiwa yang terjadi dalam Wiracarita Ramayana.
Nama kitab Keterangan
Balakanda Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
Ayodhyakanda Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita dan Lakshmana karena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
Aranyakanda Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayu dengan Rawana.
Kiskindhakanda Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur Kerajaan Alengka.
Sundarakanda Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun jembatan Situbanda yang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
Yuddhakanda Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang Rama dengan pasukan rakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
Uttarakanda Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.
Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.
Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.
Di India dalam bahasa Sansekerta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda sebagai berikut:
1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda
Daftar kitab
Wiracarita Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Urutan kitab menunjukkan kronologi peristiwa yang terjadi dalam Wiracarita Ramayana.
Nama kitab Keterangan
Balakanda Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
Ayodhyakanda Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita dan Lakshmana karena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
Aranyakanda Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayu dengan Rawana.
Kiskindhakanda Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur Kerajaan Alengka.
Sundarakanda Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun jembatan Situbanda yang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
Yuddhakanda Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang Rama dengan pasukan rakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
Uttarakanda Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan Rsi Walmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.
Manik Angkeran – Asal Mula Selat Bali
Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran.
Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau mernberi sedikit hartanya.”
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, “Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.”
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.
Mendengar kernatian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.
“Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau mernberi sedikit hartanya.”
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, “Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.”
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.
Mendengar kernatian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.
“Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
Naga Basukih
Jani ada kone tutur-tuturan satua, Ida Betara Guru. Ida Betara Guru totonan malinggih ring Gunung Semeru, kairing olih putranidane mapesengan I Naga Basukih. Pesengan Idane dogen suba ngarwanang, I Naga Basukih terang gati suba putran Ida Betara Guru totonan maukudan Naga, marupa lelipi gede pesan sing keto jenenga?
Nah jani sedek dina anu, kandugi enu ruput pesan I Naga Basukih tangkil ring ajine. Baan tumben buka semengane I Naga Basukih Tangkil, dadi matakon Ida Betara Guru ring putrane, “Uduh nanak Bagus, dadi tumben buka semengan I Nanak nangkilin Aji, men apa jenenga ada kabuatan I Nanak ring Aji, nah lautan I Nanak mabaos!” Keto kone pataken Ida Betara guru ring putrane I Naga Basukih.
Ditu lantas I Naga Basukih matur ring Ajine, “Nawegang Aji Agung titiang kadi isenge ring sameton titiange sane wenten ring jagat Bali, makadi Betara Geni Jaya sane malinggih kocap ring Bukit Lempuyang, Betara Mahadewa kocap ring Gunung Agung, Betara Tumuwuh ring Gunung Batukaru, Betara Manik Umang ring Gunung Beratan, Betara Hyang Tugu di Gunung Andakasa, cutet ring sami sameton titiange sane wenten ring tanah Bali. Dening sampun lami pisan Aji, titiang tan pisan naanin mapanggih sareng sameton, nika mawinan titiang nunasang mangda sueca ugi maicain titiang lunga ka tanah Bali jaga ngrereh sameton titiange sami.”
Beh, mara keto kone aturne I naga Basukih, dadi di gelis Ida Betara Guru ngandika, “Uduh nanak Bagus, nah yan dadi baan Aji sampunang ja I Nanak lunga ka Bali buate lakar ngalih pasemetonan I Dewane. Nah apa lantas ngawinang dadi buka Aji mialang pamargan I Nanak, mapan gumi Baline totonan joh pesan uli dini. Buina yan lakar I Nanak ngalih gumi Baline, pajalane ngliwat pasih. Len teken totonan buat tongos sameton-sameton I Nanake malinggih madoh-dohan, selat alas suket madurgama. Kaparna baan Aji, minab lakar sengka baan I Nanak indike jaga mamanggih sameton. Buina yan pade I Nanak lunga, men nyen kone ajak Aji ngawaspadain utawi nureksain dini di Gunung Semeru.” Dadi keto kone pangandikan Ida Betara Guru buka anake mialang pajalane I Naga Basukih unduke lakar luas ka tanah Bali.
Baan isenge teken sameton, mimbuh baan dote nawang gumi Bali sing ya keto jenenga, dadi buin ngawawanin I Naga Basukih matur ring Betara Guru, “Nunas lugra Aji Agung, yening kenten antuk Aji mabaos, minab Aji ngandapang saha nandruhin kawisesan titiange. I wau Aji mamaosang jagat Baline selat pasih raris mialang pajalan titiange ka Bali, beh elah antuk titiang ngentap pasihe wantah aclekidek. Raris malih Aji maosang genah sameton titiange di Bali medoh-dohan, maselat alas suket madurgama, amunapi se ageng gumi Baline punika Aji? Kantun elah antuk titiang Aji. Yening Aji maicayang, punika Aji.” Dadi jeg keto kone aturne I Naga Basukih, jeg nyampahang gumi Baline di ajeng Ida Betara Guru.
Nah mapan keto kone aturne I Naga Basukih, men Ida Betara Guru jog kadi blengbengan kayunidane miragi atur putrane. Dados jog nyampahang gumi Baline, buin sadah elah kone baana nguluh mapan tuah amul taluhe geden gumi Baline. Sakewala pamuput ngandika Ida Betara Guru teken I Naga Basukih, “Nanak Bagus Naga Basukih, Aji sing ja buin lakar mialang pajalan I Nanak ka jagat Bali, nah majalan I Nanak apang melah!” Mara keto kone pangandikan Ajine, beh ngrigik kone I Naga Basukih, jog menggal-enggalan nunas mapamit ring Ida Betara Guru.
Nah jani madabdan kone I Naga Basukih buate luas ka Bali. Yan buat pajalane uli Gunung Semeru lakar ngojog Blangbangan. Di benengan majalane I Naga Basukih, asing tomploka jog pragat dekdek remuk. Telah punyan-punyanane balbal sabilang ane kentasin baan I Naga Basukih. Sing baan geden lipine ngranaang sing keto jenega? Biuna telah patlangkeb kutun alase mara ningalin I Naga Basukih.
Gelising satua tan ucap di jalan, jani suba kone neked di Blangbangan pajalane I Naga Basukih. Mapan edote apang enggal ja ningalin gumi Baline, dong keto ya jenenga, jani menek kone I Naga Basukih ka duur muncuk gununge, uli muncuk gununge totonan lantas I Naga Basukih ninjo gumi Baline. Bes gegaen ningalin uli joh lantasan, terang suba cenik tingalina gumi baline teken I Naga Basukih. Payu ngrengkeng I Naga Basukih, kene kone krengkenganne I Naga Basukih, “Beh bes sanget baana I Aji melog-melog deweke, suba seken gumi Baline amul taluhe dadi mahanga lakar keweh kone deweke ngalih sameton di gumi Bali. Dadi buka anake sing nyager I Aji teken kesaktian deweke.”
Nah keto ja kone pakrengkenganne I Naga Basukih. Dadi tusing pesan kone ia rungu wiadin anen pakrengkengane di ati tatonan kapireng olih Ida Betara Guru. Ida anak mula maraga mawisesa, maraga sakti, sakedap dini sakedap ditu, cara angin tuara ngenah. Dadi dugas I Naga Basukih ngrengkene masambilan ninjo gumi Baline uli muncuk gununge Ida Batara suba ditu, sakewala sing tingalina teken I Naga Basukih. Ida mula uning ngenah ilang.
Men jani mapan aketo lantasan pakrengkenganne I Naga Basukih, ditu lantas Ida Betara Guru jog nyeleg di sampingne I Naga Basukih tumuli ngandika, “Uduh nanak Naga Basukih nganti suba pindo pireng Aji I Nanak nyampahang gumi Baline, I Nanak ngorahang gumi Baline totonan tuah amul taluhe. Nah jani Aji kene teken I Nanak, yan saja gumi Baline tuah amul taluhe buka pamunyin I Nanake, nah ento ada muncuk gunung ane ngenah uli dini. Yan buat gununge ento madan Gunung Sinunggal. Jani yan saja I Nanak sakti tur pradnyan, Aji matakon teken I Dewa, “Nyidaang ke I Nanak nguluh gununge totonan? Yang suba saja mrasidaang I Dewa nguluh, nah kala ditu Aji ngugu teken kawisesan I Dewane.” Keto kone pangandikan Ida Betara Guru teken I Naga Basukih.
Beh payu makejengan I Naga Basukih, krana tusing naen-naen gati dadi jog nyeleg Ajine di sampingne. Dadi mapan aketo bebaos Ida Betara Guru, dadi matur I Naga Basukih, “Inggih Aji Agung, yang wantah Aji nitah mangda nguluh Sinunggale, maliha yan bantas amonika pakantenan jagat Baline, yening Aji maicayang jagat Baline jaga uluh titiang.” Keto kone aturne I Naga Basukih kaliwat bergah.
Malih Ida Betara Guru ngandika, “Cening Naga Basukih, nah ene titah Ajine ane abedik malu laksanaang!”
Jani madabdaban lantas I Naga Basukih lakar nguluh Gunung Sinunggale ane ada di tanah Bali uli di Gunung Blangbangane. Ditu I Naga Basukih ngentegang saha nuptupang bayu. Beh ngencorong paningalan I Naga Basukih neeng Gunung Sinunggale, yan rasa-rasaang tulen ja buka kedis sikepe di benengan nyander pitike kagangsaranne I Naga Basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge.
Nah jani disubane neked di Bali, buina suba kacaplok Gunung Sinunggale, beh kaling ke lakar nguluh, ajin bantas mara muncukne dogen suba sing nyidaang I Naga Basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge. Mapan kagedean lelipi sadah sambilanga maplengsagan mesuang bayu, dadi embid Gunung Sinunggale ane paek bena kelodne. Yan rasaang, beh cara munyin kerug sasih kaulu munyin doosanne I Naga Basukih amah kenyelne, masih tonden nyidaang nguluh Gunung Sinunggale.
Kacrita ne jani pelanan suba telah gading bayunne I Naga Basukih masih tonden nyidaang nguluh gununge. Undukne I Naga Basukih buka keto kaaksi olih Ida Betara Guru, mawanan di gelis Ida ngandika, “Nanak Naga Basukih, men kenken nyidaang apa tuara I Nanak nguluh Gunung Sinunggale?”
Mara keto kone patakon Ida Betara Gurune, emeh kaliwat kabilbilne madukan jengah kenehne I Naga Basukih. Sakewala buin telung keto ja lakar ngaba jengah, lakar pragat tuara nyidaang I Naga Basukih lakar nguluh Gunung Sinunggale. Kaling ke nguluh makejang, ajin nguluh muncukne dogen suba nandes. Dadi sambilanga masemu kabilbil matur I Naga Basukih ring Ida Betara Guru.
“Nawegang Aji Agung, kenak Aji ngampurayang indik titiange bregah saha ngandapang jagat Baline. Mangkin kenak Aji ngenenin upadarwa padewekan titiange baan titiang bregah!” Keto kone aturne I Naga Basukih, jegan pragat tinut teken sapatitah Ida Betara Guru.
Nah sasukat I Naga Basukih nongosin Gunung Sinunggale, kapah ada linuh, kapah ada blabar, buina tusing pesan taen ada angin slaung sajeroning Bali.
Nah, ada buka jani gunuge tegeh-tegeh di Bali, ento kone mawiwit uli Gunung Mahameru ane katurunang di Bali olih Ida Betara Guru.
Nah jani sedek dina anu, kandugi enu ruput pesan I Naga Basukih tangkil ring ajine. Baan tumben buka semengane I Naga Basukih Tangkil, dadi matakon Ida Betara Guru ring putrane, “Uduh nanak Bagus, dadi tumben buka semengan I Nanak nangkilin Aji, men apa jenenga ada kabuatan I Nanak ring Aji, nah lautan I Nanak mabaos!” Keto kone pataken Ida Betara guru ring putrane I Naga Basukih.
Ditu lantas I Naga Basukih matur ring Ajine, “Nawegang Aji Agung titiang kadi isenge ring sameton titiange sane wenten ring jagat Bali, makadi Betara Geni Jaya sane malinggih kocap ring Bukit Lempuyang, Betara Mahadewa kocap ring Gunung Agung, Betara Tumuwuh ring Gunung Batukaru, Betara Manik Umang ring Gunung Beratan, Betara Hyang Tugu di Gunung Andakasa, cutet ring sami sameton titiange sane wenten ring tanah Bali. Dening sampun lami pisan Aji, titiang tan pisan naanin mapanggih sareng sameton, nika mawinan titiang nunasang mangda sueca ugi maicain titiang lunga ka tanah Bali jaga ngrereh sameton titiange sami.”
Beh, mara keto kone aturne I naga Basukih, dadi di gelis Ida Betara Guru ngandika, “Uduh nanak Bagus, nah yan dadi baan Aji sampunang ja I Nanak lunga ka Bali buate lakar ngalih pasemetonan I Dewane. Nah apa lantas ngawinang dadi buka Aji mialang pamargan I Nanak, mapan gumi Baline totonan joh pesan uli dini. Buina yan lakar I Nanak ngalih gumi Baline, pajalane ngliwat pasih. Len teken totonan buat tongos sameton-sameton I Nanake malinggih madoh-dohan, selat alas suket madurgama. Kaparna baan Aji, minab lakar sengka baan I Nanak indike jaga mamanggih sameton. Buina yan pade I Nanak lunga, men nyen kone ajak Aji ngawaspadain utawi nureksain dini di Gunung Semeru.” Dadi keto kone pangandikan Ida Betara Guru buka anake mialang pajalane I Naga Basukih unduke lakar luas ka tanah Bali.
Baan isenge teken sameton, mimbuh baan dote nawang gumi Bali sing ya keto jenenga, dadi buin ngawawanin I Naga Basukih matur ring Betara Guru, “Nunas lugra Aji Agung, yening kenten antuk Aji mabaos, minab Aji ngandapang saha nandruhin kawisesan titiange. I wau Aji mamaosang jagat Baline selat pasih raris mialang pajalan titiange ka Bali, beh elah antuk titiang ngentap pasihe wantah aclekidek. Raris malih Aji maosang genah sameton titiange di Bali medoh-dohan, maselat alas suket madurgama, amunapi se ageng gumi Baline punika Aji? Kantun elah antuk titiang Aji. Yening Aji maicayang, punika Aji.” Dadi jeg keto kone aturne I Naga Basukih, jeg nyampahang gumi Baline di ajeng Ida Betara Guru.
Nah mapan keto kone aturne I Naga Basukih, men Ida Betara Guru jog kadi blengbengan kayunidane miragi atur putrane. Dados jog nyampahang gumi Baline, buin sadah elah kone baana nguluh mapan tuah amul taluhe geden gumi Baline. Sakewala pamuput ngandika Ida Betara Guru teken I Naga Basukih, “Nanak Bagus Naga Basukih, Aji sing ja buin lakar mialang pajalan I Nanak ka jagat Bali, nah majalan I Nanak apang melah!” Mara keto kone pangandikan Ajine, beh ngrigik kone I Naga Basukih, jog menggal-enggalan nunas mapamit ring Ida Betara Guru.
Nah jani madabdan kone I Naga Basukih buate luas ka Bali. Yan buat pajalane uli Gunung Semeru lakar ngojog Blangbangan. Di benengan majalane I Naga Basukih, asing tomploka jog pragat dekdek remuk. Telah punyan-punyanane balbal sabilang ane kentasin baan I Naga Basukih. Sing baan geden lipine ngranaang sing keto jenega? Biuna telah patlangkeb kutun alase mara ningalin I Naga Basukih.
Gelising satua tan ucap di jalan, jani suba kone neked di Blangbangan pajalane I Naga Basukih. Mapan edote apang enggal ja ningalin gumi Baline, dong keto ya jenenga, jani menek kone I Naga Basukih ka duur muncuk gununge, uli muncuk gununge totonan lantas I Naga Basukih ninjo gumi Baline. Bes gegaen ningalin uli joh lantasan, terang suba cenik tingalina gumi baline teken I Naga Basukih. Payu ngrengkeng I Naga Basukih, kene kone krengkenganne I Naga Basukih, “Beh bes sanget baana I Aji melog-melog deweke, suba seken gumi Baline amul taluhe dadi mahanga lakar keweh kone deweke ngalih sameton di gumi Bali. Dadi buka anake sing nyager I Aji teken kesaktian deweke.”
Nah keto ja kone pakrengkenganne I Naga Basukih. Dadi tusing pesan kone ia rungu wiadin anen pakrengkengane di ati tatonan kapireng olih Ida Betara Guru. Ida anak mula maraga mawisesa, maraga sakti, sakedap dini sakedap ditu, cara angin tuara ngenah. Dadi dugas I Naga Basukih ngrengkene masambilan ninjo gumi Baline uli muncuk gununge Ida Batara suba ditu, sakewala sing tingalina teken I Naga Basukih. Ida mula uning ngenah ilang.
Men jani mapan aketo lantasan pakrengkenganne I Naga Basukih, ditu lantas Ida Betara Guru jog nyeleg di sampingne I Naga Basukih tumuli ngandika, “Uduh nanak Naga Basukih nganti suba pindo pireng Aji I Nanak nyampahang gumi Baline, I Nanak ngorahang gumi Baline totonan tuah amul taluhe. Nah jani Aji kene teken I Nanak, yan saja gumi Baline tuah amul taluhe buka pamunyin I Nanake, nah ento ada muncuk gunung ane ngenah uli dini. Yan buat gununge ento madan Gunung Sinunggal. Jani yan saja I Nanak sakti tur pradnyan, Aji matakon teken I Dewa, “Nyidaang ke I Nanak nguluh gununge totonan? Yang suba saja mrasidaang I Dewa nguluh, nah kala ditu Aji ngugu teken kawisesan I Dewane.” Keto kone pangandikan Ida Betara Guru teken I Naga Basukih.
Beh payu makejengan I Naga Basukih, krana tusing naen-naen gati dadi jog nyeleg Ajine di sampingne. Dadi mapan aketo bebaos Ida Betara Guru, dadi matur I Naga Basukih, “Inggih Aji Agung, yang wantah Aji nitah mangda nguluh Sinunggale, maliha yan bantas amonika pakantenan jagat Baline, yening Aji maicayang jagat Baline jaga uluh titiang.” Keto kone aturne I Naga Basukih kaliwat bergah.
Malih Ida Betara Guru ngandika, “Cening Naga Basukih, nah ene titah Ajine ane abedik malu laksanaang!”
Jani madabdaban lantas I Naga Basukih lakar nguluh Gunung Sinunggale ane ada di tanah Bali uli di Gunung Blangbangane. Ditu I Naga Basukih ngentegang saha nuptupang bayu. Beh ngencorong paningalan I Naga Basukih neeng Gunung Sinunggale, yan rasa-rasaang tulen ja buka kedis sikepe di benengan nyander pitike kagangsaranne I Naga Basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge.
Nah jani disubane neked di Bali, buina suba kacaplok Gunung Sinunggale, beh kaling ke lakar nguluh, ajin bantas mara muncukne dogen suba sing nyidaang I Naga Basukih ngepet-ngepetang muncuk gununge. Mapan kagedean lelipi sadah sambilanga maplengsagan mesuang bayu, dadi embid Gunung Sinunggale ane paek bena kelodne. Yan rasaang, beh cara munyin kerug sasih kaulu munyin doosanne I Naga Basukih amah kenyelne, masih tonden nyidaang nguluh Gunung Sinunggale.
Kacrita ne jani pelanan suba telah gading bayunne I Naga Basukih masih tonden nyidaang nguluh gununge. Undukne I Naga Basukih buka keto kaaksi olih Ida Betara Guru, mawanan di gelis Ida ngandika, “Nanak Naga Basukih, men kenken nyidaang apa tuara I Nanak nguluh Gunung Sinunggale?”
Mara keto kone patakon Ida Betara Gurune, emeh kaliwat kabilbilne madukan jengah kenehne I Naga Basukih. Sakewala buin telung keto ja lakar ngaba jengah, lakar pragat tuara nyidaang I Naga Basukih lakar nguluh Gunung Sinunggale. Kaling ke nguluh makejang, ajin nguluh muncukne dogen suba nandes. Dadi sambilanga masemu kabilbil matur I Naga Basukih ring Ida Betara Guru.
“Nawegang Aji Agung, kenak Aji ngampurayang indik titiange bregah saha ngandapang jagat Baline. Mangkin kenak Aji ngenenin upadarwa padewekan titiange baan titiang bregah!” Keto kone aturne I Naga Basukih, jegan pragat tinut teken sapatitah Ida Betara Guru.
Nah sasukat I Naga Basukih nongosin Gunung Sinunggale, kapah ada linuh, kapah ada blabar, buina tusing pesan taen ada angin slaung sajeroning Bali.
Nah, ada buka jani gunuge tegeh-tegeh di Bali, ento kone mawiwit uli Gunung Mahameru ane katurunang di Bali olih Ida Betara Guru.
Satua Bali i pucung
Kacrita ada koné tuturan satua, di Banjar Kawan, wewengkon Koripan ada anak pacul ngelah pianak muani adiri madan I Pucung. I Pucung koné gegaenné tuwah mapikat di cariké, nanging ké nyalah unduk pajalanné mapikat krana ia mikatin kedis masan padi tondén serab. Dadi tusing pesan koné ia taén maan kedis, wiréh tusing ada kedis ngalih amah krana padiné mara ngandeg beling, tondén pesu buah. Déning kéto, med-medan koné ia mapikat. Wadih mapikat ngalih kedis, jani I Pucung koné demen tekéning kuluk. Sakéwala, tingkahné masih soléh maidih-idihan, krana sabilang ia nagih ngidih konyong sik pisaganné begbeg ané idiha konyong ané mara lekad. Wiréh konyong ané nagih idiha enu cerik buina tondén kedat, kadéna konyongné enu buta, dadi buung dogén koné ia ngidih konyong. Mara kéto paundukan ané tepukina baan I Pucung pesu pedih kenehné, déning makejang ané kenehanga tusing taén misi.
Sasukat ento, kacrita I Pucung tusing pesan koné ia taén kija-kija buin, begbeg nyingkrung dogén jumahné. Ping kuda-kuda kadén suba bapanné nglémékin, apanga ia nulungin ka carik, nanging ia masih tusing nyak. Wiréh kéto solah pianakné, bapanné pedih koné kenehné tekén I Pucung, nanging ia tusing bani nglémékin wiadin nigtig I Pucung krana ia suba kelih. Bapanné memegeng cara togog nolih I Pucung nyingkrung di plangkané geris-geris sirep leplep.
Makelo-kelo, dadi demen koné I Pucung tekén anak luh. Sakéwala dedemenanné likad pesan, gedé kenehné ia, sawiréh ané dotanga sing ja ada lén putrin Ida Sang Prabhu Koripan. Ditu kéweh ia makeneh, ngenehang isin dedemenanné, budi morahan tekén bapanné tusing koné ia juari, déning suba ngasén kapining déwék gedeganga. Ngangsan ngibukang kenehné I Pucung wiréh dot énggal makurenan ngajak Ida Radén Galuh, nanging tusing ada jalan, mabudi ngalih ka puri ia tusing bani. Jani ngaé koné ia daya, apanga misi kenehné nyidayang makatang Radén Galuh.
Sedek dina anu, I Pucung kacritaang ka puri tangkil ring Ida Sang Prabhu. Mara teked di bancingah, tepukina ada koné parekan nglaut ia matakon, “Ih jero parekan, nawegang titiang nunas tulung ring jeroné, wekasang jebos titiang ka purian, aturang titiang jagi tangkil ring Ida Sang Prabhu!”
Masaut parekané, “Inggih, mangda becik antuk tiang ngaturang ring Ida Sang Prabhu, jeroné sapasira?”
“Aturang titiang I Pucung saking Banjar Kawan!”
Ditu lantas parekanné ngapurian matur ring Ida Sang Prabhu, “Nawegang titiang matur ring Palungguh I Ratu, puniki wénten kaulan Palungguh Cokor I Déwa mawasta I Pucung saking Banjar Kawan, ipun jagi tangkil ring Palungguh Cokor I Déwa.” Ngandika Ida Sang Prabhu, “Apa koné ada aturanga I Pucung tekén nira?”
“Matur sisip titiang Ratu Déwa Agung, parindikan punika tan wénten titiang uning.”
“Nah, lamun kéto, tundén suba ia mai!” Ngajabaang lantas parekané ngorahin I Pucung tundéna ngapuriang. Mara kéto, éncol koné pajalané I Pucung ngapurian. Sasubanné neked di ajeng Ida Sang Prabhu, lantas ia mamitan lugra.
“Ih to Cai Pucung, apa ada buatang Cai mai?”
Matur I Pucung, “Inggih matur sisip titiang Ratu Déwa Agung, wénten tunasang titiang ring Cokor I Déwa.”
“Nah, unduk apa ento Pucung? Lautang aturang kapining gelah!”
“Inggih sapunapi awinan ipun i pantun sané wau embud dados ipun puyung, kalih asuné sané wau lekad dados ipun buta?”
Ngandika Ida Sang Prabhu, “Yan unduk ento takonang Cai, nira tusing pesan nawang awinannyané buka kéto, men yan cara Cai, kénkén mawinan dadi buka kéto?”
“Parindikan punika tan kamanah taler antuk titiang. Nanging, yan banggayang Cokor I Déwa asapunika kéwanten, kamanah antuk titiang, gelis jaga rusak jagat druéné.”
“Men jani kénkén baan madaya, apanga guminé tusing uug?”
“Inggih yan kamanah antuk titiang tambet, becik mangkin karyanang banten paneduh aturang ring Ida Betara Dalem. Manawi wénten kasisipan Palungguh Cokor I Déwa, mangda sampunang Ida Betara banget menggah pamiduka!”
“Nah lamun kéto ja keneh Cainé, kema tegarang neduh ka pura Dalem! Sing ada sagét pawuwus saking Ida Betara Dalem kapining nira, nira lakar ngiring dogénan. Nah, antiang dini malu akejep, nira nu nundén panyeroané ngaé banten. Apang nyidaang maturan dinané jani, sedeng melaha jani dina tumpek. Yan suba pragat bantené, Cai men ngaturang ajak I Mangku Dalem ka pura!”
“Inggih, titiang masedéwék!” Kéto aturné I Pucung.
Gelisin satua, Sasubanné pragat bantené, majalan lantas I Pucung nyuun banten, ngojog kumah jero mangku.
“Jero Mangku, Jero Mangku, tiang nikaanga mriki mangda ngaturin Jero Mangku olih Ida Sang Prabhu, niki wénten upakara mangda ragan Jero Mangku ngaturang ring pura Dalem mapinunas mangda jagaté i riki rahajeng. Samalihipun banten puniki jeroné kandikaang makta ka pura. Tiang mapamit dumun abosbos jaga kayeh,” akéto baana melog-melog Jero Mangku baan I Pucung.
Sasubanné matur ulian ngéka daya tekén Jero Mangku, ditu lantas I Pucung énggal-énggal mapamit uli jeron dané Jero Mangku Dalem. Gelisin satua, apang tusing katara, silib koné pajalanné I Pucung ngojog pura Dalem tur nglaut ia macelep ka palinggih gedong kamulan ané tanggu kelod. Sawatara ada koné apanginangan ia mengkeb ditu, rauh lantas Jero Mangku makta banten ngojog palinggih sik tongos I Pucungé mengkeb. Suba kéto lantas koné Jero Mangku ngaturang banten saha mapinunas tekén Ida Betara mangdané guminé di Koripan manggih karahayuan!
Sasubanné Jero Mangku suud ngantebang, ngomong lantas I Pucung uli jumahan gedongé, mapi-mapi dadi Betara, kéné koné munyinné, “Ih, Cening Mangku pérmas Irané, nyén nundén sapuh Ira mai maturan nunas kaluputan tekén Nira?”
Masaur Jero Mangku, “Inggih titiang kandikayang antuk damuh Palungguh Betara, Ida Sang Prabhu nunas kaluputan ring Palungguh Betara, déning pantuné wau lekad puyung kalih asuné wau lekad ipun buta.”
Buin ngomong I Pucung, “Ih, Cening Mangku, Nira ngiangin lakar ngicén kaluputan nanging yan Sang Prabhu ngaturang okanné Radén Galuh kapining Ira!” Jero Mangku ngadén munyin I Pucung pangandikan Ida Betara, lantas dané budal. Teked di jabaan purané Jero Mangku mrérén di batan punyan binginé sambilang dané ngantiang I Pucung.
Buin akejepné pesu lantas I Pucung uli gedongan palinggih kamulan nglaut ia maekin Jero Mangku sedek ngetis tur matakon, ”Sapunapi Jero Mangku, wénten minab wacanan Ida Betara?” Jero Mangku Dalem lantas nuturang buat pamargin danéné mapinunas kadagingan patuh cara munyin I Pucung mapi-mapi dadi Betara nguluk-nguluk ragan dané Jero Mangku cara itunian. Buina suud nutur kéto, Jero Mangku lantas nganikain I Pucung, “Nah, Pucung melah suba Cai ka puri ngaturang tekén Ida Sang Prabhu pangandikan Ida Betara. Bapa tusing ja bareng kema, wiréh jumah ada tamiu ngantiang!” Déning kéto pangandikan Jero Mangku, dadi kendel pesan I Pucung, déning guguna pamunyin déwékné tekén Jero Mangku, saha lantas ia majalan ngapurian.
Sasubanné I Pucung nganteg di purian, ngandika lantas Ida Sang Prabhu, “Men, kénkén Pucung buat pajalan Cainé mapinunas, ada pawecanan Ida Betara tekéning Cai? Tegarang tuturang apang gelah nawang!”
Matur I Pucung, “Inggih wénten Ratu Déwa Agung. Asapuniki wecanan Ida Betara ring titiang. “Ih, Cening Pucung, kema aturang wecanan Irané tekén gustin Ceningé, buat pinunas sasuhunan Ceningé, Nira lédang lakara ngicénin ida kaluputan mangdané guminé karahayuan, nanging yan ida kayun ngaturang okanné, Ida Radén Galuh tekén Nira!” Asapunika pangandikan Ida Betara ring sikian titiang. Inggih, sané mangkin asapunapi pakayunan Palungguh Cokor I Déwa, déning asapunika pakayunan Ida Betara?”
“Nah yan kéto pakayunan Ida Betara, anaké buka gelah sing ja bani tulak tekén pakayunan Idané. Yan suba guminé nemu karahayuan, gelah dong ngaturang dogén. Ento mara abesik putran gelahé karsaang Ida Sasuhunan, kadi rasa makadadua, gelah pastika lakar ngaturang.” Ditu buin koné ngendelang dogén kenehné I Pucung déning suba tingas pesan sinah lakar kaisinan idepné nganggon Radén Galuh kurenan.
Matur buin I Pucung, “Inggih yan asapunika pikayunan Palungguh Cokor I Déwa, margi rahinané mangkin ratu, aturang putrin Cokor I Déwa, Ida i nanak Radén Galuh ring Ida Betara mangda gelis kasidan pinunas Cokor I Déwa, rahajeng jagat Koripané! Titiang ja ngiringang Ida, jaga aturang titiang ring Ida Betara Dalem.” Mara kéto aturné I Pucung, ditu lantas Ida Sang Prabhu ngandikain parekanné apanga ngaturin okané lanang Ida Radén Mantri, kandikaang ngapurian. Ida Radén Mantri sedek koné di jabaan. Majalan lantas i parekan ka jabaan ngaturin Ida Radén Mantri. Ida Radén Mantri raris ngapurian tangkil ring ajinné.
Ngandika Ida Sang Prabhu, “Cening Bagus Radén Mantri I Déwa, nah né jani Bapa ngorahin Cening, buat arin Ceningé Radén Galuh karsaanga tekén Ida Betara Dalem. Bapa lakar ngaturang i anak Galuh tekén Ida Betara, déning Bapa tuara bani tekéning anak tuara ngenah, buina apanga guminé karahayuan. Wiréh mula kéto swadarmaning dadi agung, tusing dadi mucingin apa buin pangandikan Ida Betara ané tusing kanten. Yan Bapa tusing ngaturang adin I Déwané, pedas rusak jagaté. Men, cening kénkén kayuné?”
Matur Ida Radén Mantri, “Inggih yan sampun asapunika pakayunan Guru Aji, titiang tan panjang atur malih. Lédang té pakayunan Guru Aji kémanten.”
Déning kéto aturné Radén Mantri, lantas I Patih kandikaang nuunang peti lakar genah I Radén Galuh. Sasubanné Ida Radén Galuh magenah di petiné, lantas petiné kancinga tur seregné tegulanga di duur petiné.
Ngandika Ida Sang Prabhu, “Ih Cai Pucung, nah né suba pragat i nanak Galuh mawadah peti, kema suba tegen petiné aba ka pura Dalem aturang i nanak Galuh ring Ida Betara. Né seregé di duur petiné mategul. Da pesan Cai nyemak seregé ené, depin dogén dini, satondén Cainé nganteg di pura. Buina ingetang pabesen gelahé, yén Cai makita manjus di jalan, pejang petiné di duur pundukanné tur seregné depang masih ditu mategul!”
Sasubanné I Pucung polih pangandikan Ida Sang Prabhu tur ia ngresep tekén pawecananidané ditu ia matur, “Inggih, titiang sairing,” kéto aturné lantas ia majalan negen petiné misi Ida Radén Galuh. Mimih, magrétgotan koné ia negen petiné ento, nanging baan kendelné lakar maan kurenan okan Ida Sang Prabhu, dadi tusing koné aséna baat. Kacrita di jalan, I Pucung nepukin tukad ané yéhné ening, dadi prajani pesu koné kenyelné I Pucung. Kadaut baan ening yéh tukadé tur bedakné tan kadi-kadi, ditu ia marérén nglaut manjus ka tukadé. Petiné pejanga baan I Pucung di duur pundukané katut seregné kadi pangandikan Ida Sang Prabhu. Di makiréné ia tuun lakar kayeh, matur I Pucung tekén Radén Galuh, “Ratu Radén Galuh, Cokor I Déwa driki dumun, kénakang kayuné driki. Titiang ngaonin Cokor I Déwa ajebos, titiang jaga tuunan manjus, déning ongkeb pisan tan dugi antuk titiang naanang kebusé, asapunika taler bedak tiangé tan kadi-kadi.” Déning Ida Radén Galuh mawadah peti dadi tusing koné pirenga atur I Pucungé.
Suud I Pucung matur kéto, tuunan lantas ia ka tukadé kayeh. I Pucung klangen tekén tis yéh tukadé kanti tusing inget tekén Radén Galuh, ia makelo manjus sambilanga mlamlaman. Ditu rauh lantas Ida Radén Mantri sameton Ida Radén Galuh nandan macan pacang anggén ida ngentosin sametoné. Sasubanné Ida Radén Mantri rauh sik tongos petiné ento, ngelisang raris Ida Radén Mantri nyereg petiné tur kamedalang ariné. Sasubanné Ida Radén Galuh medal, jani macané koné celepang ida tur kakancing, seregné buin koné genahang ida duur petiné. Suud kéto, gelis-gelis koné Ida Radén Mantri malaib sareng Ida Radén Galuh budal ka Koripan. Buat isin petiné kasilurin, tusing koné tawanga tekén I Pucung.
Sasubanné I Pucung suud manjus, lantas ia menekan. Teked ba duuran dingeha koné munyi krasak-krosok baan I Pucung di tengah petiné. Ngomong lantas I Pucung, “Inggih Ratu Radén Galuh, menggah manawi Cokor I Déwa dados krasak-krosok wau kaonin titiang manjus. Margi mangkin Cokor I Déwa budal kumah titiangé, drika mangkin Cokor I Déwa malinggih sareng titiang. Cokor I Déwa pacang anggén titiang kurenan. Samalihipun, titiang sampun nyiagayang Cokor I Déwa woh-wohan luir ipun: buluan, salak, croring, miwah manggis. Punika pacang rayunan Palungguh Cokor I Déwa sampun wénten jumah titiang katragianang antuk panyeroan Palungguh Cokor I Déwa, titiang maderbé mémé. Sampunang té kénten menggah Cokor I Déwa, mangkin iringa ja Cokor I Déwa budal.”
Gelisin satua, majalan lantas ia I Pucung ngamulihang negen petiné. Sasubanné neked jumahné, kauk-kauk lantas I Pucung ngaukin méménné, “Mémé, mémé, ampakin tiang jlanan, tiang ngiring Ida Radén Galuh mulih. Tiang anak suba icéna nunas Ida Radén Galuh tekén Ida Sang Prabhu. Makedas-kedas men Mémé di jumahan metén icangé apang kedas, krana tiang lakar nglinggihang Ida ditu, uli semengan Ida tondén ngrayunang.” Méménné tusing ja ia nawang keneh panakné, slegagan koné ia mara ningeh pamunyin panakné buka kéto. Dadi ampakina dogén koné I Pucung jelanan tur I Pucung ngénggalang macelep kumah metén saha éncol ngancing jelanan uli jumahan. Petiné, pejanga koné baan I Pucung di pasaréané.
Critayang jani suba tengah lemeng mémé bapanné I Pucung suba koné pada leplep sirepné, ditu lantas I Pucung buin ngomong ngrumrum isin petiné, “Inggih Ratu Radén Galuh, matangi Cokor I Déwa, niki sampun wengi, mriki mangkin Palungguh Cokor I Déwa merem sareng titiang!” Suud ia ngomong kéto, lantas petiné ento serega tur ungkabanga. Mara petiné ento ungkabanga, méméh déwa ratu tangkejutné I Pucung, wiréh petiné misi macan. Tondén maan mapéngkas, sagét macané ané ada di tengah petiné makecos nyagrep saha nyarap I Pucung. Ditu I Pucung lantas mati sarap macan.
Buin mani semenganné, dunduna lantas ia tekén méménné uli diwangan, déning suba tengai I Pucung tondén bangun uli pasaréan. Méménné narka tur ngadén panakné sajaan ngajak Radén Galuh. Kanti ping telu koné méménné makaukan, masih tusing koné ada pasautné I Pucung uli tengahan meténé. Wiréh kéto, méménné koné lantas ninjak jelananné. Mara mampakan don jelananné, magruéng koné macané jumahan. Ditu makesiab méménné I Pucung saha prajani lantas buin ngubetang jelanan meténé. Sasubanné macané kakancing ditu lantas ia gelur-gelur ngidih tulungan tekén pisagané. Liu pada anaké nyagjagin mémén I Pucung saha sregep pada ngaba gegawan. Macané laut kaiterin di jumahan metené tekén kramané, ada ané numbak uli di sisi, ada ané nimpug aji batu, kéto masi ada ané nulup. Gruéng-gruéng macané kena tumbak, lantig saang kandikan saha glebugin batu bulitan ané gedé-gedé. Wiréh kakembulin, mati lantas koné macané totonan. Sasubanné i macan mati, mulihan lantas méménné I Pucung ka tengah meténné, dapetanga panakné suba mati tur nu tulang-tulangné dogén.
Sasukat ento, kacrita I Pucung tusing pesan koné ia taén kija-kija buin, begbeg nyingkrung dogén jumahné. Ping kuda-kuda kadén suba bapanné nglémékin, apanga ia nulungin ka carik, nanging ia masih tusing nyak. Wiréh kéto solah pianakné, bapanné pedih koné kenehné tekén I Pucung, nanging ia tusing bani nglémékin wiadin nigtig I Pucung krana ia suba kelih. Bapanné memegeng cara togog nolih I Pucung nyingkrung di plangkané geris-geris sirep leplep.
Makelo-kelo, dadi demen koné I Pucung tekén anak luh. Sakéwala dedemenanné likad pesan, gedé kenehné ia, sawiréh ané dotanga sing ja ada lén putrin Ida Sang Prabhu Koripan. Ditu kéweh ia makeneh, ngenehang isin dedemenanné, budi morahan tekén bapanné tusing koné ia juari, déning suba ngasén kapining déwék gedeganga. Ngangsan ngibukang kenehné I Pucung wiréh dot énggal makurenan ngajak Ida Radén Galuh, nanging tusing ada jalan, mabudi ngalih ka puri ia tusing bani. Jani ngaé koné ia daya, apanga misi kenehné nyidayang makatang Radén Galuh.
Sedek dina anu, I Pucung kacritaang ka puri tangkil ring Ida Sang Prabhu. Mara teked di bancingah, tepukina ada koné parekan nglaut ia matakon, “Ih jero parekan, nawegang titiang nunas tulung ring jeroné, wekasang jebos titiang ka purian, aturang titiang jagi tangkil ring Ida Sang Prabhu!”
Masaut parekané, “Inggih, mangda becik antuk tiang ngaturang ring Ida Sang Prabhu, jeroné sapasira?”
“Aturang titiang I Pucung saking Banjar Kawan!”
Ditu lantas parekanné ngapurian matur ring Ida Sang Prabhu, “Nawegang titiang matur ring Palungguh I Ratu, puniki wénten kaulan Palungguh Cokor I Déwa mawasta I Pucung saking Banjar Kawan, ipun jagi tangkil ring Palungguh Cokor I Déwa.” Ngandika Ida Sang Prabhu, “Apa koné ada aturanga I Pucung tekén nira?”
“Matur sisip titiang Ratu Déwa Agung, parindikan punika tan wénten titiang uning.”
“Nah, lamun kéto, tundén suba ia mai!” Ngajabaang lantas parekané ngorahin I Pucung tundéna ngapuriang. Mara kéto, éncol koné pajalané I Pucung ngapurian. Sasubanné neked di ajeng Ida Sang Prabhu, lantas ia mamitan lugra.
“Ih to Cai Pucung, apa ada buatang Cai mai?”
Matur I Pucung, “Inggih matur sisip titiang Ratu Déwa Agung, wénten tunasang titiang ring Cokor I Déwa.”
“Nah, unduk apa ento Pucung? Lautang aturang kapining gelah!”
“Inggih sapunapi awinan ipun i pantun sané wau embud dados ipun puyung, kalih asuné sané wau lekad dados ipun buta?”
Ngandika Ida Sang Prabhu, “Yan unduk ento takonang Cai, nira tusing pesan nawang awinannyané buka kéto, men yan cara Cai, kénkén mawinan dadi buka kéto?”
“Parindikan punika tan kamanah taler antuk titiang. Nanging, yan banggayang Cokor I Déwa asapunika kéwanten, kamanah antuk titiang, gelis jaga rusak jagat druéné.”
“Men jani kénkén baan madaya, apanga guminé tusing uug?”
“Inggih yan kamanah antuk titiang tambet, becik mangkin karyanang banten paneduh aturang ring Ida Betara Dalem. Manawi wénten kasisipan Palungguh Cokor I Déwa, mangda sampunang Ida Betara banget menggah pamiduka!”
“Nah lamun kéto ja keneh Cainé, kema tegarang neduh ka pura Dalem! Sing ada sagét pawuwus saking Ida Betara Dalem kapining nira, nira lakar ngiring dogénan. Nah, antiang dini malu akejep, nira nu nundén panyeroané ngaé banten. Apang nyidaang maturan dinané jani, sedeng melaha jani dina tumpek. Yan suba pragat bantené, Cai men ngaturang ajak I Mangku Dalem ka pura!”
“Inggih, titiang masedéwék!” Kéto aturné I Pucung.
Gelisin satua, Sasubanné pragat bantené, majalan lantas I Pucung nyuun banten, ngojog kumah jero mangku.
“Jero Mangku, Jero Mangku, tiang nikaanga mriki mangda ngaturin Jero Mangku olih Ida Sang Prabhu, niki wénten upakara mangda ragan Jero Mangku ngaturang ring pura Dalem mapinunas mangda jagaté i riki rahajeng. Samalihipun banten puniki jeroné kandikaang makta ka pura. Tiang mapamit dumun abosbos jaga kayeh,” akéto baana melog-melog Jero Mangku baan I Pucung.
Sasubanné matur ulian ngéka daya tekén Jero Mangku, ditu lantas I Pucung énggal-énggal mapamit uli jeron dané Jero Mangku Dalem. Gelisin satua, apang tusing katara, silib koné pajalanné I Pucung ngojog pura Dalem tur nglaut ia macelep ka palinggih gedong kamulan ané tanggu kelod. Sawatara ada koné apanginangan ia mengkeb ditu, rauh lantas Jero Mangku makta banten ngojog palinggih sik tongos I Pucungé mengkeb. Suba kéto lantas koné Jero Mangku ngaturang banten saha mapinunas tekén Ida Betara mangdané guminé di Koripan manggih karahayuan!
Sasubanné Jero Mangku suud ngantebang, ngomong lantas I Pucung uli jumahan gedongé, mapi-mapi dadi Betara, kéné koné munyinné, “Ih, Cening Mangku pérmas Irané, nyén nundén sapuh Ira mai maturan nunas kaluputan tekén Nira?”
Masaur Jero Mangku, “Inggih titiang kandikayang antuk damuh Palungguh Betara, Ida Sang Prabhu nunas kaluputan ring Palungguh Betara, déning pantuné wau lekad puyung kalih asuné wau lekad ipun buta.”
Buin ngomong I Pucung, “Ih, Cening Mangku, Nira ngiangin lakar ngicén kaluputan nanging yan Sang Prabhu ngaturang okanné Radén Galuh kapining Ira!” Jero Mangku ngadén munyin I Pucung pangandikan Ida Betara, lantas dané budal. Teked di jabaan purané Jero Mangku mrérén di batan punyan binginé sambilang dané ngantiang I Pucung.
Buin akejepné pesu lantas I Pucung uli gedongan palinggih kamulan nglaut ia maekin Jero Mangku sedek ngetis tur matakon, ”Sapunapi Jero Mangku, wénten minab wacanan Ida Betara?” Jero Mangku Dalem lantas nuturang buat pamargin danéné mapinunas kadagingan patuh cara munyin I Pucung mapi-mapi dadi Betara nguluk-nguluk ragan dané Jero Mangku cara itunian. Buina suud nutur kéto, Jero Mangku lantas nganikain I Pucung, “Nah, Pucung melah suba Cai ka puri ngaturang tekén Ida Sang Prabhu pangandikan Ida Betara. Bapa tusing ja bareng kema, wiréh jumah ada tamiu ngantiang!” Déning kéto pangandikan Jero Mangku, dadi kendel pesan I Pucung, déning guguna pamunyin déwékné tekén Jero Mangku, saha lantas ia majalan ngapurian.
Sasubanné I Pucung nganteg di purian, ngandika lantas Ida Sang Prabhu, “Men, kénkén Pucung buat pajalan Cainé mapinunas, ada pawecanan Ida Betara tekéning Cai? Tegarang tuturang apang gelah nawang!”
Matur I Pucung, “Inggih wénten Ratu Déwa Agung. Asapuniki wecanan Ida Betara ring titiang. “Ih, Cening Pucung, kema aturang wecanan Irané tekén gustin Ceningé, buat pinunas sasuhunan Ceningé, Nira lédang lakara ngicénin ida kaluputan mangdané guminé karahayuan, nanging yan ida kayun ngaturang okanné, Ida Radén Galuh tekén Nira!” Asapunika pangandikan Ida Betara ring sikian titiang. Inggih, sané mangkin asapunapi pakayunan Palungguh Cokor I Déwa, déning asapunika pakayunan Ida Betara?”
“Nah yan kéto pakayunan Ida Betara, anaké buka gelah sing ja bani tulak tekén pakayunan Idané. Yan suba guminé nemu karahayuan, gelah dong ngaturang dogén. Ento mara abesik putran gelahé karsaang Ida Sasuhunan, kadi rasa makadadua, gelah pastika lakar ngaturang.” Ditu buin koné ngendelang dogén kenehné I Pucung déning suba tingas pesan sinah lakar kaisinan idepné nganggon Radén Galuh kurenan.
Matur buin I Pucung, “Inggih yan asapunika pikayunan Palungguh Cokor I Déwa, margi rahinané mangkin ratu, aturang putrin Cokor I Déwa, Ida i nanak Radén Galuh ring Ida Betara mangda gelis kasidan pinunas Cokor I Déwa, rahajeng jagat Koripané! Titiang ja ngiringang Ida, jaga aturang titiang ring Ida Betara Dalem.” Mara kéto aturné I Pucung, ditu lantas Ida Sang Prabhu ngandikain parekanné apanga ngaturin okané lanang Ida Radén Mantri, kandikaang ngapurian. Ida Radén Mantri sedek koné di jabaan. Majalan lantas i parekan ka jabaan ngaturin Ida Radén Mantri. Ida Radén Mantri raris ngapurian tangkil ring ajinné.
Ngandika Ida Sang Prabhu, “Cening Bagus Radén Mantri I Déwa, nah né jani Bapa ngorahin Cening, buat arin Ceningé Radén Galuh karsaanga tekén Ida Betara Dalem. Bapa lakar ngaturang i anak Galuh tekén Ida Betara, déning Bapa tuara bani tekéning anak tuara ngenah, buina apanga guminé karahayuan. Wiréh mula kéto swadarmaning dadi agung, tusing dadi mucingin apa buin pangandikan Ida Betara ané tusing kanten. Yan Bapa tusing ngaturang adin I Déwané, pedas rusak jagaté. Men, cening kénkén kayuné?”
Matur Ida Radén Mantri, “Inggih yan sampun asapunika pakayunan Guru Aji, titiang tan panjang atur malih. Lédang té pakayunan Guru Aji kémanten.”
Déning kéto aturné Radén Mantri, lantas I Patih kandikaang nuunang peti lakar genah I Radén Galuh. Sasubanné Ida Radén Galuh magenah di petiné, lantas petiné kancinga tur seregné tegulanga di duur petiné.
Ngandika Ida Sang Prabhu, “Ih Cai Pucung, nah né suba pragat i nanak Galuh mawadah peti, kema suba tegen petiné aba ka pura Dalem aturang i nanak Galuh ring Ida Betara. Né seregé di duur petiné mategul. Da pesan Cai nyemak seregé ené, depin dogén dini, satondén Cainé nganteg di pura. Buina ingetang pabesen gelahé, yén Cai makita manjus di jalan, pejang petiné di duur pundukanné tur seregné depang masih ditu mategul!”
Sasubanné I Pucung polih pangandikan Ida Sang Prabhu tur ia ngresep tekén pawecananidané ditu ia matur, “Inggih, titiang sairing,” kéto aturné lantas ia majalan negen petiné misi Ida Radén Galuh. Mimih, magrétgotan koné ia negen petiné ento, nanging baan kendelné lakar maan kurenan okan Ida Sang Prabhu, dadi tusing koné aséna baat. Kacrita di jalan, I Pucung nepukin tukad ané yéhné ening, dadi prajani pesu koné kenyelné I Pucung. Kadaut baan ening yéh tukadé tur bedakné tan kadi-kadi, ditu ia marérén nglaut manjus ka tukadé. Petiné pejanga baan I Pucung di duur pundukané katut seregné kadi pangandikan Ida Sang Prabhu. Di makiréné ia tuun lakar kayeh, matur I Pucung tekén Radén Galuh, “Ratu Radén Galuh, Cokor I Déwa driki dumun, kénakang kayuné driki. Titiang ngaonin Cokor I Déwa ajebos, titiang jaga tuunan manjus, déning ongkeb pisan tan dugi antuk titiang naanang kebusé, asapunika taler bedak tiangé tan kadi-kadi.” Déning Ida Radén Galuh mawadah peti dadi tusing koné pirenga atur I Pucungé.
Suud I Pucung matur kéto, tuunan lantas ia ka tukadé kayeh. I Pucung klangen tekén tis yéh tukadé kanti tusing inget tekén Radén Galuh, ia makelo manjus sambilanga mlamlaman. Ditu rauh lantas Ida Radén Mantri sameton Ida Radén Galuh nandan macan pacang anggén ida ngentosin sametoné. Sasubanné Ida Radén Mantri rauh sik tongos petiné ento, ngelisang raris Ida Radén Mantri nyereg petiné tur kamedalang ariné. Sasubanné Ida Radén Galuh medal, jani macané koné celepang ida tur kakancing, seregné buin koné genahang ida duur petiné. Suud kéto, gelis-gelis koné Ida Radén Mantri malaib sareng Ida Radén Galuh budal ka Koripan. Buat isin petiné kasilurin, tusing koné tawanga tekén I Pucung.
Sasubanné I Pucung suud manjus, lantas ia menekan. Teked ba duuran dingeha koné munyi krasak-krosok baan I Pucung di tengah petiné. Ngomong lantas I Pucung, “Inggih Ratu Radén Galuh, menggah manawi Cokor I Déwa dados krasak-krosok wau kaonin titiang manjus. Margi mangkin Cokor I Déwa budal kumah titiangé, drika mangkin Cokor I Déwa malinggih sareng titiang. Cokor I Déwa pacang anggén titiang kurenan. Samalihipun, titiang sampun nyiagayang Cokor I Déwa woh-wohan luir ipun: buluan, salak, croring, miwah manggis. Punika pacang rayunan Palungguh Cokor I Déwa sampun wénten jumah titiang katragianang antuk panyeroan Palungguh Cokor I Déwa, titiang maderbé mémé. Sampunang té kénten menggah Cokor I Déwa, mangkin iringa ja Cokor I Déwa budal.”
Gelisin satua, majalan lantas ia I Pucung ngamulihang negen petiné. Sasubanné neked jumahné, kauk-kauk lantas I Pucung ngaukin méménné, “Mémé, mémé, ampakin tiang jlanan, tiang ngiring Ida Radén Galuh mulih. Tiang anak suba icéna nunas Ida Radén Galuh tekén Ida Sang Prabhu. Makedas-kedas men Mémé di jumahan metén icangé apang kedas, krana tiang lakar nglinggihang Ida ditu, uli semengan Ida tondén ngrayunang.” Méménné tusing ja ia nawang keneh panakné, slegagan koné ia mara ningeh pamunyin panakné buka kéto. Dadi ampakina dogén koné I Pucung jelanan tur I Pucung ngénggalang macelep kumah metén saha éncol ngancing jelanan uli jumahan. Petiné, pejanga koné baan I Pucung di pasaréané.
Critayang jani suba tengah lemeng mémé bapanné I Pucung suba koné pada leplep sirepné, ditu lantas I Pucung buin ngomong ngrumrum isin petiné, “Inggih Ratu Radén Galuh, matangi Cokor I Déwa, niki sampun wengi, mriki mangkin Palungguh Cokor I Déwa merem sareng titiang!” Suud ia ngomong kéto, lantas petiné ento serega tur ungkabanga. Mara petiné ento ungkabanga, méméh déwa ratu tangkejutné I Pucung, wiréh petiné misi macan. Tondén maan mapéngkas, sagét macané ané ada di tengah petiné makecos nyagrep saha nyarap I Pucung. Ditu I Pucung lantas mati sarap macan.
Buin mani semenganné, dunduna lantas ia tekén méménné uli diwangan, déning suba tengai I Pucung tondén bangun uli pasaréan. Méménné narka tur ngadén panakné sajaan ngajak Radén Galuh. Kanti ping telu koné méménné makaukan, masih tusing koné ada pasautné I Pucung uli tengahan meténé. Wiréh kéto, méménné koné lantas ninjak jelananné. Mara mampakan don jelananné, magruéng koné macané jumahan. Ditu makesiab méménné I Pucung saha prajani lantas buin ngubetang jelanan meténé. Sasubanné macané kakancing ditu lantas ia gelur-gelur ngidih tulungan tekén pisagané. Liu pada anaké nyagjagin mémén I Pucung saha sregep pada ngaba gegawan. Macané laut kaiterin di jumahan metené tekén kramané, ada ané numbak uli di sisi, ada ané nimpug aji batu, kéto masi ada ané nulup. Gruéng-gruéng macané kena tumbak, lantig saang kandikan saha glebugin batu bulitan ané gedé-gedé. Wiréh kakembulin, mati lantas koné macané totonan. Sasubanné i macan mati, mulihan lantas méménné I Pucung ka tengah meténné, dapetanga panakné suba mati tur nu tulang-tulangné dogén.
KISAH LUBDAKA MENUJU SWARGALOKA
Lubdaka adalah seorang kepala keluarga hidup di suatu desa menghidupi keluarganya dengan berburu binatang di hutan. Hasil buruannya sebagian ditukar dengan barang-barang kebutuhan keluarga, sebagian lagi dimakan untuk menghidupi keluarganya.
Dia sangat rajin bekerja, dia juga cukup ahli sehingga tidak heran bila dia selalu pulang membawa banyak hasil buruan.
Read more (1766 words)
Hari itu Lubdaka berburu sebagaimana biasanya, dia terus memasuki hutan, aneh pikirnya kenapa hari ini tak satupun binatang buruan yang muncul, dia semua peralatan berburu digotongnya tanpa kenal lelah, dia tidak menyerah terus memasuki hutan. Kalo sampe aku pulang gak membawa hasil buruan nanti apa yang akan dimakan oleh keluargaku..?, semangatnya semakin tinggi, langkahnya semakin cepat, matanya terus awas mencari-cari binatang buruan, namun hingga menjelang malam belum juga menemukan apa yang ia harapkan, hari telah terlalu gelap untuk melanjutkan kembali perburuannya, dan sudah cukup larut jika hendak kembali ke pernaungan.
Ia memutuskan untuk tinggal di hutan, namun mencari tempat yang aman terlindungi dari ancaman bahaya, beberapa hewan buas terkenal berkeliaran di dalam gelapnya malam guna menemukan mangsa yang lelap dan lemah. Sebagai seorang pemburu tentu dia tahu betul dengan situasi ini. Tak perlu lama baginya guna menemukan tempat yang sesuai, sebuah pohon yang cukup tua dan tampak kokoh di pinggir sebuah telaga mata air yang tenang segera menjadi pilihannya.
Dengan cekatan dari sisa tenaga yang masih ada, ia memanjat batang pohon itu, melihat sekeliling sekejap, ia pun melihat sebuah dahan yang rasanya cukup kuat menahan beratnya, sebuah dahan yang menjorok ke arah tengah mata air, di mana tak satu pun hewan buas kiranya akan bisa menerkamnya dari bawah, sebuah dahan yang cukup rimbun, sehingga ia dapat bersembunyi dengan baik. Singkat kata, ia pun merebahkan dirinya, tersembunyikan dengan rapi di antara rerimbunan yang gulita.
Ia merasa cukup aman dan yakin akan perlindungan yang diberikan oleh tempat yang telah dipilihnya. Sesaat kemudian keraguan muncul dalam dirinya. Kalo sampe dia tertidur dan jatuh tentu binatang buas seperti macan, singa, dll akan dengan senang hati memangsanya.
Ia resah dan gundah, badannya pun tak bisa tenang, setidaknya ia harapkan badannya bisa lebih diam dari pikirannya, itulah yang terbaik bagi orang yang dalam persembunyian. Namun nyatanya, badan ini bergerak tak menentu, sedikit geseran, terkadang hentakan kecil, atau sedesah napas panjang. Tak sengaja ia mematahkan beberapa helai daun dari bantalannya yang rapuh, entah kenapa Lubdaka tiba-tiba memandangi daun-daun yang terjatuh ke mata air itu. Riak-riak mungil tercipta ketika helaian daun itu menyentuh ketenangan yang terdiam sebelumnya. Ia memperhatikan riak-riak itu, namun ia tak dapat memikirkan apapun. Beberapa saat kemudian, riak-riak menghilang dan hanya menyisakan bayang gelombang yang semakin tersamarkan ketika masuk ke dalam kegelapan. Ia memetik sehelai daun lagi dan menjatuhkannya, kembali ia menatap, dan entah kenapa ia begitu ingin menatap. Ia memperhatikan dirinya, bahwa ia mungkin bisa tetap terjaga sepanjang malam, jika ia setiap kali menjatuhkan sehelai daun, dan mungkin ia bisa menyingkirkan ketakutannya, setidaknya karena ia akan tetap terjaga, itulah yang terpenting saat ini.
Lubdaka – si pemburu, kini menjadi pemetik daun, guna menyelamatkan hidupnya. Ia memperhatikan setiap kali riak gelombang terbentuk di permukaan air akan selalu riak balik, mereka saling berbenturan, kemudian menghilang kembali. Hal yang sama berulang, ketika setiap kali daun dijatuhkan ke atas permukaan air, sebelumnya ia melihat itu sepintas lalu setiap kali ia berburu, baru kali ia mengamati dengan begitu dekat dan penuh perhatian, bahwa gerak ini, gerak alam ini, begitu alaminya. Sebelumnya, ia mengenang kembali, ketika ia berburu, yang selalu ia lihat adalah si mangsa, dan mungkin si mara bahaya, namun tak sekalipun ia sempat memperhatikan hal-hal sederhana yang ia lalui ketika ia berburu. Lubdaka hanya ingat, bahwa di rumahnya, ada keluarga yang bergantung pada buruannya, dan ia hanya bisa berburu, itulah kehidupannya, itulah keberadaannya.
Ia terlalu sibuk dalam rutinitas itu, ya… sesaat ia menyadari bahwa hidup ini seakan berlalu begitu saja, ia bahkan tak sempat berkenalan dengan sang kehidupan, karena ia selalu sbuk lari dari si kematian, ia berpikir apakah si kematian akan datang ketika si kelaparan menyambanginya, ataukah si kematian akan berkunjung ketika si mara bahaya menyalaminya ketika ia lalai. Semua yang ia lakukan hanyalah sebuah upaya bertahan hidup. Ia tak tahu apapun selain itu, mungkin ia mengenal mengenal kode etik sebagai seorang pemburu, dan aturan moralitas atau agama, namun semua itu hanya sebatas pengetahuan, di dalamnya ia melihat, bahwa dirinya ternyata begitu kosong dan dangkal. Keberadaannya selama ini, adalah identitasnya sebagai seorang pemburu, ia tak mengenal yang lainnya.
Sesekali ia memetik helai demi helai, dan menatap dengan penuh, kenapa ia tak menyadari hal ini sebelumnya, ia bertanya pada dirinya, ia melihat kesibukan dan rutinitasnya telah terlalu menyita perhatiannya. Dalam kehinangan malam, dan sesekali riak air, ia bisa mendengar sayup-sayup suara malam yang terhantarkan bagai salam oleh sang angin, ia pun terhenyak, sekali lagi, ia tak pernah mendengarkan suara malam seperti saat ini, biasanya ia telah terlelap setelah membenahi daging buruannya dan santap malam sebagaimana biasanya.
Terdengar lolongan srigala yang kelaparan tak jauh dari tempatnya berada, secara tiba-tiba ia mengurungkan niatnya memetik daun. Jantungnya mulai berdegup kencang, Lubdaka tahu, pikirannya berkata bahwa jika ia membuat sedikit saja suara, si pemilik lolongan itu bisa saja menghampirinya, dan bisa jadi ia akan mengajak serta keluarga serta kawan-kawannya untuk menunggu mangsa lesat di bawah pohon, walau hingga surya muncul kembali di ufuk Timur. Ia berusaha memelankan napasnya, dan menjernihkan pikirannya. Walau ia dapat memelankan napasnya, namun pikirannya telah melompat ke beberapa skenario kemungkinan kematiannya dan bagaimana sebaiknya lolos dari semua kemungkinan itu. Beberapa saat kemudian, ketenangan malam mulai dapat kembali padanya. Ia mendengarkan beberapa suara serangga malam, yang tadi tak terdengar, ah… ia ingat, ia terlalu ketakutan sehingga sekali lagi tak memperhatikan. Sebuah helaan napas yang panjang, ia masih hidup, dan memikirkan kembali bagaimana ia berencana untuk lolos dari kematian yang terjadi, ia pun tersenyum sendiri, ia cukup aman di sini. Namun Lubdaka melihat mulai melihat sesuatu dalam dirinya, yang dulu ia pandang sambil lalu, sesuatu yang yang ia sebut ketakutan. Lubdaka menyadari bahwa ia memiliki rasa takut ini di dalam dirinya, sesuatu yang bersembunyi di dalam dirinya, ia mulai melihat bahwa ia takut terjatuh dari pohon, ia takut dimangsa hewan buas, bahkan ia takut jika tempat persembunyiannya disadari oleh hewan-hewan yang buas, ia takut tak berjumpa lagi dengan keluarganya. Setidaknya ia tahu saat ini, ia berada di atas sini, karena takut akan tempat yang di bawah sana, tempat di bawah sana mungkin akan memberikan padanya apa yang disebut kematian. Dan ketakutan ini begitu mengganggunya.
Ia kembali memetik sehelai daun dan menjatuhkannya ke mata air, namun secara tak sadar oleh kegugupannya, ia memetik sehelai daun lagi dengan segera, secepat itu juga ia sadar bahwa tangannya telah memetik sehelai daun terlalu cepat. Ia memandangi helaian daun itu, di sinilah ia melihat sesuatu yang sama dengan apa yang ia takutkan, ia melihat dengan jelas sesuatu pada daun itu, sesuatu yang disebut kematian. Daun yang ia pisahkan dari pohonnya kini mengalami kematian, namun daun itu bukan hewan atau manusia, ia tak bisa bersuara untuk menyampaikan apa yang ia rasakan, ia tak dapat berteriak atau menangis kesakitan, ia hanya … hanya mati, dan itulah apa yang si pemburu lihat ketika itu.
Selama ini Lubdaka selalu melihat hewan-hewan yang berlari dari kematiannya dan yang menjerit kesakitan ketika kematian yang dihantarkan sang pemburu tiba pada mereka, Lubdaka telah mengenal sisi kematian sebagai suatu yang menyakitkan, dan kengerian yang timbul dari pengalamannya akan saksi kematian, telah menimbulkan ketakutan di dalam dirinya. Ia melihat ia sendiri telah menjadi buruan akan rasa takutnya. Lubdaka telah melihat bentuk kematian di luar sana, termasuk yang kini dalam kepalan tangannya, ia kini masuk ke dalam dirinya, dan ingin melihat kematian di dalam dirinya, namun semua yang ia temukan hanyalah ketakutan akan kematian, ketakutan yang begitu banyak, namun si kematian itu sendiri tak ada, tak nyata kecuali bayangan kematian itu sendiri. Lubdaka pun tersenyum, aku belum bertemu kematian, yang menumpuk di sini hanyalah ketakutan, hal ini begitu menggangguku, aku tak memerlukan semua ini. Lubdaka melihat dengan nyata bahwa ketakutannya sia-sia, ia pun membuang semua itu, kini ia telah membebaskan dirnya dari ketakutan. Ia pun melepas tangkai daun yang mati itu dari genggamanannya, dan jatuh dengan begitu indah di atas permukaan air. Diapun tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siva (Siva Ratri). Dimana Siva sedang melakukan tapa brata yoga semadi. Barang siapa pada malam itu melakukan brata (mona brata: tidak berbicara, jagra: Tidak Tidur, upavasa: Tidak makan dan minum) maka mereka akan dibebaskan dari ikatan karma oleh Siva.
Ufuk Timur mulai menunjukkan pijar kemerahan, Lubdaka memandangnya dari celah-celah dedaunan hutan, dalam semalam ia telah melihat begitu banyak hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kini ia telah berkenalan dengan kehidupan dan melepas ketakutan-ketakutannya, ia telah mulai mengenal semua itu dengan mengenal dirinya.
Lubdaka begitu senang ia dapat tetap terjaga walau dengan semua yang ia alami dengan kekalutan dan ketakutan, kini sesuatu yang lama telah padam dalam dirinya, keberadaannya begitu ringan, tak banyak kata yang dapat melukiskan apa yang ia rasakan, begitu hening, sehingga ia bisa merasakan setiap gerak alami kehidupan yang indah ini, setiap tiupan yang dibuat oleh angin, dan setiap terpaan sinar yang menyentuhnya. Kini sang pemburu memulai perjalanannya yang baru bersama kehidupan.
Dia menyadari bahwa berburu bukanlah satu-satunya pilihan untuk menghidupi keluarganya. Setelah dia melewati perenungan di malam tersebut, kesadaran muncul dalam dirinya untuk merubah jalan hidupnya. Dia mulai bercocok tanam, bertani hingga ajal datang menjemputnya.
Saat dia meninggal, Atmanya (Rohnya) menuju sunia loka, bala tentara Sang Suratma (Malaikat yang bertugas menjaga kahyangan) telah datang menjemputnya. Mereka telah menyiapkan catatan hidup dari Lubdaka yang penuh dengan kegiatan Himsa Karma (memati-mati). Namun pada saat yang sama pengikut Siva pun datang menjemput Atma Lubdaka. Mereka menyiapkan kereta emas. Lubdaka menjadi rebutan dari kedua balatentara baik pengikut Sang Suratma maupun pengikut Siva. Ketegangan mulai muncul, semuanya memberikan argumennya masing-masing. Mereka patuh pada perintah atasannya untuk menjemput Atma Sang Lubdaka.
Saat ketegangan memuncak Datanglah Sang Suratma dan Siva. Keduanya kemudian bertatap muka dan berdiskusi. Sang Suratma menunjukkan catatan hidup dari Lubdaka, Lubdaka telah melakukan banyak sekali pembunuhan, sudah ratusan bahkan mungkin ribuan binatang yang telah dibunuhnya, sehingga sudah sepatutnya kalo dia harus dijebloskan ke negara loka.
Siva menjelaskan bahwa; Lubdaka memang betul selama hidupnya banyak melakukan kegiatan pembunuhan, tapi semua itu karena didasari oleh keinginan/niat untuk menghidupi keluarganya. Dan dia telah melakukan tapa brata (mona brata, jagra dan upavasa/puasa) salam Siva Ratri/Malam Siva, sehingga dia dibebaskan dari ikatan karma sebelumnya. Dan sejak malam itu Dia sang Lubdaka menempuh jalan hidup baru sebagai seorang petani. Oleh karena itu Sang Lubdaka sudah sepatutnya menuju Suarga Loka (Sorga). Akhirnya Sang Suratma melepaskan Atma Lubdaka dan menyerahkannya pada Siva. (Kisah ini adalah merupakan Karya Mpu Tanakung, yang sering digunakan sebagai dasar pelaksanaan Malam Siva Ratri).
Di malam Siva Ratri ada tiga brata yang harus dilakukan:
1. Mona: Tidak Berbicara
2. Jagra: Tidak Tidur
3. Upavasa: Tidak Makan dan Minum
Siva Ratri datang setahun sekali setiap purwani Tilem ke-7 (bulan ke-7) tahun Caka.
Dia sangat rajin bekerja, dia juga cukup ahli sehingga tidak heran bila dia selalu pulang membawa banyak hasil buruan.
Read more (1766 words)
Hari itu Lubdaka berburu sebagaimana biasanya, dia terus memasuki hutan, aneh pikirnya kenapa hari ini tak satupun binatang buruan yang muncul, dia semua peralatan berburu digotongnya tanpa kenal lelah, dia tidak menyerah terus memasuki hutan. Kalo sampe aku pulang gak membawa hasil buruan nanti apa yang akan dimakan oleh keluargaku..?, semangatnya semakin tinggi, langkahnya semakin cepat, matanya terus awas mencari-cari binatang buruan, namun hingga menjelang malam belum juga menemukan apa yang ia harapkan, hari telah terlalu gelap untuk melanjutkan kembali perburuannya, dan sudah cukup larut jika hendak kembali ke pernaungan.
Ia memutuskan untuk tinggal di hutan, namun mencari tempat yang aman terlindungi dari ancaman bahaya, beberapa hewan buas terkenal berkeliaran di dalam gelapnya malam guna menemukan mangsa yang lelap dan lemah. Sebagai seorang pemburu tentu dia tahu betul dengan situasi ini. Tak perlu lama baginya guna menemukan tempat yang sesuai, sebuah pohon yang cukup tua dan tampak kokoh di pinggir sebuah telaga mata air yang tenang segera menjadi pilihannya.
Dengan cekatan dari sisa tenaga yang masih ada, ia memanjat batang pohon itu, melihat sekeliling sekejap, ia pun melihat sebuah dahan yang rasanya cukup kuat menahan beratnya, sebuah dahan yang menjorok ke arah tengah mata air, di mana tak satu pun hewan buas kiranya akan bisa menerkamnya dari bawah, sebuah dahan yang cukup rimbun, sehingga ia dapat bersembunyi dengan baik. Singkat kata, ia pun merebahkan dirinya, tersembunyikan dengan rapi di antara rerimbunan yang gulita.
Ia merasa cukup aman dan yakin akan perlindungan yang diberikan oleh tempat yang telah dipilihnya. Sesaat kemudian keraguan muncul dalam dirinya. Kalo sampe dia tertidur dan jatuh tentu binatang buas seperti macan, singa, dll akan dengan senang hati memangsanya.
Ia resah dan gundah, badannya pun tak bisa tenang, setidaknya ia harapkan badannya bisa lebih diam dari pikirannya, itulah yang terbaik bagi orang yang dalam persembunyian. Namun nyatanya, badan ini bergerak tak menentu, sedikit geseran, terkadang hentakan kecil, atau sedesah napas panjang. Tak sengaja ia mematahkan beberapa helai daun dari bantalannya yang rapuh, entah kenapa Lubdaka tiba-tiba memandangi daun-daun yang terjatuh ke mata air itu. Riak-riak mungil tercipta ketika helaian daun itu menyentuh ketenangan yang terdiam sebelumnya. Ia memperhatikan riak-riak itu, namun ia tak dapat memikirkan apapun. Beberapa saat kemudian, riak-riak menghilang dan hanya menyisakan bayang gelombang yang semakin tersamarkan ketika masuk ke dalam kegelapan. Ia memetik sehelai daun lagi dan menjatuhkannya, kembali ia menatap, dan entah kenapa ia begitu ingin menatap. Ia memperhatikan dirinya, bahwa ia mungkin bisa tetap terjaga sepanjang malam, jika ia setiap kali menjatuhkan sehelai daun, dan mungkin ia bisa menyingkirkan ketakutannya, setidaknya karena ia akan tetap terjaga, itulah yang terpenting saat ini.
Lubdaka – si pemburu, kini menjadi pemetik daun, guna menyelamatkan hidupnya. Ia memperhatikan setiap kali riak gelombang terbentuk di permukaan air akan selalu riak balik, mereka saling berbenturan, kemudian menghilang kembali. Hal yang sama berulang, ketika setiap kali daun dijatuhkan ke atas permukaan air, sebelumnya ia melihat itu sepintas lalu setiap kali ia berburu, baru kali ia mengamati dengan begitu dekat dan penuh perhatian, bahwa gerak ini, gerak alam ini, begitu alaminya. Sebelumnya, ia mengenang kembali, ketika ia berburu, yang selalu ia lihat adalah si mangsa, dan mungkin si mara bahaya, namun tak sekalipun ia sempat memperhatikan hal-hal sederhana yang ia lalui ketika ia berburu. Lubdaka hanya ingat, bahwa di rumahnya, ada keluarga yang bergantung pada buruannya, dan ia hanya bisa berburu, itulah kehidupannya, itulah keberadaannya.
Ia terlalu sibuk dalam rutinitas itu, ya… sesaat ia menyadari bahwa hidup ini seakan berlalu begitu saja, ia bahkan tak sempat berkenalan dengan sang kehidupan, karena ia selalu sbuk lari dari si kematian, ia berpikir apakah si kematian akan datang ketika si kelaparan menyambanginya, ataukah si kematian akan berkunjung ketika si mara bahaya menyalaminya ketika ia lalai. Semua yang ia lakukan hanyalah sebuah upaya bertahan hidup. Ia tak tahu apapun selain itu, mungkin ia mengenal mengenal kode etik sebagai seorang pemburu, dan aturan moralitas atau agama, namun semua itu hanya sebatas pengetahuan, di dalamnya ia melihat, bahwa dirinya ternyata begitu kosong dan dangkal. Keberadaannya selama ini, adalah identitasnya sebagai seorang pemburu, ia tak mengenal yang lainnya.
Sesekali ia memetik helai demi helai, dan menatap dengan penuh, kenapa ia tak menyadari hal ini sebelumnya, ia bertanya pada dirinya, ia melihat kesibukan dan rutinitasnya telah terlalu menyita perhatiannya. Dalam kehinangan malam, dan sesekali riak air, ia bisa mendengar sayup-sayup suara malam yang terhantarkan bagai salam oleh sang angin, ia pun terhenyak, sekali lagi, ia tak pernah mendengarkan suara malam seperti saat ini, biasanya ia telah terlelap setelah membenahi daging buruannya dan santap malam sebagaimana biasanya.
Terdengar lolongan srigala yang kelaparan tak jauh dari tempatnya berada, secara tiba-tiba ia mengurungkan niatnya memetik daun. Jantungnya mulai berdegup kencang, Lubdaka tahu, pikirannya berkata bahwa jika ia membuat sedikit saja suara, si pemilik lolongan itu bisa saja menghampirinya, dan bisa jadi ia akan mengajak serta keluarga serta kawan-kawannya untuk menunggu mangsa lesat di bawah pohon, walau hingga surya muncul kembali di ufuk Timur. Ia berusaha memelankan napasnya, dan menjernihkan pikirannya. Walau ia dapat memelankan napasnya, namun pikirannya telah melompat ke beberapa skenario kemungkinan kematiannya dan bagaimana sebaiknya lolos dari semua kemungkinan itu. Beberapa saat kemudian, ketenangan malam mulai dapat kembali padanya. Ia mendengarkan beberapa suara serangga malam, yang tadi tak terdengar, ah… ia ingat, ia terlalu ketakutan sehingga sekali lagi tak memperhatikan. Sebuah helaan napas yang panjang, ia masih hidup, dan memikirkan kembali bagaimana ia berencana untuk lolos dari kematian yang terjadi, ia pun tersenyum sendiri, ia cukup aman di sini. Namun Lubdaka melihat mulai melihat sesuatu dalam dirinya, yang dulu ia pandang sambil lalu, sesuatu yang yang ia sebut ketakutan. Lubdaka menyadari bahwa ia memiliki rasa takut ini di dalam dirinya, sesuatu yang bersembunyi di dalam dirinya, ia mulai melihat bahwa ia takut terjatuh dari pohon, ia takut dimangsa hewan buas, bahkan ia takut jika tempat persembunyiannya disadari oleh hewan-hewan yang buas, ia takut tak berjumpa lagi dengan keluarganya. Setidaknya ia tahu saat ini, ia berada di atas sini, karena takut akan tempat yang di bawah sana, tempat di bawah sana mungkin akan memberikan padanya apa yang disebut kematian. Dan ketakutan ini begitu mengganggunya.
Ia kembali memetik sehelai daun dan menjatuhkannya ke mata air, namun secara tak sadar oleh kegugupannya, ia memetik sehelai daun lagi dengan segera, secepat itu juga ia sadar bahwa tangannya telah memetik sehelai daun terlalu cepat. Ia memandangi helaian daun itu, di sinilah ia melihat sesuatu yang sama dengan apa yang ia takutkan, ia melihat dengan jelas sesuatu pada daun itu, sesuatu yang disebut kematian. Daun yang ia pisahkan dari pohonnya kini mengalami kematian, namun daun itu bukan hewan atau manusia, ia tak bisa bersuara untuk menyampaikan apa yang ia rasakan, ia tak dapat berteriak atau menangis kesakitan, ia hanya … hanya mati, dan itulah apa yang si pemburu lihat ketika itu.
Selama ini Lubdaka selalu melihat hewan-hewan yang berlari dari kematiannya dan yang menjerit kesakitan ketika kematian yang dihantarkan sang pemburu tiba pada mereka, Lubdaka telah mengenal sisi kematian sebagai suatu yang menyakitkan, dan kengerian yang timbul dari pengalamannya akan saksi kematian, telah menimbulkan ketakutan di dalam dirinya. Ia melihat ia sendiri telah menjadi buruan akan rasa takutnya. Lubdaka telah melihat bentuk kematian di luar sana, termasuk yang kini dalam kepalan tangannya, ia kini masuk ke dalam dirinya, dan ingin melihat kematian di dalam dirinya, namun semua yang ia temukan hanyalah ketakutan akan kematian, ketakutan yang begitu banyak, namun si kematian itu sendiri tak ada, tak nyata kecuali bayangan kematian itu sendiri. Lubdaka pun tersenyum, aku belum bertemu kematian, yang menumpuk di sini hanyalah ketakutan, hal ini begitu menggangguku, aku tak memerlukan semua ini. Lubdaka melihat dengan nyata bahwa ketakutannya sia-sia, ia pun membuang semua itu, kini ia telah membebaskan dirnya dari ketakutan. Ia pun melepas tangkai daun yang mati itu dari genggamanannya, dan jatuh dengan begitu indah di atas permukaan air. Diapun tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siva (Siva Ratri). Dimana Siva sedang melakukan tapa brata yoga semadi. Barang siapa pada malam itu melakukan brata (mona brata: tidak berbicara, jagra: Tidak Tidur, upavasa: Tidak makan dan minum) maka mereka akan dibebaskan dari ikatan karma oleh Siva.
Ufuk Timur mulai menunjukkan pijar kemerahan, Lubdaka memandangnya dari celah-celah dedaunan hutan, dalam semalam ia telah melihat begitu banyak hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Kini ia telah berkenalan dengan kehidupan dan melepas ketakutan-ketakutannya, ia telah mulai mengenal semua itu dengan mengenal dirinya.
Lubdaka begitu senang ia dapat tetap terjaga walau dengan semua yang ia alami dengan kekalutan dan ketakutan, kini sesuatu yang lama telah padam dalam dirinya, keberadaannya begitu ringan, tak banyak kata yang dapat melukiskan apa yang ia rasakan, begitu hening, sehingga ia bisa merasakan setiap gerak alami kehidupan yang indah ini, setiap tiupan yang dibuat oleh angin, dan setiap terpaan sinar yang menyentuhnya. Kini sang pemburu memulai perjalanannya yang baru bersama kehidupan.
Dia menyadari bahwa berburu bukanlah satu-satunya pilihan untuk menghidupi keluarganya. Setelah dia melewati perenungan di malam tersebut, kesadaran muncul dalam dirinya untuk merubah jalan hidupnya. Dia mulai bercocok tanam, bertani hingga ajal datang menjemputnya.
Saat dia meninggal, Atmanya (Rohnya) menuju sunia loka, bala tentara Sang Suratma (Malaikat yang bertugas menjaga kahyangan) telah datang menjemputnya. Mereka telah menyiapkan catatan hidup dari Lubdaka yang penuh dengan kegiatan Himsa Karma (memati-mati). Namun pada saat yang sama pengikut Siva pun datang menjemput Atma Lubdaka. Mereka menyiapkan kereta emas. Lubdaka menjadi rebutan dari kedua balatentara baik pengikut Sang Suratma maupun pengikut Siva. Ketegangan mulai muncul, semuanya memberikan argumennya masing-masing. Mereka patuh pada perintah atasannya untuk menjemput Atma Sang Lubdaka.
Saat ketegangan memuncak Datanglah Sang Suratma dan Siva. Keduanya kemudian bertatap muka dan berdiskusi. Sang Suratma menunjukkan catatan hidup dari Lubdaka, Lubdaka telah melakukan banyak sekali pembunuhan, sudah ratusan bahkan mungkin ribuan binatang yang telah dibunuhnya, sehingga sudah sepatutnya kalo dia harus dijebloskan ke negara loka.
Siva menjelaskan bahwa; Lubdaka memang betul selama hidupnya banyak melakukan kegiatan pembunuhan, tapi semua itu karena didasari oleh keinginan/niat untuk menghidupi keluarganya. Dan dia telah melakukan tapa brata (mona brata, jagra dan upavasa/puasa) salam Siva Ratri/Malam Siva, sehingga dia dibebaskan dari ikatan karma sebelumnya. Dan sejak malam itu Dia sang Lubdaka menempuh jalan hidup baru sebagai seorang petani. Oleh karena itu Sang Lubdaka sudah sepatutnya menuju Suarga Loka (Sorga). Akhirnya Sang Suratma melepaskan Atma Lubdaka dan menyerahkannya pada Siva. (Kisah ini adalah merupakan Karya Mpu Tanakung, yang sering digunakan sebagai dasar pelaksanaan Malam Siva Ratri).
Di malam Siva Ratri ada tiga brata yang harus dilakukan:
1. Mona: Tidak Berbicara
2. Jagra: Tidak Tidur
3. Upavasa: Tidak Makan dan Minum
Siva Ratri datang setahun sekali setiap purwani Tilem ke-7 (bulan ke-7) tahun Caka.
Perdagangan internasional
Perdagangan internasional
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia di seluruh dunia
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Daftar isi
* 1 Teori Perdagangan Internasional
o 1.1 Model Ricardian
o 1.2 Model Heckscher-Ohlin
o 1.3 Faktor Spesifik
o 1.4 Model Gravitasi
* 2 Manfaat perdagangan internasional
* 3 Faktor pendorong
* 4 Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
* 5 Lihat pula
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
[sunting] Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
[sunting] Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
* Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
* Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
* Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
* Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
* Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
* Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
* Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
* Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
* Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
* Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
* Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
* Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini
Uang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Pada awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.
Daftar isi
* 1 Sejarah
* 2 Fungsi
* 3 Syarat-syarat
* 4 Jenis
o 4.1 Menurut bahan pembuatannya
o 4.2 Menurut nilainya
* 5 Teori nilai uang
o 5.1 Teori uang statis
o 5.2 Teori uang dinamis
* 6 Uang dalam ekonomi
Sejarah
Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem'barter'yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia menemukan uang logam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul suatu anggapan kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
[sunting] Fungsi
Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.
[sunting] Syarat-syarat
Suatu benda dapat dijadikan sebagai "uang" jika benda tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, benda itu harus diterima secara umum (acceptability). Agar dapat diakui sebagai alat tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau —setidaknya— dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa. Bahan yang dijadikan uang juga harus tahan lama (durability), kualitasnya cenderung sama (uniformity), jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity).
Uang juga harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), serta memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).
[sunting] Jenis
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Jenis-jenis uang
Uang rupiah
Uang[1] yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.
Menurut bahan pembuatannya
Dinar dan Dirham, dua contoh mata uang logam.
Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.
Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai.
Uang logam memiliki tiga macam nilai:
1. Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang.
2. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata uang. Misalnya seratus rupiah (Rp. 100,00), atau lima ratus rupiah (Rp. 500,00).
3. Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso).
Ketika pertama kali digunakan, uang emas dan uang perak dinilai berdasarkan nilai intrinsiknya, yaitu kadar dan berat logam yang terkandung di dalamnya; semakin besar kandungan emas atau perak di dalamnya, semakin tinggi nilainya. Tapi saat ini, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum atau tertulis di mata uang tersebut.
Sementara itu, yang dimaksud dengan "uang kertas" adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).
[sunting] Menurut nilainya
Menurut nilainya, uang dibedakan menjadi uang penuh (full bodied money) dan uang tanda (token money)
Nilai uang dikatakan sebagai uang penuh apabila nilai yang tertera di atas uang tersebut sama nilainya dengan bahan yang digunakan. Dengan kata lain, nilai nominal yang tercantum sama dengan nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut. Jika uang itu terbuat dari emas, maka nilai uang itu sama dengan nilai emas yang dikandungnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan uang tanda adalah apabila nilai yang tertera diatas uang lebih tinggi dari nilai bahan yang digunakan untuk membuat uang atau dengan kata lain nilai nominal lebih besar dari nilai intrinsik uang tersebut. Misalnya, untuk membuat uang Rp1.000,00 pemerintah mengeluarkan biaya Rp750,00.
[sunting] Teori nilai uang
Teori nilai uang membahas masalah-masalah keuangan yang berkaitan dengan nilai uang. Nilai uang menjadi perhatian para ekonom, karena tinggi atau rendahnya nilai uang sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi. Hal ini terbukti dengan banyaknya teori uang yang disampaikan oleh beberapa ahli.
Teori uang terdiri atas dua teori, yaitu teori uang statis dan teori uang dinamis.
[sunting] Teori uang statis
Teori Uang Statis atau disebut juga "teori kualitatif statis" bertujuan untuk menjawab pertanyaan: apakah sebenarnya uang? Dan mengapa uang itu ada harganya? Mengapa uang itu sampai beredar? Teori ini disebut statis karena tidak mempersoalkan perubahan nilai yang diakibatkan oleh perkembangan ekonomi.
Yang termasuk teori uang statis adalah:
* Teori Metalisme (Intrinsik) oleh KMAPP
Uang bersifat seperti barang, nilainya tidak dibuat-buat, melainkan sama dengan nilai logam yang dijadikan uang itu, contoh: uang emas dan uang perak.
* Teori Konvensi (Perjanjian) oleh Devanzati dan Montanari
Teori ini menyatakan bahwa uang dibentuk atas dasar pemufakatan masyarakat untuk mempermudah pertukaran.
* Teori Nominalisme
Uang diterima berdasarkan nilai daya belinya.
* Teori Negara
Asal mula uang karena negara, apabila negara menetapkan apa yang menjadi alat tukar dan alat bayar maka timbullah uang. Jadi uang bernilai karena adanya kepastian dari negara berupa undang-undang pembayaran yang disahkan.
[sunting] Teori uang dinamis
Teori ini mempersoalkan sebab terjadinya perubahan dalam nilai uang. Teori dinamis antara lain:
* Teori Kuantitas dari David Ricardo
Teori ini menyatakan bahwa kuat atau lemahnya nilai uang sangat tergantung pada jumlah uang yang beredar. Apabila jumlah uang berubah menjadi dua kali lipat, maka nilai uang akan menurun menjadi setengah dari semula, dan juga sebaliknya.
* Teori Kuantitas dari Irving Fisher
Teori yang telah dikemukakan David Ricardo disempurnakan lagi oleh Irving Fisher dengan memasukan unsur kecepatan peredaran uang, barang dan jasa sebagai faktor yang memengaruhi nilai uang.
* Teori Persediaan Kas
Teori ini dilihat dari jumlah uang yang tidak dibelikan barang-barang.
* Teori Ongkos Produksi
Teori ini menyatakan nilai uang dalam peredaran yang berasal dari logam dan uang itu dapat dipandang sebagai barang.
[sunting] Uang dalam ekonomi
Uang adalah salah satu topik utama dalam pembelajaran ekonomi dan finansial. Monetarisme adalah sebuah teori ekonomi yang kebanyakan membahas tentang permintaan dan penawaran uang. Sebelum tahun 80-an, masalah stabilitas permintaan uang menjadi bahasan utama karya-karya Milton Friedman, Anna Schwartz, David Laidler, dan lainnya.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mengatur persediaan uang, inflasi, dan bunga yang kemudian akan memengaruhi output dan ketenagakerjaan. Inflasi adalah turunnya nilai sebuah mata uang dalam jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan bertambahnya persediaan uang secara berlebihan. Interest rate, biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bank sentral seringkali diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol persediaan uang, interest rate, dan perbankan.
Krisis moneter dapat menyebabkan efek yang besar terhadap perekonomian, terutama jika krisis tersebut menyebabkan kegagalan moneter dan turunnya nilai mata uang secara berlebihan yang menyebabkan orang lebih memilih barter sebagai cara bertransaksi. Ini pernah terjadi di Rusia, sebagai contoh, pada masa keruntuhan Uni Soviet
INFLASI
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
tingkat inflasi di dunia
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Daftar isi
* 1 Penyebab
* 2 Penggolongan
* 3 Mengukur inflasi
* 4 Dampak
* 5 Peran bank sentral
* 6 Lihat pula
Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).[rujukan?] Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
[sunting] Penggolongan
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
* Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
* Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
* Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
* Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
* Indeks harga barang-barang modal
* Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dampak
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
[sunting] Peran bank sentral
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia di seluruh dunia
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Daftar isi
* 1 Teori Perdagangan Internasional
o 1.1 Model Ricardian
o 1.2 Model Heckscher-Ohlin
o 1.3 Faktor Spesifik
o 1.4 Model Gravitasi
* 2 Manfaat perdagangan internasional
* 3 Faktor pendorong
* 4 Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
* 5 Lihat pula
Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
[sunting] Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
[sunting] Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
* Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
* Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
* Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
* Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
* Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
* Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
* Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
* Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
* Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
* Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
* Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
* Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini
Uang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Pada awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.
Daftar isi
* 1 Sejarah
* 2 Fungsi
* 3 Syarat-syarat
* 4 Jenis
o 4.1 Menurut bahan pembuatannya
o 4.2 Menurut nilainya
* 5 Teori nilai uang
o 5.1 Teori uang statis
o 5.2 Teori uang dinamis
* 6 Uang dalam ekonomi
Sejarah
Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem'barter'yaitu barang yang ditukar dengan barang.
Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia menemukan uang logam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul suatu anggapan kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas
Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
[sunting] Fungsi
Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.
Selain ketiga hal di atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan. Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan alat untuk meningkatkan status sosial.
[sunting] Syarat-syarat
Suatu benda dapat dijadikan sebagai "uang" jika benda tersebut telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, benda itu harus diterima secara umum (acceptability). Agar dapat diakui sebagai alat tukar umum suatu benda harus memiliki nilai tinggi atau —setidaknya— dijamin keberadaannya oleh pemerintah yang berkuasa. Bahan yang dijadikan uang juga harus tahan lama (durability), kualitasnya cenderung sama (uniformity), jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta tidak mudah dipalsukan (scarcity).
Uang juga harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), serta memiliki nilai yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).
[sunting] Jenis
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Jenis-jenis uang
Uang rupiah
Uang[1] yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.
Menurut bahan pembuatannya
Dinar dan Dirham, dua contoh mata uang logam.
Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.
Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai.
Uang logam memiliki tiga macam nilai:
1. Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang.
2. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata uang. Misalnya seratus rupiah (Rp. 100,00), atau lima ratus rupiah (Rp. 500,00).
3. Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso).
Ketika pertama kali digunakan, uang emas dan uang perak dinilai berdasarkan nilai intrinsiknya, yaitu kadar dan berat logam yang terkandung di dalamnya; semakin besar kandungan emas atau perak di dalamnya, semakin tinggi nilainya. Tapi saat ini, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum atau tertulis di mata uang tersebut.
Sementara itu, yang dimaksud dengan "uang kertas" adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).
[sunting] Menurut nilainya
Menurut nilainya, uang dibedakan menjadi uang penuh (full bodied money) dan uang tanda (token money)
Nilai uang dikatakan sebagai uang penuh apabila nilai yang tertera di atas uang tersebut sama nilainya dengan bahan yang digunakan. Dengan kata lain, nilai nominal yang tercantum sama dengan nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut. Jika uang itu terbuat dari emas, maka nilai uang itu sama dengan nilai emas yang dikandungnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan uang tanda adalah apabila nilai yang tertera diatas uang lebih tinggi dari nilai bahan yang digunakan untuk membuat uang atau dengan kata lain nilai nominal lebih besar dari nilai intrinsik uang tersebut. Misalnya, untuk membuat uang Rp1.000,00 pemerintah mengeluarkan biaya Rp750,00.
[sunting] Teori nilai uang
Teori nilai uang membahas masalah-masalah keuangan yang berkaitan dengan nilai uang. Nilai uang menjadi perhatian para ekonom, karena tinggi atau rendahnya nilai uang sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi. Hal ini terbukti dengan banyaknya teori uang yang disampaikan oleh beberapa ahli.
Teori uang terdiri atas dua teori, yaitu teori uang statis dan teori uang dinamis.
[sunting] Teori uang statis
Teori Uang Statis atau disebut juga "teori kualitatif statis" bertujuan untuk menjawab pertanyaan: apakah sebenarnya uang? Dan mengapa uang itu ada harganya? Mengapa uang itu sampai beredar? Teori ini disebut statis karena tidak mempersoalkan perubahan nilai yang diakibatkan oleh perkembangan ekonomi.
Yang termasuk teori uang statis adalah:
* Teori Metalisme (Intrinsik) oleh KMAPP
Uang bersifat seperti barang, nilainya tidak dibuat-buat, melainkan sama dengan nilai logam yang dijadikan uang itu, contoh: uang emas dan uang perak.
* Teori Konvensi (Perjanjian) oleh Devanzati dan Montanari
Teori ini menyatakan bahwa uang dibentuk atas dasar pemufakatan masyarakat untuk mempermudah pertukaran.
* Teori Nominalisme
Uang diterima berdasarkan nilai daya belinya.
* Teori Negara
Asal mula uang karena negara, apabila negara menetapkan apa yang menjadi alat tukar dan alat bayar maka timbullah uang. Jadi uang bernilai karena adanya kepastian dari negara berupa undang-undang pembayaran yang disahkan.
[sunting] Teori uang dinamis
Teori ini mempersoalkan sebab terjadinya perubahan dalam nilai uang. Teori dinamis antara lain:
* Teori Kuantitas dari David Ricardo
Teori ini menyatakan bahwa kuat atau lemahnya nilai uang sangat tergantung pada jumlah uang yang beredar. Apabila jumlah uang berubah menjadi dua kali lipat, maka nilai uang akan menurun menjadi setengah dari semula, dan juga sebaliknya.
* Teori Kuantitas dari Irving Fisher
Teori yang telah dikemukakan David Ricardo disempurnakan lagi oleh Irving Fisher dengan memasukan unsur kecepatan peredaran uang, barang dan jasa sebagai faktor yang memengaruhi nilai uang.
* Teori Persediaan Kas
Teori ini dilihat dari jumlah uang yang tidak dibelikan barang-barang.
* Teori Ongkos Produksi
Teori ini menyatakan nilai uang dalam peredaran yang berasal dari logam dan uang itu dapat dipandang sebagai barang.
[sunting] Uang dalam ekonomi
Uang adalah salah satu topik utama dalam pembelajaran ekonomi dan finansial. Monetarisme adalah sebuah teori ekonomi yang kebanyakan membahas tentang permintaan dan penawaran uang. Sebelum tahun 80-an, masalah stabilitas permintaan uang menjadi bahasan utama karya-karya Milton Friedman, Anna Schwartz, David Laidler, dan lainnya.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mengatur persediaan uang, inflasi, dan bunga yang kemudian akan memengaruhi output dan ketenagakerjaan. Inflasi adalah turunnya nilai sebuah mata uang dalam jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan bertambahnya persediaan uang secara berlebihan. Interest rate, biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bank sentral seringkali diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol persediaan uang, interest rate, dan perbankan.
Krisis moneter dapat menyebabkan efek yang besar terhadap perekonomian, terutama jika krisis tersebut menyebabkan kegagalan moneter dan turunnya nilai mata uang secara berlebihan yang menyebabkan orang lebih memilih barter sebagai cara bertransaksi. Ini pernah terjadi di Rusia, sebagai contoh, pada masa keruntuhan Uni Soviet
INFLASI
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
tingkat inflasi di dunia
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Daftar isi
* 1 Penyebab
* 2 Penggolongan
* 3 Mengukur inflasi
* 4 Dampak
* 5 Peran bank sentral
* 6 Lihat pula
Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).[rujukan?] Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
[sunting] Penggolongan
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
* Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
* Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
* Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
* Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
* Indeks harga barang-barang modal
* Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dampak
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
[sunting] Peran bank sentral
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Rabu, 13 April 2011
PERAYAAN HARI RAYA NYEPI
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011
BAGAIMANA
SEHARUSNYA PERAYAAN HARI RAYA NYEPI, TAHUN
BARU CAKA DILAKSANAKAN DI SUATU DAERAH,
WILAYAH PROVINSI DILUAR BALI
Oleh
ANAK AGUNG GDE ASMARA
MOTTO :
SEBUAH DASAR PEMIKIRAN HASIL RANGKUMAN DAN KAJIAN NYATA,
BERLANDASKAN KETENTUAN SASTRA SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN
PITEKET SANGHYANG WENANG TAT KALA RUNTUHNYA MAJAPAHIT:
”TINGGALKAN JAWA PERGI KEBALI, JANGAN BAWA APA-APA; TATA
PARHYANGAN, SANGGAR PEMUJAAN, KELUARGA DENGAN
KETENTUAN SASTRA, APA YANG DITINGGAL ITU AKAN KEMBALI”.
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 2
Tawur Kesanga dan Pawai Ogoh-Ogoh dalam rangka
Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka, diTugu Monas
Provinsi DKI Jakarta
2011
A. PENGERTIAN
Mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan Dunia adalah
menjadi tujuan Umat Hindu yang tertuang dalam tujuan Agama yaitu ”
Moksartham Jagatdhita Ya Ca Iti Dharma” yang dijabarkan melalui
empat jalan utama ” Catur Marga” dan realisasi pada kehidupan nyata
diwujudkan dalam bentuk ” Panca Yadnya” yaitu lima pengorbanan suci
secara tradisi sering dikenal dengan Upacara. Sesungguhnya Umat Hindu
telah melakukan Yadnya pada kehidupan sehari-hari dalam bentuk non
Upacara. Beryadnya tidaklah hanya mengadakan upacara keagamaan
saja akan tetapi menyangkut hal yang lebih luas dari itu. Dituntut
pengorbanan yang tulus dan ikhlas, pengorbanan berdasarkan dharma,
untuk terciptanya kedamaian dan kebahagiaan lahir bathin yang
tertinggi. Dimanapun umat manusia dimuka bumi ini pasti
mendambakan kebahagiaan tertinggi, tidak hanya untuk diri sendiri
(Moksa) tetapi juga untuk alam beserta isinya (Jagaddhita).
Kabahagiaan diri sendiri tidak ada artinya, jika lingkungan, desa,
wilayah, negara lebih luas lagi dunia dimana manusia memijakkan
kakinya tidak aman dan damai.
Pengertian Bhuta adalah unsur-unsur dari Panca Mahabhuta yang
terdiri atas Tanah (Pertiwi), Air(Apah), Api (Teja), Udara (Bayu), dan
Akasa ( Awang, Ruang). Menurut para ahli theosofi yang menyebabkan
wujud bhuta ini berubah, tergantung kondisi dan keadaan antara lain
lembab, panas, kering, dingin dan dalam keadaan tidak ada apa-apa.
Sesungguhnya dibalik semua wujud itu, bhuta tidak lain adalah energi
atau materi yang suatu waktu karena pengaruh kondisi panas, dingin,
lembab dan kering bhuta berubah sifat menjadi baik dan buruk. Apabila
keseimbangan bhuta terusik, dapat menimbulkan bencana alam seperti
banjir, gempa, badai tofan dan berdampak menjadi musibah bagi umat
manusia serta mahluk lain di Bumi ini.
Sifat buruk yang disebut krodanya bhuta inilah yang harus dikendalikan
oleh umat manusia agar dunia yang telah aman dan sejahtera jangan
hancur & porak poranda dan akhirnya musnah. Disinilah tantangan bagi
manusia sebagai mahluk yang mulia dibandingkan mahluk lain, harus
berani dan mau berkorban untuk mengendalikan bhuta agar tetap baik
atau seimbang tidak berubah menjadi ganas dan kroda. Pengorbanan
manusia secara tulus ikhlas kepada bhuta inilah yang disebut BHUTA
YADNYA.
Upacara bhuta yadnya ini menurut waktu pelaksanaannya dapat
dibedakan atas Nitya-Kala yaitu persembahan kepada bhuta yang
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 3
dilakukan sehari-hari seperti banten saiban atau ngejot, mesegeh dan
Naimitika-Kala adalah upacara yang dilakukan pada hari-hari yang telah
ditentukan dan mencakup lingkungan yang lebih luas yaitu desa, daerah
atau wilayah provinsi dan negara.
B. DASAR SASTRA PELAKSANAAN TAWUR & TAHUN BARU SAKA
Perayaan Nyepi tahun Baru Saka, dilaksanakan pada kisaran bulan
Maret setiap tahunnya yang dirayakan secara Nasional sesuai Pedoman
Upacara Hari Raya Nyepi, Ketetapan Parisada Hindu Dharma Indonesia
Pusat. Selain sebagai wujud pengamalan ajaran Agama, juga memberi
makna terhadap eksitensi umat Hindu ditengah-tengah Bangsa yang
pluralis multikultural dengan berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui kehidupan sosial
keagamaan.
Menyikapi realita kehidupan sosial masyarakat yang masih
memprihatinkan serta pemanasan Global secara makro, sebagai ekses
dari ketidakdisiplinan manusia mengelola alam & lingkungan dimana
mereka tinggal, sehingga menimbulkan berbagai macam bencana
menimpa silih berganti. Disisi lain ketegangan, kekerasan, tindakan
anarkis, konflik horizontal masih mewarnai beberapa aspek kehidupan
Nasional, sementara kemiskinan belum dapat dientaskan baik secara
mikro maupun makro.
Disinilah makna dari sebuah pelaksanaan Tawur Kesanga dan perayaan
Nyepi dalam menyambut Tahun Baru Saka adalah wujud dari
harmonisasi antara Manusia dengan mahluk lain dan alam materi
ciptaan-Nya yang dikenal dengan sebutan Panca Maha Bhuta (Pertiwi,
Apah, Bayu, Teja, Akasa). Keseimbangan Bhuana Agung (Makrokosmos)
yaitu jagadraya , alam semesta ini dengan Bhuana Alit (Mikrokosmos)
harus tetap dijaga oleh manusia itu sendiri. Makna tawur kesanga ini
sangat jelas sebagaimana terkutip pada lontar Siwa Yama Purana
Tattwa & Susastra Sutasoma karya Mpu Tan Tular sebagai berikut:
DA Ê ltÇ ÑtàxÅÉÇ|Çz átá|{ ~xátÇzt? ãxÇtÇz àt á|Üt zâÅtãxt~xÇ âà|A gtãâÜ
~xátÇzt ÇztÜtÇ|çt? Ü|Çz vtàâá ÑtàtÇ|Çz wxátA ZâÅtãxt~xÇ ÑxÜtÇz átàt
àxÄâÇz ÑtÜt{tàtÇz? wâÇzâÄtÇ|Çz zâÄâÜ|Çz âÜt{t Üt{ á|Üt ~tàâÜ Ü|Çz ftÇz
[çtÇz ^tÄt et}t? [çtÇz Wtát UâÅ|A `tÇz~tÇx ÑÜtá|wt ~xÜà{t
Üt{tÜ}t |~xÇz ÜtàA ltÇ àtÇ átÅtÇz~tÇt Üâz }tztw Ütçt? átã|àtÇ|Çz U{âàt
ÅtÇ}|Çz Ü|Çz tÇzzt átá|ÜtÇ| ÅtÇâátÊA
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 4
Maksudnya:
Setiap ketemu dengan bulan sembilan (bulan Maret Masehi),
manusia wajib membuat sedekah yang dinamakan Tawur kesanga
diperempatan suatu desa, wilayah atau daerah. Mengorbankan darah
hewan yang dipersembahkan sebagai upah pada Panca Maha Bhuta
yaitu kekuatan alam semesta ini yang disebut Hyang Kala Raja. Itu
yang membuat tentram dan sejahtera, kalau tidak demikian kacau
tatanan keseimbangan jagadraya atau alam semesta ini. Karena
pengaruh Bhuta (kekuatan negatif) alam ini yang memasuki pikiran
manusia yang berdampak pada hilangnya cinta kasih, rasa
prikemanusiaan dan berubah menjadi keserakahan, kekejaman serta
tindakan yang bersifat anarkis.
2. Tahun Baru Saka adalah tarikh atau penanggalan yang dipergunakan
oleh umat Hindu Dharma sejak permulaan abad ke VI, yaitu saka
kala yang ditetapkan berlakunya sejak penobatan Raja Kaniska I dari
Dinasti Kushana yang memerintah kerajaan Mathura di India pada
tahun 78 Masehi.
Semenjak penobatannya menjadi raja ditandai oleh perdamaian dan
mantapnya stabilitas dibidang politik dan keamanan serta
berkembangnya toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama
yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Kondisi seperti ini terjadi
juga di Indonesia pada jamannya Mpu Tantular sebagaimana
diungkapkan dalam karya sastranya ” Pustaka Sutasoma ” dengan
sloka : ” Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa”, sebagai
pencerminan keadaan Nusantara kala itu yang sama keadaannya
dengan jamannya Raja Kaniska I di India. Tahun Baru Saka dan
Nyepi setiap tahun ditandai oleh Tilem Kesanga atau Caitra Masa
sebagai siklus terakhir untuk beralih ke Tahun Baru Saka. Tilem Sasih
Kesanga tahun 2011 jatuh pada 4 Maret, besoknya tanggal 5 Maret
adalah Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka 1933. Dengan demikian
Hari Nyepi adalah perayaan Tahun Baru Saka yaitu penanggal apisan
sasih Kesanga atau Eka Suklapaksa sasih Waisaka.
C. TUJUAN PERAYAAN
Pelaksanaan Tawur dalam Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka,
disetiap tingkat Desa, Kecamatan, Kota & Provinsi mempunyai tujuan
agar tercapainya tujuan hidup yaitu kesejahteraan alam dan lingkungan,
maka manusia harus mensejahterakan semua makhluk (bhutahita), hal
ini dijelaskan pada ftÜtátÅâávtçt DFH : Ê `tàtÇzÇçtÇ ÑÜ|{xÇ à|~tÇz
u{âàt{|àt {tçãt àtÇ Åtá|{ Ü|Çz átÜãt ÑÜtÇ|AÊ artinya: Oleh karenanya,
usakanlah kesejahteraan semua makhlu, jangan tidak menaruh belas
kasihan kepada semua makhluk.”
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 5
Ê TÑtÇ |~tÇz ÑÜtÇt ÇztÜtÇçt? çt |~t Ç|Å|àtÇz ~tÑtzx{tÇ |~tÇz vtàâÜ ãtÜzt?
ÅtÇz w{tÜÅt? tÜà{t ~tÅt ÅÉ ÅÉ~átAÊ ~artinya : Karena kehidupan mereka itu
menyebabkan tetap terjaminnya dharma, artha, kama dan moksha.
WtÄtÅ U{tztãtwz|àt III, 14 w|áxuâà~tÇ? ~tÜxÇt Åt~tÇtÇ? Åt~{Äâ~ {|wâÑ
ÅxÇ}xÄÅt? ~tÜxÇt {â}tÇ àâÅuâ{Ät{ Åt~tÇtÇ? ~tÜxÇt ÑxÜáxÅut{tÇ ;çtwÇçt< àâÜâÇÄt{ {â}tÇ? wtÇ çtwÇçt Ät{|Ü ~tÜxÇt ~xÜ}tA Berdasarkan ungkapan sastra - sastra kuno itulah, maka tujuan perayaan dapat dijabarkan menjadi beberapa hal sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas Sradda(iman) dan Bhakti (taqwa) Umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang maha Esa, melalui implikasi konsep ”Tri Hita Karana”. 2. Menyambut Nyepi dengan suasana keprihatinan Nasional, akibat dampak berbagai bencana alam mulai dari gempa, gunung meletus, asap panas, lahar dingin, longsor, banjir bandang dan tak ketinggalan juga tragedi pesawat udara, kapal laut serta kereta api dan semoga ini tidak berdampak pada krisis ekonomi yang berkepanjangan. 3. Meningkatkan semangat kebersamaan, menciptakan kedamaian dan keharmonisan serta mendorong kebangkitan kesadaran berkarya sebagai wujud pengabdian nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh pendahulu atau leluhur demi kejayaan kembali Negara dan Bangsa. 4. Meningkatkan komitmen Umat Hindu kepada sesama komponen Bangsa untuk melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai etika, moral, budhi pekerthi yang luhur dan spiritual Agama Hindu dalam melaksanakan kewajiban Dharma Agama dan Dharma Negara. Wujud nyata dari dimensi Tri Hita Karana dapat dituangkan kedalam 3(tiga) bentuk kegiatan atau rangkaian acara sebagai berikut : No. WAKTU JENIS KEGIATAN TEMPAT SASARAN 1. Kamis, 02 Maret 2011 (7:00- seles’i) · MELASTHI Pengertian: Melas : penyucian, pembersihan. Thi : Leteh atau kotor Penyucian pratima atau Yoni ISWW, ruang, desa, rumah simbul Bhuana Agung & Angga sarira manusia sebagai Bhuana alit. Kesumber Air bisa Danu, Sungai atau Laut (pantai), bukan ke Pura Segaranya. Prosesi: Permohonan air suci u/ penyucian partima, simbul jagadraya (desa atau rumah). Pembersihan Bhuana Agung melalui sarana ritual, pratima dengan memohon air suci ke Telenging Sagara. ( Sundarigama) Anglukataken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana Aji Swamandala. 2. Jumat, 04 Maret · TAWUR KESANGA Catus Pataning Desa Perempatan Air Pelaksanaan Butha Yadnya sesuai Siwa Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 6 2011 (15:00- 18:00) Tilem sasih kesanga ( seimbang antara 2 waktu: 12 jam malam & 12 jam siang hari). (18:00- 21:00) Pecaruan = Pertiwi/Zat Padat bhuta dingin & padat). Tingkat Pemerintah Provinsi Jakarta Catatan: Tentang waktu ditentukan oleh jumlah binatang yang digunakan; 1. >5 macam, harus
siang hari (12:00).
Panca Kelud
keatas.
2. <5 macam, boleh
sore hari menjelang
sandhya kala
(16:00-18:00)
Panca Sanak
kebawah.
· PENGERUPUKAN,
MEBUU-BUU
Nyomia bhuta pawai
ogoh-ogoh sekaligus
menjadi pesta lintas
budaya menuju
Jagadhita.
Mancur Kreta/BI,
bukan silang Barat
Monas.
Prosesi:
Pemberian korban
suci pada 5 Maha
Bhuta Nyomia,
sebagai penetralisir
pengaruh negatif yg
berbahaya, agar tidak
kroda ( bencana :
gempa, banjir,
longsor dll).
Simbolis dari Nyomia
bhuta buat senang
& mengistirahatkan
kerja 5 M/bhuta.
tidak menimbulkan
bahaya /kroda.
Yama Purana,
untuk
keseimbangan
Panca Maha Bhuta
(5 unsur alam)
sehingga tidak
membahayakan
atau menimbulkan
bencana bagi
manusia.
Bila semua unsur
5M/bhuta tenang,
tinggal unsur Mikro
kosmos = manusia
itulah yang
dilaksanakan pada
esok hari Nyepi.
3.
Sabtu,
05 Maret
2011
(6:00sd 6:00
Minggu, 6
Maret 2011).
(slma 24
jam)
06 Maret
2011
· NYEPI
Catur Brata Penyepian:
1. Amati Gni
2. Amati Karya
3. Amati Lelungan
4. Amati Lelanguan
· NGEMBAK GENI
Dirumah masingmasing
atau memilih
tempat, Pura atau
pilihan lain yang
dianggap cocok oleh
keluarga.
Prosesi:
Melakukan: Tapa,
brata, Yoga Semadi,
sebagai wujud
keseimbangan
bhuana alit.
Saling kunjung, maaf
memaafkan antar
keluarga, kerabat &
andaitolan Dharma
Santih.
Instrospeksi
Menggali Diri
Sendiri atau Pribadi
/ Mulat Sarira.
Malaui
menghentikan
segala kegiatan.
Tidak bepergian &
tidak menghibur
diri dan besoknya
06 Maret 2011
buka catur brata
penyepian dan
selanjutnya
beraktivitas
kembali.
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 7
D. PEDOMAN PELAKSANAAN
Sebagai pedoman Pelaksanaan, disusun rencana kerja & rangkaian
upacara serta tingkat Tawur sesuai hakikat dan makna Hari Raya Nyepi
Tahun Baru Saka serta tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut :
1. Tingkat Caru Tawur Kesanga ; Menurut lontar Sundari gama,
tingkat caru tawur dibedakan dengan maksud peruntukan wilayah
yaitu:
Tingkat Jenis Caru Uraian Keterangan
I.
Tawur Agung
(Tingkat
Provinsi)
Adalah tingkat caru tawur
kesanga yang diperuntukkan,
bagi suatu provinsi yang semua
daerah walikota atau
kabupatennya ada umat
Hindunya, atau dengan kata lain
tidak ada wilayah yang tidak ada
umat Hindunya wajib
menggelar Tawur Kesanga
tingkat” Tawur Agung”.
Bila pusat caru di
provinsi , masing2
wilayah tidak perlu
lagi melakukan
pecaruan, nasi
caru & tirta caru
didistri usikan via
wakil pura yang
hadir sebagai dewa
saksi.
II. Panca Kelud
(Tingkat Walikota
/ Kabupaten)
Dilaksanakan apabila dalam
suatu provinsi ada salah satu
wilayah kota
madya/walikotanya yang tidak
ada umat Hindunya, maka
tingkat caru yang digelar
dipusat adalah tingkat Panca
Kelud, sedangkan untuk
diwilayah tetap tidak perlu
mecaru.
Idem
III. Panca Sanak
(T/Kecamatan)
Adalah tingkat caru tawur
kesanga yang diperuntukkan
bagi suatu wilayah kodya,
dimana ada salah satu atau lebih
dari wilayah Kecamatannya
tidak ada umat Hindunya.
Pecaruan
dipusatkan di
prempatan Kota
madya, Nasi & tirta
caru bisa dibagi via
pura yang hadir.
IV. Panca Sata
(Tingkat Desa)
Apabila suatu wilayah
Kecamatan ada salah satu
wilayah desa atau kelurahannya
tidak ada umat Hindunya. Pada
tingkat caru ini disebut caru
tingkat Kelurahan / Desa.
Idem
V. Eka Sata
(Ayam Brumbun)
(T/Banjar)
Yaitu tingkat caru tawur
kesanga, dimana suatu Desa ada
salah satu wilayah banjarnya
tidak ada umat Hindunya.
Tingkat ini disebut dengan
”Caru Tingkat Eka Sata yaitu
tingkat upacara Ayam Brumbun
atau setingkat Banjar.
Karena skop Desa
dimana wilayahnya
tidak terlalu luas,
maka disribusi nasi
& tirtha caru tidak
sulit dan relatif
mudah dijangkau
umatnya.
2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tawur; Apabila caru
tawur kesanga pada wilayah telah ditetapkan sesuai Ketentuan
sastra, maka jumlah binatang yang digunakan pada caru tersebut
menentukan waktu pelaksanaan tawurnya. Untuk caru Panca Kelud
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 8
keatas, karena jumlah binatang yang digunakan melebihi 5 (lima)
jenis maka waktu pelaksanaannya harus dilakukan pada siang hari
yaitu batasan waktu kala tepet (11:00~12:00). Sedangkan bila
jumlah binatang yang digunakan kurang dari 5 (lima) jenis, maka
waktu pelaksanaan pecaruan seyogianya dilaksanakan pada sandiya
kala (16:00 ~ 18:00) dan tidak boleh dilakukan disiang hari. Oleh
karena itu pecaruan tawur kesanga disetiap Desa Adat di Bali pasti
diadakan disore hari menjelang sandhya kala.
Mengenai tempat pecaruan, dengan jelas diuraikan pada lontar siwa
purana tattwa untuk tawur kesanga adalah ”ring catus pataning
desa...” berarti pada perempatan suatu desa, wilayah atau suatu
daerah yang lebih luas bisa mencakup provinsi atau Negara.
3. Pengerupukan, Mebuu-buu; Setelah pelaksanaan pecaruan
sesuai tingkat tawur yang dilaksanakan, semua unsur pancamahabhuta
mendapat penghormatan. Panca-mahabhuta yang telah
berjasa bagi kehidupan manusia dihormati dan dihargai, dihaturkan
sembah dan korban kepadanya. Unsur berupa air (melasti kelaut,
sungai), api (ngerupuk, maobor-obor atau mebuu-buu), udara
(suara kentongan, bunyia-bunyian, dll) dan akasa (sipeng, sepi)
mendapatkan kehormatan untuk menerima rasa syukur dan
terimakasih angayubagia umat manusia atas segala bantuannya
dalam setiap tindakan mengisi kehidupan selama ini. Harapan
manusia pada tahun-tahun mendatang, juga terus dibantu dalam
kehidupan manusia didunia ini. Bagi umat Hindu yang ingin
melaksanakan pengerupukan atau mebuu-buu seperti layaknya di
Bali, karena pekarangan rumahnya memungkinkan untuk acara itu
dapat mengambil nasi & tirtha caru yang telah disiapkan oleh panitia
dipusat pecaruan. Lakukan mebuu-buu dengan menyalakan dupa.
Alat bunyi-bunyian dan taburkan nasi serta percikan tirtha caru
kesemua arah pekarangan rumah. Sementara itu umat Hindu
bersiap-siap mengahdapi catur brata penyepian dimulai dari pukul
06:00 pagi sampai esok harinya, sebagaimana dijelaskan pada lontar
fâÇwtÜ|ztÅt sebagai berikut : ÊAAAAAxÇ}tÇzÇçt ÇçxÑ| tÅtà| zxÇ|? àtÇ
ãxÇtÇz át}twÅt tÇçtÅuâà ~tÜçt át~tÄã|ÜÇçt? tzxÇ| tzxÇ|@zxÇ| átÑtÜtÇçt àtÇ
ãxÇtÇz? ~tÄ|ÇztÇçt ãxÇtÇz átÇz ãÜâ{ Ü|Çz àtààãt zxÄtÜt~xÇt áxÅtw| àtÅt
çÉzt tÅxà|à|á ~táâÇçtàtÇAÊ yang dijabarkan menjadi : 1). Amati geni
yakni tidak menggunakan unsur api, 2). Amati karya, berati tidak
melakukan apa-apa, sehingga tidak ada unsur panca-mahabhuta
digunakan, 3). Amati lelungan, dengan tidak bepergian sehingga
terjadi kesepian dan maknanya tidak menggunakan ruang dari unsur
akasa, 4). Amati lelanguan, maksudnya tidak melampiaskan nafsu
indria, mengurangi penggunaan tenaga, mengurangi makan dan
minum serta penggunaan oksigen, semua itu merupakan unsurunsur
dari panca mahabhuta.
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 9
◙ CATATAN POJOK :
1. Tingkat Caru Tawur Kesanga; Jika dipandang dari sudut
keberadaan umat Hindu di Provinsi DKI Jaya, di 5 (lima)
wilayah Walikota tersebar umat yang secara populasi tidak
kurang dari 1000 ~1500 KK dan mencapai kisaran angka 5000
jiwa. Memiliki 15 Pura sebagai tempat peribadatan yang
bersekala besar dapat menampung ratusan umat untuk satu
tahap persembahyangan. Jika demikian untuk tingkat caru
Tawur kesanga DKI, layaknya adalah tingkat Tawur Agung,
bukan Panca Kelud.
2. Kaitan Waktu Pecaruan dengan Tingkat Caru; Apabila
tingkat caru adalah Tawur Agung tidak perlu lagi diragukan
bahwasanya waktu pecaruan adalah siang hari ( kala tepet jam
12:00 ). Untuk tidak tunpang tindih, maka semua dipusatkan di
Monas sebagai pusat pemerintahan Provinsi DKI Jaya dan
sekaligus sebagai Ibukota Negara, sehingga dalam hal ini
masing-masing wilayah SDHD Banjar atau Kota Administrasi
tidak perlu lagi membuat caru wilayah dengan tingkat yang
sama atau lebih kecil. Agar pendistribusian nasi & tirtha caru
dapat merata bagi umat yang tidak punya waktu atau
kesempatan hadir pada acara tawur & pengerupukan disore
hari, masalah ini bisa diatasi dengan memanfaatkan jalur purapura
terdekat dengan tempat tinggal mereka. Setidaknya
karena acara pengerupukan ini tidak merupakan acara pawai
ogoh-ogoh saja, disamping itu ada muatan pesta lintas budaya
tentu akan menjadi unik dan punya daya tarik tersendiri untuk
dihadiri tidak hanya oleh umat Hindu tetapi juga masyarakat
DKI dan sekitarnya yang haus akan hiburan.
3. Efectivitas Melasti, dari sudut Lokasi, Waktu & dampak
Psikologis Publik; Secara historis semua aspek kehidupan
beragama dan berbangsa ini pasti punya sejarah, tetapi bukan
berarti perubahan terhadap tempat ritual seperti melasti
diartikan arfiah bahwa generasi muda kedepan bisa tidak
mengenal lagi atau lupa pada Pura Segara. Perubahan tempat
melasti dari Pura Segara ke Taman Impian Jaya Ancol adalah
bentuk pengembalian esensi dan makna dari melasti yaitu
mencari sumber air bisa laut, danau atau sungai dan bukan ke
Pura Segara. Sesuai penjelasan lontar ftÇz{çtÇz T}|
fãtÅtÇ fãtÅtÇwtÄt wtÄt : ÊTÇzÄâ~tàt~xÇ ÄtÜtÇ|Çz }tztà? Ñt~Äxát Äxàâ{|Çz u{âtãtÇt TÇzÄâ~âtãtÇtÊ
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 10
yang artinya melenyapkan penderitaan masyarakat,
melepaskan kepapaan dan kotoran alam. Dan ditambahkan
oleh lontar fâÇwtÜ|ztÅt yaitu : ÊTÅxà átÜ|Ç|Çz tÅxÜàt ~tÅtÇwtÄâ
Ü|Çz àxÄxÇz|Çz átztÜtÊ yang mengandung arti mengambil sari-sari
air kehidupan (Amerta Kamandalu) ditengah-tengah samudra.
Disamping itu ada dampak psikologis publik terhadap
pemahaman perayaan Nyepi yang utuh dari rangkaian acara
melasti, pecaruan dan pengerupukan bila pelaksanaannya kita
kemas dengan kemasan yang menarik, terpadu, ringkas padat
berisi tanpa meninggalkan esensi dan nilai-nilai keimanan serta
tidak menyimpang dari ketentuan sastra-sastra agama. Betapa
indah dan menariknya bila acara itu disusun pada hari yang
sama mulai melasti di ancol menjelang fajar menyingsing
sebagai bentuk surya sewana dan usai melasthi dilanjutkan
dengan Pralingga Bathara pura se DKI menuju Monas sebagai
Dewa saksi pada pecaruan Tawur disiang hari yang diawali
dengan acara mepeed atau medeeng dari lapangan Banteng
menuju Tugu Monas tempat pecaruan Tawur Kesanga
dilaksanakan dan mewali ke Pura masing-masing setelah usai
pelaksanaan pecaruan. Kemudian menjelang sore hari menuju
ke sandiakala baru bersiap-siap untuk pelaksanaan
pengerupukan atau mebuu-buu. Hal ini akan berdampak sangat
baik dan positif bagi publik, karena mendapat gambaran yang
utuh tentang pelaksanaan perayaan Nyepi bagi umat Hindu
diluar Bali. Momentum ini merupakan wujud & bentuk
pengakuan publik bahwa umat Hindu peduli akan tatanan
bermasyarakat dan bernegara melalui ungkapan rasa bhakti
kepada Pemerintah (Guru Wisesa) sebagai implementasi dari
ajaran Catur Sinangga Guru.
4. Pemisahan Ritual dengan Pawai Ogoh-ogoh dari sisi
makna Sakeral dan Provan; Pada umumnya kita sering
terjebak pada pengertian yang keliru atau salah kaprah
terhadap istilah ” Rwa Bineda” dan ”Dualistik”. Rwa Bineda
adalah dua hal yang berbeda yakni Laki-laki dan Perempuan
atau Purusa Pradana, juga sering disebut ardhanareswaranareswari.
Pengertiannya dua unsur rwa bineda itu bisa
disinergikan menjadi suatu kekuatan terpadu yang luar biasa
misalnya kekuatan laki-laki perempuan, kesaktian dewa-dewi.
Sedangkan Dualistik adalah dua hal yang berbeda dan
berlawanan seperti sifat baik-buruk, suka-duka, siang-malam.
Unsur-unsur dualistik ini tidak bisa disatukan, tidak bisa
disenergikan dan justru harus dikendalikan. Kenapa pemisahan
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 11
ritual tawur dengan pawai menjadi penting, walaupun bila
dipandang dari sudut upacara, bahwa tawur merupakan
upacara bhuta yadnya. Jangan lupa ketika pelaksanaan ritual
tawur, unsur-unsur sakeral seperti pratima, pralingga bathara
atau simbul-simbul dari ISWW ada pada area dimana
dilaksanakan prosesi tawur, sebagai dewa saksi. Sedangkan
ketika acara pengerupukan dengan pesta budayanya itu adalah
murni unsur provan, yang tidak menutup kemungkinan bila
dilaksanakan bersamaan dapat mencemari unsur sakeral tadi.
Dan apabila pencemaran terjadi, maka diperlukan suatu
upacara khusus untuk mengembalikan fungsi kesucian &
kesakeralan simbul-simbul tadi.
Dalam hal ini antara sakeral dan provan merupakan simbul
dualistik, oleh karena itu tidak boleh disatukan justru harus
terpisah dan dikendalikan. Dengan demikan acara ritual
sebaiknya dilaksanakan terpisah dalam pengertian tidak
menjadi satu rangkaian waktu, harus jelas ada jeda waktu
yaitu siang dan sore.
5. Gerakan tidak ciptakan ”Mulaketo Gaya Baru” menuju
Generasi muda yang moderat; Tanpa disadari sebagai
pihak pemegang tongkat estapet sekaligus sebagai penuntun
generasi muda sering terlupa atau tidak sadarkan diri jika
produk dari kekuasaannya dapat melahirkan ”generasi Mula
keto” berikutnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan
terjadi apabila pemegang tongkat estapet, membiarkan
produk-produknya yang diluar konteks atau menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang ada dan hanya mempertimbangkan
aspek populeritas atau ketenaran pribadi belaka. Mari untuk
mulai berani memilih untuk melakukan tindakan yang tidak
populis, tetapi mengakar pada landasan kebenaran seperti yang
tertuang pada 2(dua) lontar sebagai berikut :
☻LONTAR DEWA TATTWA (Penekanan pada Etika Pelaksa
naan suatu Yadnya).
 TÇt~~â átÇz ÑtÜt `Ñâ? WtÇz{çtÇz? átÇz Åt{çâÇ àâãt }twÅt? ÄâÑâà|Çz
átÇzátÜt ÑtÑt? ~ÜtÅtÇçt átÇz ~âÅ|Çz~|Ç t~tÜçt átÇ|áàt? `tw{çt? âààtÅt?
ÅtÇt{ Äxzt wt wtw| tçâ? t w| tçãt ÅtÇztÅux~tÇz ~ÜÉwt ÅãtÇz â}tÜ ztÇzáâÄ? â}tÜ ãt
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 12
ÅxÇt~ }âzt ~tãxwtÜ wxÇ|ÜtA`tÇz~tÇt ~ÜtÅtÇ|Çz átÇz ÇztÜxÑtÇz ~tÜçt?
tçãt á|ÅÑtÇ|Çz uâw| ÅãtÇz ~ÜÉwt? çtÇ ~twçt ÅtÇz~tÇt Ñtàâà ÑtztãxÇçt?
ãt átã|w{| ã|wtÇtÇçt? àx~xÇz tàtÄxwtÇçt? ÅãtÇz Ü|Çz áxátçâàÇçt? Åt ÅtÜtzt wxãt
Ützt átÅ|? àx~xÇz ãtãtÇzâÇtÇ átÅ|ÊA
Artinya :
Anakku sang para Mpu, Danghyang, demikian pula mereka yang
berkedudukan sebagai orang tua, lepas dari duka dan nestapa,
perilakunya mereka hendak melaksanakan upacara, nista,
madhya, utama jadikanlah pikiran itu senang dan baik,
janganlah menyayangi atau terikat pada artha milik serta patut
mengikuti kewajiban orang tua, janganlah menampilkan
kemarahan serta berkata-kata kasar, kata-kata yang baik dan
enak juga yang patut disampaikan.Demikianlah prilakunya
mereka yang melaksanakan Yadnya. Janganlah menyimpang
dari budi pekerti. Bila yang demikian dapat dilaksanakan segala
persembahan hingga pada “taledan dan sesayutnya” berwujud
dewa demikian pula semua bangunannya.
☻LONTAR DEWA TATTWA/LONTAR INDIK PANCA
WALI KRAMA. Senada dengan lontar dewa tattwa, Lontar
Indik Panca Wali Krama menekankan pada prilaku yang baik
dan kesatuan antara “ Tri Manggalaning Yadnya”.
 ^tçtàÇt~Çt? t}ãt átâÄt{ átâÄt{@âÄt{ ÄâÅt~â? ÇzâÄt{ áâutÄ? çtÇ àtÇ {tÇt uxÇxÜ
tÇâà Ä|ÇzÇ|Çz T}|? Ç|Üztãx ÑãtÜtÇçt ~tãtÄ|~ ÑâÜ|{Ççt |~t? tÅÜ|{ tçâ uçt~àt
tàxÅt{tÇ tÄtA `tÇz~tÇt ãxÇtÇz |~t ~tÑÜtçt~át wx átÇz tÅtÇzâÇ tw|
~tÜçt? Åt~tw| átÇz tÇâ~tÇz|Ç? ÅãtÇz tw|~átÇ|? |~t ~tà|zt ãxÇtÇz
tàâÇzztÄtActÇzÄt~átÇtÇ|Üt tÅÉÇz á átÜt}t ~tÜçt? t}ãt ~tá|ÇzátÄ? tÑtÇ Ü|Çz
tÜt}çtwÇçt àtÇ ãxÇtÇz ~tvtvtutÇ ~tvtÅÑâÜtÇ ÅtÇt{ ãxv|? tÅux~ uÜtÇàt? átuwt
ÑtÜâáçt? | |~t ~tÇz ÅtÇt{ áà|à| }tà| Ç|ÜÅtÄt }âztÅt~t á|w{tÇ|Çz ~tÜçt? ÅtÜz|Ç|Çz
Çz tÅtÇzz|{ á|w{t Üt{tçâ? ~tá|wtÇ|Çz ÑtÇâ}â? ÅtÇz~tÇt ~xÇzxàt~Çt xáàâ
Ñt ÑtÄtÇçtÊA ÄtÇçtÊA
Artinya :
Berhati-hatilah, janganlah asal berlaksana, asal selesai, bila
tidak benar-benar sesuai dengan sastra, sia-sialah hasilnya.
Terbaliklah keadaannya mengharapkan baik pasti akan
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 13
berakibat buruk.Demikianlah patut diwaspadai oleh mereka
yang berkehendak melaksanakan upacara besar, termasuk
mereka yang berperan sebagai tukang, serta pendeta yang
memuja, mereka bertiga patut supaya menyatu dalam
pelaksanaannya melaksanakan upacara, jangan berselisih,
sebab dalam setiap Yadnya tidak boleh ternodai oleh pikiran
kotor, prilaku marah. Pikiran yang astiti bakti dan suci
nirmalalah sebagai dasar yang menghantarkan pada
keberhasilan yang menyebabkan mencapai keselamatan serta
sesuai dengan tujuan.
E. POKOK PERMASALAHAN
Mencermati pelaksanaan perayaan Nyepi di wilayah DKI, dari
tahun ketahun tidak mecerminkan adanya peningkatan yang
signifikan secara konsep dan sastra, kecuali realita pesta ogohogoh
yang berhasil mengkemas pesta lintas seni budaya yang
menghadirkan selain ogoh-ogoh sebagai ikon juga mengusung
ondel-ondel serta barongsai, tanjidor dan kesenian lain sebagai
bentuk keberagaman.
Tetapi berpulang dari maraknya perayaan Nyepi di Tugu Monas
dengan arak-arakan 18 ogoh-ogoh sebagai wujud kebangkitan
kesadaran generasi muda Hindu untuk mengekspresikan kwalitas
srada bhaktinya kepada Bumi persada ini, secara internal tetap
saja masih mengundang controversial serta kebingungan umat
terhadap realita dengan pemahaman yang cenderung semakin
melebar seperti :
1. Pelaksanaan melasti, tidak lagi memberikan jawaban
terhadap esensi dari melasti itu sendiri selain terjadi
perubahan lingkungan Pura Segara akibat perubahan
infrastruktur pantai, juga terkesan kurang hening dan
terburu-buru. Sehingga tujuan untuk mensucikan pratima
dan simbul-simbul ISWW kurang khidmat dan membawa
hasil kehambaran belaka termasuk umat juga gagal
memperoleh kesempurnaan nilai kesucian dirinya.
2. Pelaksanaan Tawur setelah berhasil dipusatkan di Tugu
Monas, ternyata menuai hasil kebingungan umat antara lain
dengan masih ada keputusan wilayah Banjar atau Pura
untuk tetap mengadakan pecaruan setempat dengan tingkat
caru yang beraneka versi. Ironisnya dari sisi waktu
pelaksanaan yang waktu-waktu sebelumnya mereka masih
ingat pelaksanaannya selalu belakangan setelah selesai di
pusat, olehkarena pelaksanaan di Monas adalah sore hari
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 14
jadi mau tidak mau di wilayah banjar terpaksa lebih dulu,
sehingga alur prosesnya tidak mengalir dari hulu ke hilir
dengan kata lain “semerawut” dan tidak sesuai dari
ketentuan sastra pelaksanaan tawur.
3. Perbedaan proses waktu melasti dengan pelaksanaan
Tawur, membuahkan jeda waktu apakah 1 atau 2 hari yang
disebut dengan istilah “Bethara Nyejer”. Pemahamannya
bahwa ISSW setelah lunga Melasti, ketika mewali ke Pura
masing-masing diikuti oleh acara Nganyarin Daksina
Pralingga dan menyiapkan aturan soda atau rayunan
Bethara. Hal ini secara skop kecil boleh dibilang sudah
berjalan. Pertanyaannya sampai seberapa banyak secara
umum umat tau dan faham bahwa Daksina Pralingga
Bathara itu adalah sesungguhnya Sang Hyang Widhi…? Bila
nyejer berarti beliau masih ada, jadi apa yang seharusnya
diperbuat umat ketika tau bethara nyejer..??? Apa tidak
seperti, kita mengundang Tamu untuk hadir dirumah tetapi
setelah tiba dan ada dirumah kita tinggal tanpa
hiraukan….apakah sudah disiapkan suguhan dll…????
4. Bila kondisi dan cara pelaksanaan sebuah Yadnya kita masih
seperti itu serta tidak pernah mau mengupayakan langkahlangkah
perbaikannya kearah penyempurnaan, niscaya
tujuan Yadnya tidak akan tercapai. Untuk itu jangan cepatcepat
mencari pembenaran bahwa manusia itu tidak
sempurna, seperti slogan “ Tan hana wang anayu nulus”.
Tetapi kita seyogianya mengikuti anjuran lontar dewa
Tattwa maupun Panca Wali Krama…..kalau tidak kapan
Hindu akan maju…????
Jawabannya adalah Parisadha Hindu Dharma Indonesia DKI,
harus duduk bersama dengan Suka Duka Hindu Dharma DKI, segera
memutuskan pengangkatan panitia selambat2nya pada pertengahan
tahun, usai pertanggungan jawab panitia pelaksana perayaan Tahun
Baru Saka 1933 sekaligus sebagai bagian dari serah terima mandate.
Hal ini dimaksudkan agar mendorong panitia yang baru untuk
merumuskan perayaan Nyepi 2012, segera bekerja membuat kajiankajian
dan persiapan-persiapan perbaikan atau penyempurnaan
terhadap evaluasi pelaksanaan sebelumnya. Dan sedapat mungkin
sambil menyikapi situasi kedepan panitia masih tersedia waktu yang
cukup panjang untuk dapat merangkumkan pedoman dan kerangka
acuan yang lebih konprehensip atas pelaksanaan perayaan Nyepi di
DKI ini.
Demikianlah patut diingat semoga berhasil, pesan ini disampaikan
oleh Ida Pedanda Nabe Gde Putra Sidemen, wakil Dharma Adyaksa
Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat masa bhakti 2006 – 2011
dengan maksud untuk dapat disosialisasikan pada masyarakat
banyak yang hendak dan mau mendengarkan serta berjalan dalam
meniti kehidupan pada jalan dharma. Sudah dapat dipastikan arah
beliau untuk dapat mengamalkan piteket Sanghyang Wenang ketika
runtuhnya Majapahit : “ Tinggalkan Jawa, jangan bawa apa-apa pergi
ke Bali lakukan penataan Parhyangan, Sanggar Pemujaan, Keluarga
dan Tatanan Social Masyarakat dengan aturan sastra. Apa yang
ditinggalkan itu yang tidak dibawa ke Bali akan kembali.”
Mari kita petik dan cermati serta maknai pesan luhur
tersebut……………..!!!!
Sukra Pon Prangbakat, Maret 2011
BAGAIMANA
SEHARUSNYA PERAYAAN HARI RAYA NYEPI, TAHUN
BARU CAKA DILAKSANAKAN DI SUATU DAERAH,
WILAYAH PROVINSI DILUAR BALI
Oleh
ANAK AGUNG GDE ASMARA
MOTTO :
SEBUAH DASAR PEMIKIRAN HASIL RANGKUMAN DAN KAJIAN NYATA,
BERLANDASKAN KETENTUAN SASTRA SEBAGAI UPAYA PENCAPAIAN
PITEKET SANGHYANG WENANG TAT KALA RUNTUHNYA MAJAPAHIT:
”TINGGALKAN JAWA PERGI KEBALI, JANGAN BAWA APA-APA; TATA
PARHYANGAN, SANGGAR PEMUJAAN, KELUARGA DENGAN
KETENTUAN SASTRA, APA YANG DITINGGAL ITU AKAN KEMBALI”.
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 2
Tawur Kesanga dan Pawai Ogoh-Ogoh dalam rangka
Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka, diTugu Monas
Provinsi DKI Jakarta
2011
A. PENGERTIAN
Mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan Dunia adalah
menjadi tujuan Umat Hindu yang tertuang dalam tujuan Agama yaitu ”
Moksartham Jagatdhita Ya Ca Iti Dharma” yang dijabarkan melalui
empat jalan utama ” Catur Marga” dan realisasi pada kehidupan nyata
diwujudkan dalam bentuk ” Panca Yadnya” yaitu lima pengorbanan suci
secara tradisi sering dikenal dengan Upacara. Sesungguhnya Umat Hindu
telah melakukan Yadnya pada kehidupan sehari-hari dalam bentuk non
Upacara. Beryadnya tidaklah hanya mengadakan upacara keagamaan
saja akan tetapi menyangkut hal yang lebih luas dari itu. Dituntut
pengorbanan yang tulus dan ikhlas, pengorbanan berdasarkan dharma,
untuk terciptanya kedamaian dan kebahagiaan lahir bathin yang
tertinggi. Dimanapun umat manusia dimuka bumi ini pasti
mendambakan kebahagiaan tertinggi, tidak hanya untuk diri sendiri
(Moksa) tetapi juga untuk alam beserta isinya (Jagaddhita).
Kabahagiaan diri sendiri tidak ada artinya, jika lingkungan, desa,
wilayah, negara lebih luas lagi dunia dimana manusia memijakkan
kakinya tidak aman dan damai.
Pengertian Bhuta adalah unsur-unsur dari Panca Mahabhuta yang
terdiri atas Tanah (Pertiwi), Air(Apah), Api (Teja), Udara (Bayu), dan
Akasa ( Awang, Ruang). Menurut para ahli theosofi yang menyebabkan
wujud bhuta ini berubah, tergantung kondisi dan keadaan antara lain
lembab, panas, kering, dingin dan dalam keadaan tidak ada apa-apa.
Sesungguhnya dibalik semua wujud itu, bhuta tidak lain adalah energi
atau materi yang suatu waktu karena pengaruh kondisi panas, dingin,
lembab dan kering bhuta berubah sifat menjadi baik dan buruk. Apabila
keseimbangan bhuta terusik, dapat menimbulkan bencana alam seperti
banjir, gempa, badai tofan dan berdampak menjadi musibah bagi umat
manusia serta mahluk lain di Bumi ini.
Sifat buruk yang disebut krodanya bhuta inilah yang harus dikendalikan
oleh umat manusia agar dunia yang telah aman dan sejahtera jangan
hancur & porak poranda dan akhirnya musnah. Disinilah tantangan bagi
manusia sebagai mahluk yang mulia dibandingkan mahluk lain, harus
berani dan mau berkorban untuk mengendalikan bhuta agar tetap baik
atau seimbang tidak berubah menjadi ganas dan kroda. Pengorbanan
manusia secara tulus ikhlas kepada bhuta inilah yang disebut BHUTA
YADNYA.
Upacara bhuta yadnya ini menurut waktu pelaksanaannya dapat
dibedakan atas Nitya-Kala yaitu persembahan kepada bhuta yang
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 3
dilakukan sehari-hari seperti banten saiban atau ngejot, mesegeh dan
Naimitika-Kala adalah upacara yang dilakukan pada hari-hari yang telah
ditentukan dan mencakup lingkungan yang lebih luas yaitu desa, daerah
atau wilayah provinsi dan negara.
B. DASAR SASTRA PELAKSANAAN TAWUR & TAHUN BARU SAKA
Perayaan Nyepi tahun Baru Saka, dilaksanakan pada kisaran bulan
Maret setiap tahunnya yang dirayakan secara Nasional sesuai Pedoman
Upacara Hari Raya Nyepi, Ketetapan Parisada Hindu Dharma Indonesia
Pusat. Selain sebagai wujud pengamalan ajaran Agama, juga memberi
makna terhadap eksitensi umat Hindu ditengah-tengah Bangsa yang
pluralis multikultural dengan berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui kehidupan sosial
keagamaan.
Menyikapi realita kehidupan sosial masyarakat yang masih
memprihatinkan serta pemanasan Global secara makro, sebagai ekses
dari ketidakdisiplinan manusia mengelola alam & lingkungan dimana
mereka tinggal, sehingga menimbulkan berbagai macam bencana
menimpa silih berganti. Disisi lain ketegangan, kekerasan, tindakan
anarkis, konflik horizontal masih mewarnai beberapa aspek kehidupan
Nasional, sementara kemiskinan belum dapat dientaskan baik secara
mikro maupun makro.
Disinilah makna dari sebuah pelaksanaan Tawur Kesanga dan perayaan
Nyepi dalam menyambut Tahun Baru Saka adalah wujud dari
harmonisasi antara Manusia dengan mahluk lain dan alam materi
ciptaan-Nya yang dikenal dengan sebutan Panca Maha Bhuta (Pertiwi,
Apah, Bayu, Teja, Akasa). Keseimbangan Bhuana Agung (Makrokosmos)
yaitu jagadraya , alam semesta ini dengan Bhuana Alit (Mikrokosmos)
harus tetap dijaga oleh manusia itu sendiri. Makna tawur kesanga ini
sangat jelas sebagaimana terkutip pada lontar Siwa Yama Purana
Tattwa & Susastra Sutasoma karya Mpu Tan Tular sebagai berikut:
DA Ê ltÇ ÑtàxÅÉÇ|Çz átá|{ ~xátÇzt? ãxÇtÇz àt á|Üt zâÅtãxt~xÇ âà|A gtãâÜ
~xátÇzt ÇztÜtÇ|çt? Ü|Çz vtàâá ÑtàtÇ|Çz wxátA ZâÅtãxt~xÇ ÑxÜtÇz átàt
àxÄâÇz ÑtÜt{tàtÇz? wâÇzâÄtÇ|Çz zâÄâÜ|Çz âÜt{t Üt{ á|Üt ~tàâÜ Ü|Çz ftÇz
[çtÇz ^tÄt et}t? [çtÇz Wtát UâÅ|A `tÇz~tÇx ÑÜtá|wt ~xÜà{t
Üt{tÜ}t |~xÇz ÜtàA ltÇ àtÇ átÅtÇz~tÇt Üâz }tztw Ütçt? átã|àtÇ|Çz U{âàt
ÅtÇ}|Çz Ü|Çz tÇzzt átá|ÜtÇ| ÅtÇâátÊA
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 4
Maksudnya:
Setiap ketemu dengan bulan sembilan (bulan Maret Masehi),
manusia wajib membuat sedekah yang dinamakan Tawur kesanga
diperempatan suatu desa, wilayah atau daerah. Mengorbankan darah
hewan yang dipersembahkan sebagai upah pada Panca Maha Bhuta
yaitu kekuatan alam semesta ini yang disebut Hyang Kala Raja. Itu
yang membuat tentram dan sejahtera, kalau tidak demikian kacau
tatanan keseimbangan jagadraya atau alam semesta ini. Karena
pengaruh Bhuta (kekuatan negatif) alam ini yang memasuki pikiran
manusia yang berdampak pada hilangnya cinta kasih, rasa
prikemanusiaan dan berubah menjadi keserakahan, kekejaman serta
tindakan yang bersifat anarkis.
2. Tahun Baru Saka adalah tarikh atau penanggalan yang dipergunakan
oleh umat Hindu Dharma sejak permulaan abad ke VI, yaitu saka
kala yang ditetapkan berlakunya sejak penobatan Raja Kaniska I dari
Dinasti Kushana yang memerintah kerajaan Mathura di India pada
tahun 78 Masehi.
Semenjak penobatannya menjadi raja ditandai oleh perdamaian dan
mantapnya stabilitas dibidang politik dan keamanan serta
berkembangnya toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama
yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Kondisi seperti ini terjadi
juga di Indonesia pada jamannya Mpu Tantular sebagaimana
diungkapkan dalam karya sastranya ” Pustaka Sutasoma ” dengan
sloka : ” Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa”, sebagai
pencerminan keadaan Nusantara kala itu yang sama keadaannya
dengan jamannya Raja Kaniska I di India. Tahun Baru Saka dan
Nyepi setiap tahun ditandai oleh Tilem Kesanga atau Caitra Masa
sebagai siklus terakhir untuk beralih ke Tahun Baru Saka. Tilem Sasih
Kesanga tahun 2011 jatuh pada 4 Maret, besoknya tanggal 5 Maret
adalah Hari Raya Nyepi dan Tahun Baru Saka 1933. Dengan demikian
Hari Nyepi adalah perayaan Tahun Baru Saka yaitu penanggal apisan
sasih Kesanga atau Eka Suklapaksa sasih Waisaka.
C. TUJUAN PERAYAAN
Pelaksanaan Tawur dalam Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka,
disetiap tingkat Desa, Kecamatan, Kota & Provinsi mempunyai tujuan
agar tercapainya tujuan hidup yaitu kesejahteraan alam dan lingkungan,
maka manusia harus mensejahterakan semua makhluk (bhutahita), hal
ini dijelaskan pada ftÜtátÅâávtçt DFH : Ê `tàtÇzÇçtÇ ÑÜ|{xÇ à|~tÇz
u{âàt{|àt {tçãt àtÇ Åtá|{ Ü|Çz átÜãt ÑÜtÇ|AÊ artinya: Oleh karenanya,
usakanlah kesejahteraan semua makhlu, jangan tidak menaruh belas
kasihan kepada semua makhluk.”
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 5
Ê TÑtÇ |~tÇz ÑÜtÇt ÇztÜtÇçt? çt |~t Ç|Å|àtÇz ~tÑtzx{tÇ |~tÇz vtàâÜ ãtÜzt?
ÅtÇz w{tÜÅt? tÜà{t ~tÅt ÅÉ ÅÉ~átAÊ ~artinya : Karena kehidupan mereka itu
menyebabkan tetap terjaminnya dharma, artha, kama dan moksha.
WtÄtÅ U{tztãtwz|àt III, 14 w|áxuâà~tÇ? ~tÜxÇt Åt~tÇtÇ? Åt~{Äâ~ {|wâÑ
ÅxÇ}xÄÅt? ~tÜxÇt {â}tÇ àâÅuâ{Ät{ Åt~tÇtÇ? ~tÜxÇt ÑxÜáxÅut{tÇ ;çtwÇçt< àâÜâÇÄt{ {â}tÇ? wtÇ çtwÇçt Ät{|Ü ~tÜxÇt ~xÜ}tA Berdasarkan ungkapan sastra - sastra kuno itulah, maka tujuan perayaan dapat dijabarkan menjadi beberapa hal sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas Sradda(iman) dan Bhakti (taqwa) Umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang maha Esa, melalui implikasi konsep ”Tri Hita Karana”. 2. Menyambut Nyepi dengan suasana keprihatinan Nasional, akibat dampak berbagai bencana alam mulai dari gempa, gunung meletus, asap panas, lahar dingin, longsor, banjir bandang dan tak ketinggalan juga tragedi pesawat udara, kapal laut serta kereta api dan semoga ini tidak berdampak pada krisis ekonomi yang berkepanjangan. 3. Meningkatkan semangat kebersamaan, menciptakan kedamaian dan keharmonisan serta mendorong kebangkitan kesadaran berkarya sebagai wujud pengabdian nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh pendahulu atau leluhur demi kejayaan kembali Negara dan Bangsa. 4. Meningkatkan komitmen Umat Hindu kepada sesama komponen Bangsa untuk melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai etika, moral, budhi pekerthi yang luhur dan spiritual Agama Hindu dalam melaksanakan kewajiban Dharma Agama dan Dharma Negara. Wujud nyata dari dimensi Tri Hita Karana dapat dituangkan kedalam 3(tiga) bentuk kegiatan atau rangkaian acara sebagai berikut : No. WAKTU JENIS KEGIATAN TEMPAT SASARAN 1. Kamis, 02 Maret 2011 (7:00- seles’i) · MELASTHI Pengertian: Melas : penyucian, pembersihan. Thi : Leteh atau kotor Penyucian pratima atau Yoni ISWW, ruang, desa, rumah simbul Bhuana Agung & Angga sarira manusia sebagai Bhuana alit. Kesumber Air bisa Danu, Sungai atau Laut (pantai), bukan ke Pura Segaranya. Prosesi: Permohonan air suci u/ penyucian partima, simbul jagadraya (desa atau rumah). Pembersihan Bhuana Agung melalui sarana ritual, pratima dengan memohon air suci ke Telenging Sagara. ( Sundarigama) Anglukataken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana Aji Swamandala. 2. Jumat, 04 Maret · TAWUR KESANGA Catus Pataning Desa Perempatan Air Pelaksanaan Butha Yadnya sesuai Siwa Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 6 2011 (15:00- 18:00) Tilem sasih kesanga ( seimbang antara 2 waktu: 12 jam malam & 12 jam siang hari). (18:00- 21:00) Pecaruan = Pertiwi/Zat Padat bhuta dingin & padat). Tingkat Pemerintah Provinsi Jakarta Catatan: Tentang waktu ditentukan oleh jumlah binatang yang digunakan; 1. >5 macam, harus
siang hari (12:00).
Panca Kelud
keatas.
2. <5 macam, boleh
sore hari menjelang
sandhya kala
(16:00-18:00)
Panca Sanak
kebawah.
· PENGERUPUKAN,
MEBUU-BUU
Nyomia bhuta pawai
ogoh-ogoh sekaligus
menjadi pesta lintas
budaya menuju
Jagadhita.
Mancur Kreta/BI,
bukan silang Barat
Monas.
Prosesi:
Pemberian korban
suci pada 5 Maha
Bhuta Nyomia,
sebagai penetralisir
pengaruh negatif yg
berbahaya, agar tidak
kroda ( bencana :
gempa, banjir,
longsor dll).
Simbolis dari Nyomia
bhuta buat senang
& mengistirahatkan
kerja 5 M/bhuta.
tidak menimbulkan
bahaya /kroda.
Yama Purana,
untuk
keseimbangan
Panca Maha Bhuta
(5 unsur alam)
sehingga tidak
membahayakan
atau menimbulkan
bencana bagi
manusia.
Bila semua unsur
5M/bhuta tenang,
tinggal unsur Mikro
kosmos = manusia
itulah yang
dilaksanakan pada
esok hari Nyepi.
3.
Sabtu,
05 Maret
2011
(6:00sd 6:00
Minggu, 6
Maret 2011).
(slma 24
jam)
06 Maret
2011
· NYEPI
Catur Brata Penyepian:
1. Amati Gni
2. Amati Karya
3. Amati Lelungan
4. Amati Lelanguan
· NGEMBAK GENI
Dirumah masingmasing
atau memilih
tempat, Pura atau
pilihan lain yang
dianggap cocok oleh
keluarga.
Prosesi:
Melakukan: Tapa,
brata, Yoga Semadi,
sebagai wujud
keseimbangan
bhuana alit.
Saling kunjung, maaf
memaafkan antar
keluarga, kerabat &
andaitolan Dharma
Santih.
Instrospeksi
Menggali Diri
Sendiri atau Pribadi
/ Mulat Sarira.
Malaui
menghentikan
segala kegiatan.
Tidak bepergian &
tidak menghibur
diri dan besoknya
06 Maret 2011
buka catur brata
penyepian dan
selanjutnya
beraktivitas
kembali.
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 7
D. PEDOMAN PELAKSANAAN
Sebagai pedoman Pelaksanaan, disusun rencana kerja & rangkaian
upacara serta tingkat Tawur sesuai hakikat dan makna Hari Raya Nyepi
Tahun Baru Saka serta tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut :
1. Tingkat Caru Tawur Kesanga ; Menurut lontar Sundari gama,
tingkat caru tawur dibedakan dengan maksud peruntukan wilayah
yaitu:
Tingkat Jenis Caru Uraian Keterangan
I.
Tawur Agung
(Tingkat
Provinsi)
Adalah tingkat caru tawur
kesanga yang diperuntukkan,
bagi suatu provinsi yang semua
daerah walikota atau
kabupatennya ada umat
Hindunya, atau dengan kata lain
tidak ada wilayah yang tidak ada
umat Hindunya wajib
menggelar Tawur Kesanga
tingkat” Tawur Agung”.
Bila pusat caru di
provinsi , masing2
wilayah tidak perlu
lagi melakukan
pecaruan, nasi
caru & tirta caru
didistri usikan via
wakil pura yang
hadir sebagai dewa
saksi.
II. Panca Kelud
(Tingkat Walikota
/ Kabupaten)
Dilaksanakan apabila dalam
suatu provinsi ada salah satu
wilayah kota
madya/walikotanya yang tidak
ada umat Hindunya, maka
tingkat caru yang digelar
dipusat adalah tingkat Panca
Kelud, sedangkan untuk
diwilayah tetap tidak perlu
mecaru.
Idem
III. Panca Sanak
(T/Kecamatan)
Adalah tingkat caru tawur
kesanga yang diperuntukkan
bagi suatu wilayah kodya,
dimana ada salah satu atau lebih
dari wilayah Kecamatannya
tidak ada umat Hindunya.
Pecaruan
dipusatkan di
prempatan Kota
madya, Nasi & tirta
caru bisa dibagi via
pura yang hadir.
IV. Panca Sata
(Tingkat Desa)
Apabila suatu wilayah
Kecamatan ada salah satu
wilayah desa atau kelurahannya
tidak ada umat Hindunya. Pada
tingkat caru ini disebut caru
tingkat Kelurahan / Desa.
Idem
V. Eka Sata
(Ayam Brumbun)
(T/Banjar)
Yaitu tingkat caru tawur
kesanga, dimana suatu Desa ada
salah satu wilayah banjarnya
tidak ada umat Hindunya.
Tingkat ini disebut dengan
”Caru Tingkat Eka Sata yaitu
tingkat upacara Ayam Brumbun
atau setingkat Banjar.
Karena skop Desa
dimana wilayahnya
tidak terlalu luas,
maka disribusi nasi
& tirtha caru tidak
sulit dan relatif
mudah dijangkau
umatnya.
2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tawur; Apabila caru
tawur kesanga pada wilayah telah ditetapkan sesuai Ketentuan
sastra, maka jumlah binatang yang digunakan pada caru tersebut
menentukan waktu pelaksanaan tawurnya. Untuk caru Panca Kelud
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 8
keatas, karena jumlah binatang yang digunakan melebihi 5 (lima)
jenis maka waktu pelaksanaannya harus dilakukan pada siang hari
yaitu batasan waktu kala tepet (11:00~12:00). Sedangkan bila
jumlah binatang yang digunakan kurang dari 5 (lima) jenis, maka
waktu pelaksanaan pecaruan seyogianya dilaksanakan pada sandiya
kala (16:00 ~ 18:00) dan tidak boleh dilakukan disiang hari. Oleh
karena itu pecaruan tawur kesanga disetiap Desa Adat di Bali pasti
diadakan disore hari menjelang sandhya kala.
Mengenai tempat pecaruan, dengan jelas diuraikan pada lontar siwa
purana tattwa untuk tawur kesanga adalah ”ring catus pataning
desa...” berarti pada perempatan suatu desa, wilayah atau suatu
daerah yang lebih luas bisa mencakup provinsi atau Negara.
3. Pengerupukan, Mebuu-buu; Setelah pelaksanaan pecaruan
sesuai tingkat tawur yang dilaksanakan, semua unsur pancamahabhuta
mendapat penghormatan. Panca-mahabhuta yang telah
berjasa bagi kehidupan manusia dihormati dan dihargai, dihaturkan
sembah dan korban kepadanya. Unsur berupa air (melasti kelaut,
sungai), api (ngerupuk, maobor-obor atau mebuu-buu), udara
(suara kentongan, bunyia-bunyian, dll) dan akasa (sipeng, sepi)
mendapatkan kehormatan untuk menerima rasa syukur dan
terimakasih angayubagia umat manusia atas segala bantuannya
dalam setiap tindakan mengisi kehidupan selama ini. Harapan
manusia pada tahun-tahun mendatang, juga terus dibantu dalam
kehidupan manusia didunia ini. Bagi umat Hindu yang ingin
melaksanakan pengerupukan atau mebuu-buu seperti layaknya di
Bali, karena pekarangan rumahnya memungkinkan untuk acara itu
dapat mengambil nasi & tirtha caru yang telah disiapkan oleh panitia
dipusat pecaruan. Lakukan mebuu-buu dengan menyalakan dupa.
Alat bunyi-bunyian dan taburkan nasi serta percikan tirtha caru
kesemua arah pekarangan rumah. Sementara itu umat Hindu
bersiap-siap mengahdapi catur brata penyepian dimulai dari pukul
06:00 pagi sampai esok harinya, sebagaimana dijelaskan pada lontar
fâÇwtÜ|ztÅt sebagai berikut : ÊAAAAAxÇ}tÇzÇçt ÇçxÑ| tÅtà| zxÇ|? àtÇ
ãxÇtÇz át}twÅt tÇçtÅuâà ~tÜçt át~tÄã|ÜÇçt? tzxÇ| tzxÇ|@zxÇ| átÑtÜtÇçt àtÇ
ãxÇtÇz? ~tÄ|ÇztÇçt ãxÇtÇz átÇz ãÜâ{ Ü|Çz àtààãt zxÄtÜt~xÇt áxÅtw| àtÅt
çÉzt tÅxà|à|á ~táâÇçtàtÇAÊ yang dijabarkan menjadi : 1). Amati geni
yakni tidak menggunakan unsur api, 2). Amati karya, berati tidak
melakukan apa-apa, sehingga tidak ada unsur panca-mahabhuta
digunakan, 3). Amati lelungan, dengan tidak bepergian sehingga
terjadi kesepian dan maknanya tidak menggunakan ruang dari unsur
akasa, 4). Amati lelanguan, maksudnya tidak melampiaskan nafsu
indria, mengurangi penggunaan tenaga, mengurangi makan dan
minum serta penggunaan oksigen, semua itu merupakan unsurunsur
dari panca mahabhuta.
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 9
◙ CATATAN POJOK :
1. Tingkat Caru Tawur Kesanga; Jika dipandang dari sudut
keberadaan umat Hindu di Provinsi DKI Jaya, di 5 (lima)
wilayah Walikota tersebar umat yang secara populasi tidak
kurang dari 1000 ~1500 KK dan mencapai kisaran angka 5000
jiwa. Memiliki 15 Pura sebagai tempat peribadatan yang
bersekala besar dapat menampung ratusan umat untuk satu
tahap persembahyangan. Jika demikian untuk tingkat caru
Tawur kesanga DKI, layaknya adalah tingkat Tawur Agung,
bukan Panca Kelud.
2. Kaitan Waktu Pecaruan dengan Tingkat Caru; Apabila
tingkat caru adalah Tawur Agung tidak perlu lagi diragukan
bahwasanya waktu pecaruan adalah siang hari ( kala tepet jam
12:00 ). Untuk tidak tunpang tindih, maka semua dipusatkan di
Monas sebagai pusat pemerintahan Provinsi DKI Jaya dan
sekaligus sebagai Ibukota Negara, sehingga dalam hal ini
masing-masing wilayah SDHD Banjar atau Kota Administrasi
tidak perlu lagi membuat caru wilayah dengan tingkat yang
sama atau lebih kecil. Agar pendistribusian nasi & tirtha caru
dapat merata bagi umat yang tidak punya waktu atau
kesempatan hadir pada acara tawur & pengerupukan disore
hari, masalah ini bisa diatasi dengan memanfaatkan jalur purapura
terdekat dengan tempat tinggal mereka. Setidaknya
karena acara pengerupukan ini tidak merupakan acara pawai
ogoh-ogoh saja, disamping itu ada muatan pesta lintas budaya
tentu akan menjadi unik dan punya daya tarik tersendiri untuk
dihadiri tidak hanya oleh umat Hindu tetapi juga masyarakat
DKI dan sekitarnya yang haus akan hiburan.
3. Efectivitas Melasti, dari sudut Lokasi, Waktu & dampak
Psikologis Publik; Secara historis semua aspek kehidupan
beragama dan berbangsa ini pasti punya sejarah, tetapi bukan
berarti perubahan terhadap tempat ritual seperti melasti
diartikan arfiah bahwa generasi muda kedepan bisa tidak
mengenal lagi atau lupa pada Pura Segara. Perubahan tempat
melasti dari Pura Segara ke Taman Impian Jaya Ancol adalah
bentuk pengembalian esensi dan makna dari melasti yaitu
mencari sumber air bisa laut, danau atau sungai dan bukan ke
Pura Segara. Sesuai penjelasan lontar ftÇz{çtÇz T}|
fãtÅtÇ fãtÅtÇwtÄt wtÄt : ÊTÇzÄâ~tàt~xÇ ÄtÜtÇ|Çz }tztà? Ñt~Äxát Äxàâ{|Çz u{âtãtÇt TÇzÄâ~âtãtÇtÊ
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 10
yang artinya melenyapkan penderitaan masyarakat,
melepaskan kepapaan dan kotoran alam. Dan ditambahkan
oleh lontar fâÇwtÜ|ztÅt yaitu : ÊTÅxà átÜ|Ç|Çz tÅxÜàt ~tÅtÇwtÄâ
Ü|Çz àxÄxÇz|Çz átztÜtÊ yang mengandung arti mengambil sari-sari
air kehidupan (Amerta Kamandalu) ditengah-tengah samudra.
Disamping itu ada dampak psikologis publik terhadap
pemahaman perayaan Nyepi yang utuh dari rangkaian acara
melasti, pecaruan dan pengerupukan bila pelaksanaannya kita
kemas dengan kemasan yang menarik, terpadu, ringkas padat
berisi tanpa meninggalkan esensi dan nilai-nilai keimanan serta
tidak menyimpang dari ketentuan sastra-sastra agama. Betapa
indah dan menariknya bila acara itu disusun pada hari yang
sama mulai melasti di ancol menjelang fajar menyingsing
sebagai bentuk surya sewana dan usai melasthi dilanjutkan
dengan Pralingga Bathara pura se DKI menuju Monas sebagai
Dewa saksi pada pecaruan Tawur disiang hari yang diawali
dengan acara mepeed atau medeeng dari lapangan Banteng
menuju Tugu Monas tempat pecaruan Tawur Kesanga
dilaksanakan dan mewali ke Pura masing-masing setelah usai
pelaksanaan pecaruan. Kemudian menjelang sore hari menuju
ke sandiakala baru bersiap-siap untuk pelaksanaan
pengerupukan atau mebuu-buu. Hal ini akan berdampak sangat
baik dan positif bagi publik, karena mendapat gambaran yang
utuh tentang pelaksanaan perayaan Nyepi bagi umat Hindu
diluar Bali. Momentum ini merupakan wujud & bentuk
pengakuan publik bahwa umat Hindu peduli akan tatanan
bermasyarakat dan bernegara melalui ungkapan rasa bhakti
kepada Pemerintah (Guru Wisesa) sebagai implementasi dari
ajaran Catur Sinangga Guru.
4. Pemisahan Ritual dengan Pawai Ogoh-ogoh dari sisi
makna Sakeral dan Provan; Pada umumnya kita sering
terjebak pada pengertian yang keliru atau salah kaprah
terhadap istilah ” Rwa Bineda” dan ”Dualistik”. Rwa Bineda
adalah dua hal yang berbeda yakni Laki-laki dan Perempuan
atau Purusa Pradana, juga sering disebut ardhanareswaranareswari.
Pengertiannya dua unsur rwa bineda itu bisa
disinergikan menjadi suatu kekuatan terpadu yang luar biasa
misalnya kekuatan laki-laki perempuan, kesaktian dewa-dewi.
Sedangkan Dualistik adalah dua hal yang berbeda dan
berlawanan seperti sifat baik-buruk, suka-duka, siang-malam.
Unsur-unsur dualistik ini tidak bisa disatukan, tidak bisa
disenergikan dan justru harus dikendalikan. Kenapa pemisahan
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 11
ritual tawur dengan pawai menjadi penting, walaupun bila
dipandang dari sudut upacara, bahwa tawur merupakan
upacara bhuta yadnya. Jangan lupa ketika pelaksanaan ritual
tawur, unsur-unsur sakeral seperti pratima, pralingga bathara
atau simbul-simbul dari ISWW ada pada area dimana
dilaksanakan prosesi tawur, sebagai dewa saksi. Sedangkan
ketika acara pengerupukan dengan pesta budayanya itu adalah
murni unsur provan, yang tidak menutup kemungkinan bila
dilaksanakan bersamaan dapat mencemari unsur sakeral tadi.
Dan apabila pencemaran terjadi, maka diperlukan suatu
upacara khusus untuk mengembalikan fungsi kesucian &
kesakeralan simbul-simbul tadi.
Dalam hal ini antara sakeral dan provan merupakan simbul
dualistik, oleh karena itu tidak boleh disatukan justru harus
terpisah dan dikendalikan. Dengan demikan acara ritual
sebaiknya dilaksanakan terpisah dalam pengertian tidak
menjadi satu rangkaian waktu, harus jelas ada jeda waktu
yaitu siang dan sore.
5. Gerakan tidak ciptakan ”Mulaketo Gaya Baru” menuju
Generasi muda yang moderat; Tanpa disadari sebagai
pihak pemegang tongkat estapet sekaligus sebagai penuntun
generasi muda sering terlupa atau tidak sadarkan diri jika
produk dari kekuasaannya dapat melahirkan ”generasi Mula
keto” berikutnya. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan
terjadi apabila pemegang tongkat estapet, membiarkan
produk-produknya yang diluar konteks atau menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang ada dan hanya mempertimbangkan
aspek populeritas atau ketenaran pribadi belaka. Mari untuk
mulai berani memilih untuk melakukan tindakan yang tidak
populis, tetapi mengakar pada landasan kebenaran seperti yang
tertuang pada 2(dua) lontar sebagai berikut :
☻LONTAR DEWA TATTWA (Penekanan pada Etika Pelaksa
naan suatu Yadnya).
 TÇt~~â átÇz ÑtÜt `Ñâ? WtÇz{çtÇz? átÇz Åt{çâÇ àâãt }twÅt? ÄâÑâà|Çz
átÇzátÜt ÑtÑt? ~ÜtÅtÇçt átÇz ~âÅ|Çz~|Ç t~tÜçt átÇ|áàt? `tw{çt? âààtÅt?
ÅtÇt{ Äxzt wt wtw| tçâ? t w| tçãt ÅtÇztÅux~tÇz ~ÜÉwt ÅãtÇz â}tÜ ztÇzáâÄ? â}tÜ ãt
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 12
ÅxÇt~ }âzt ~tãxwtÜ wxÇ|ÜtA`tÇz~tÇt ~ÜtÅtÇ|Çz átÇz ÇztÜxÑtÇz ~tÜçt?
tçãt á|ÅÑtÇ|Çz uâw| ÅãtÇz ~ÜÉwt? çtÇ ~twçt ÅtÇz~tÇt Ñtàâà ÑtztãxÇçt?
ãt átã|w{| ã|wtÇtÇçt? àx~xÇz tàtÄxwtÇçt? ÅãtÇz Ü|Çz áxátçâàÇçt? Åt ÅtÜtzt wxãt
Ützt átÅ|? àx~xÇz ãtãtÇzâÇtÇ átÅ|ÊA
Artinya :
Anakku sang para Mpu, Danghyang, demikian pula mereka yang
berkedudukan sebagai orang tua, lepas dari duka dan nestapa,
perilakunya mereka hendak melaksanakan upacara, nista,
madhya, utama jadikanlah pikiran itu senang dan baik,
janganlah menyayangi atau terikat pada artha milik serta patut
mengikuti kewajiban orang tua, janganlah menampilkan
kemarahan serta berkata-kata kasar, kata-kata yang baik dan
enak juga yang patut disampaikan.Demikianlah prilakunya
mereka yang melaksanakan Yadnya. Janganlah menyimpang
dari budi pekerti. Bila yang demikian dapat dilaksanakan segala
persembahan hingga pada “taledan dan sesayutnya” berwujud
dewa demikian pula semua bangunannya.
☻LONTAR DEWA TATTWA/LONTAR INDIK PANCA
WALI KRAMA. Senada dengan lontar dewa tattwa, Lontar
Indik Panca Wali Krama menekankan pada prilaku yang baik
dan kesatuan antara “ Tri Manggalaning Yadnya”.
 ^tçtàÇt~Çt? t}ãt átâÄt{ átâÄt{@âÄt{ ÄâÅt~â? ÇzâÄt{ áâutÄ? çtÇ àtÇ {tÇt uxÇxÜ
tÇâà Ä|ÇzÇ|Çz T}|? Ç|Üztãx ÑãtÜtÇçt ~tãtÄ|~ ÑâÜ|{Ççt |~t? tÅÜ|{ tçâ uçt~àt
tàxÅt{tÇ tÄtA `tÇz~tÇt ãxÇtÇz |~t ~tÑÜtçt~át wx átÇz tÅtÇzâÇ tw|
~tÜçt? Åt~tw| átÇz tÇâ~tÇz|Ç? ÅãtÇz tw|~átÇ|? |~t ~tà|zt ãxÇtÇz
tàâÇzztÄtActÇzÄt~átÇtÇ|Üt tÅÉÇz á átÜt}t ~tÜçt? t}ãt ~tá|ÇzátÄ? tÑtÇ Ü|Çz
tÜt}çtwÇçt àtÇ ãxÇtÇz ~tvtvtutÇ ~tvtÅÑâÜtÇ ÅtÇt{ ãxv|? tÅux~ uÜtÇàt? átuwt
ÑtÜâáçt? | |~t ~tÇz ÅtÇt{ áà|à| }tà| Ç|ÜÅtÄt }âztÅt~t á|w{tÇ|Çz ~tÜçt? ÅtÜz|Ç|Çz
Çz tÅtÇzz|{ á|w{t Üt{tçâ? ~tá|wtÇ|Çz ÑtÇâ}â? ÅtÇz~tÇt ~xÇzxàt~Çt xáàâ
Ñt ÑtÄtÇçtÊA ÄtÇçtÊA
Artinya :
Berhati-hatilah, janganlah asal berlaksana, asal selesai, bila
tidak benar-benar sesuai dengan sastra, sia-sialah hasilnya.
Terbaliklah keadaannya mengharapkan baik pasti akan
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 13
berakibat buruk.Demikianlah patut diwaspadai oleh mereka
yang berkehendak melaksanakan upacara besar, termasuk
mereka yang berperan sebagai tukang, serta pendeta yang
memuja, mereka bertiga patut supaya menyatu dalam
pelaksanaannya melaksanakan upacara, jangan berselisih,
sebab dalam setiap Yadnya tidak boleh ternodai oleh pikiran
kotor, prilaku marah. Pikiran yang astiti bakti dan suci
nirmalalah sebagai dasar yang menghantarkan pada
keberhasilan yang menyebabkan mencapai keselamatan serta
sesuai dengan tujuan.
E. POKOK PERMASALAHAN
Mencermati pelaksanaan perayaan Nyepi di wilayah DKI, dari
tahun ketahun tidak mecerminkan adanya peningkatan yang
signifikan secara konsep dan sastra, kecuali realita pesta ogohogoh
yang berhasil mengkemas pesta lintas seni budaya yang
menghadirkan selain ogoh-ogoh sebagai ikon juga mengusung
ondel-ondel serta barongsai, tanjidor dan kesenian lain sebagai
bentuk keberagaman.
Tetapi berpulang dari maraknya perayaan Nyepi di Tugu Monas
dengan arak-arakan 18 ogoh-ogoh sebagai wujud kebangkitan
kesadaran generasi muda Hindu untuk mengekspresikan kwalitas
srada bhaktinya kepada Bumi persada ini, secara internal tetap
saja masih mengundang controversial serta kebingungan umat
terhadap realita dengan pemahaman yang cenderung semakin
melebar seperti :
1. Pelaksanaan melasti, tidak lagi memberikan jawaban
terhadap esensi dari melasti itu sendiri selain terjadi
perubahan lingkungan Pura Segara akibat perubahan
infrastruktur pantai, juga terkesan kurang hening dan
terburu-buru. Sehingga tujuan untuk mensucikan pratima
dan simbul-simbul ISWW kurang khidmat dan membawa
hasil kehambaran belaka termasuk umat juga gagal
memperoleh kesempurnaan nilai kesucian dirinya.
2. Pelaksanaan Tawur setelah berhasil dipusatkan di Tugu
Monas, ternyata menuai hasil kebingungan umat antara lain
dengan masih ada keputusan wilayah Banjar atau Pura
untuk tetap mengadakan pecaruan setempat dengan tingkat
caru yang beraneka versi. Ironisnya dari sisi waktu
pelaksanaan yang waktu-waktu sebelumnya mereka masih
ingat pelaksanaannya selalu belakangan setelah selesai di
pusat, olehkarena pelaksanaan di Monas adalah sore hari
Dokumentasi Yayasan Pitra Yadnya – Maret 2011 14
jadi mau tidak mau di wilayah banjar terpaksa lebih dulu,
sehingga alur prosesnya tidak mengalir dari hulu ke hilir
dengan kata lain “semerawut” dan tidak sesuai dari
ketentuan sastra pelaksanaan tawur.
3. Perbedaan proses waktu melasti dengan pelaksanaan
Tawur, membuahkan jeda waktu apakah 1 atau 2 hari yang
disebut dengan istilah “Bethara Nyejer”. Pemahamannya
bahwa ISSW setelah lunga Melasti, ketika mewali ke Pura
masing-masing diikuti oleh acara Nganyarin Daksina
Pralingga dan menyiapkan aturan soda atau rayunan
Bethara. Hal ini secara skop kecil boleh dibilang sudah
berjalan. Pertanyaannya sampai seberapa banyak secara
umum umat tau dan faham bahwa Daksina Pralingga
Bathara itu adalah sesungguhnya Sang Hyang Widhi…? Bila
nyejer berarti beliau masih ada, jadi apa yang seharusnya
diperbuat umat ketika tau bethara nyejer..??? Apa tidak
seperti, kita mengundang Tamu untuk hadir dirumah tetapi
setelah tiba dan ada dirumah kita tinggal tanpa
hiraukan….apakah sudah disiapkan suguhan dll…????
4. Bila kondisi dan cara pelaksanaan sebuah Yadnya kita masih
seperti itu serta tidak pernah mau mengupayakan langkahlangkah
perbaikannya kearah penyempurnaan, niscaya
tujuan Yadnya tidak akan tercapai. Untuk itu jangan cepatcepat
mencari pembenaran bahwa manusia itu tidak
sempurna, seperti slogan “ Tan hana wang anayu nulus”.
Tetapi kita seyogianya mengikuti anjuran lontar dewa
Tattwa maupun Panca Wali Krama…..kalau tidak kapan
Hindu akan maju…????
Jawabannya adalah Parisadha Hindu Dharma Indonesia DKI,
harus duduk bersama dengan Suka Duka Hindu Dharma DKI, segera
memutuskan pengangkatan panitia selambat2nya pada pertengahan
tahun, usai pertanggungan jawab panitia pelaksana perayaan Tahun
Baru Saka 1933 sekaligus sebagai bagian dari serah terima mandate.
Hal ini dimaksudkan agar mendorong panitia yang baru untuk
merumuskan perayaan Nyepi 2012, segera bekerja membuat kajiankajian
dan persiapan-persiapan perbaikan atau penyempurnaan
terhadap evaluasi pelaksanaan sebelumnya. Dan sedapat mungkin
sambil menyikapi situasi kedepan panitia masih tersedia waktu yang
cukup panjang untuk dapat merangkumkan pedoman dan kerangka
acuan yang lebih konprehensip atas pelaksanaan perayaan Nyepi di
DKI ini.
Demikianlah patut diingat semoga berhasil, pesan ini disampaikan
oleh Ida Pedanda Nabe Gde Putra Sidemen, wakil Dharma Adyaksa
Parisadha Hindu Dharma Indonesia Pusat masa bhakti 2006 – 2011
dengan maksud untuk dapat disosialisasikan pada masyarakat
banyak yang hendak dan mau mendengarkan serta berjalan dalam
meniti kehidupan pada jalan dharma. Sudah dapat dipastikan arah
beliau untuk dapat mengamalkan piteket Sanghyang Wenang ketika
runtuhnya Majapahit : “ Tinggalkan Jawa, jangan bawa apa-apa pergi
ke Bali lakukan penataan Parhyangan, Sanggar Pemujaan, Keluarga
dan Tatanan Social Masyarakat dengan aturan sastra. Apa yang
ditinggalkan itu yang tidak dibawa ke Bali akan kembali.”
Mari kita petik dan cermati serta maknai pesan luhur
tersebut……………..!!!!
Sukra Pon Prangbakat, Maret 2011
Langganan:
Postingan (Atom)